Maskapai dalam menjalankan operasionalnya akan menggunakan formula untuk memulai dan menjalankan bisnisnya, formula ini berupa metrics atau perhitungan perthitungan yang dapat memberikan data dari sisi maskapai (supply) dan pengguna transportasi udara (demand) serta sisi operasional dan keadaan (seasonal) yang dapat mempengaruhi bisnisnya.
Hukum ekonomi memang berlaku juga di industri aviasi, begitu pula hukum alam dimana orang akan selalu mencari tiket murah sehingga secara teori maskapai yang menetapkan harga tiket rendah akan lebih dipilih.
Bagi maskapai, tingkat keterisian pesawat (passenger load factor) yang tinggi akan lebih dapat menutupi biaya tetapnya yang tinggi. Namun apakah biaya tetap ini dapat ditutupi juga dengan harga tiket yang rendah walau dengan tingkat keterisian yang tinggi?
Harga tiket dan tingkat keterisian memang merupakan dua dari banyak faktor yang digunakan maskapai dalam menganalisis performance termasuk juga hal-hal yang mempengaruhinya yang bisa ditimbulkan dari internal maskapai seperti pemeliharan, maupun eksternal seperti operasional bandara.
Metrics maskapai yang utama adalah aircraft utilization serta passenger load factor di mana di dalamnya terdapat perhitungan jumlah ketersediaan kursi oleh maskapai. Sebab kursi adalah produk dasar dan utama dari maskapai yang ditawarkan kepada pelanggannya.
Aircraft Utilization
Utlilisasi pesawat digunakan untuk mengukur produktivitas dari sebuah pesawat dalam satu periode operasional pesawat tersebut dengan menghitung berapa lama pesawat melakukan penerbangan dalam sebuah periode waktu operasional.
Waktu penerbangan pesawat biasanya dipresentasikan dalam jam yang mengacu pada istilah block hour atau block time yaitu waktu yang dihitung dari saat pintu pesawat ditutup dan di pushed back saat akan terbang (off-block) hingga pintu pesawat dibuka saat mendarat (on-block).
Semakin banyak block hour semakin tinggi (produktif) pemanfaatan pesawat bagi maskapai dalam menghasilkan pendapatan pada periode waktu operasionalnya yang biasanya dihitung per hari.
Sebagai ilustrasi pesawat A melayani rute penerbangan 8 jam dan kembali nya 8 jam ditambah jeda waktu 2 jam misalnya, jadi utilitas pesawat adalah 14 pada hari tersebut.
Sedangkan pesawat B melayani rute pendek 2 jam dan kembalinya 2 jam ditambah dengan 2 jam jeda, misalnya, sehingga total waktu yang dibutuhkan pada satu penerbangan adalah 6 jam. Jika dalam 24 jam pesawat tersebut bisa terbang pada rute tersebut maka total jam untuk 3x penerbangan adalah 18 jam dikurangi dengan jeda waktu 6 jam: Sehingga utiilitasnya adalah 12 jam pada hari tersebut. Jumlah ini lebih sedikit dari pesawat yang terbang rute 8 jam sekali jalan dalam sehari.