Indonesia memang telah memiliki master plan untuk membangun pariwisata nasional melalui Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Nasional yang tertuang dalam PP no 50 tahun 2011 sehingga sejatinya segala pengembangan pariwisata di berbagai daerah berpedoman pada rencana induk tersebut.
Dengan melihat beberapa pengembangan yang di lakukan oleh Pemerintah yang terkadang belum "matang" dan menimbulkan keberatan dari beberapa anggota masyrakat maka timbul pertanyaan apakah rencana induk tersebut sudah benar benar dijadikan pedoman.
Setelah membaca rencana induk tersebut, membuat penulis sependapat dengan  mantan menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif namun persamaan pendapat penulis hanya sebagian kecil saja.
Beliau mengatakan bahwa rencana induk tersebut hanya bersifat normatif dan tidak implementatif dan tidak menyentuh teknis.
Penulis sependapat dalam hal normatif nya saja dan tidak sependapat jika pemerintah pusat harus ikut serta pula pada implementasi dan teknisnya.
Menurut penulis ada baiknya pemerintah tetap pada tahap menyiapkan rencana induk dan payung hukumnya baik yang berhubungan dengan pelaku usaha maupun pelaku wisata.
Sedangkan untuk implementasi dan teknis pengembangannya, biarkan masyarakat sendiri dan daerah yang menentukan pengembangannya sehingga apa yang tertera dalam rencana induk tentang partisipasi masyarakat dapat terwujud sepenuhnya.
Kata sepenuhnya disini adalah dengan menjadikan masyarakat dan daerah sebagai penentu arus bukan lagi pengikut arus seperti yang umum kita lihat pada pengembangan destinasi wisata di Tanah Air.
Jika desa desa wisata dapat berkembang dengan konsep komunitas atau community-based tourism, maka sebenarnya destinasi wisata lainnya dapat pula diterapkan ataupun didukung dengan konsep yang sama.
Dan memang alangkah baiknya jika kita memulai dari yang kecil seperti pada desa wisata, yang tidak memerlukan biaya besar.