Baik aircraft utilization dan passenger load factor tidak memasukkan jumlah uang dalam perhitungannya karena maskapai menggunakan metrics lain, namun kedua metrics ini dapat dikatakan sebagai metrics dasar dari dasar pada sebuah maskapai dalam melihat kemampuan dan kapabilitas maskapai menyediakan kursi penerbangan dan pesawat dalam armadanya pada sebuah periode waktu operasional, baik itu hari, minggu, bulan hingga tahun.
Pada kesimpulannya, maskapai tidak hanya memikirkan antara permintaan dan penawaran saja kursi dalam menjalankan operasinya tetapi juga menyeimbangkan antara passenger load factor dengan aircraft utilization dengan berbagai strategi.
Bila permintaan tinggi namun ketersediaan kursi rendah (penawaran) dapat membuat tinggi tiket, sedangkan tingginya harga tiket dapat mempengaruhi passenger load factor.
Di lain sisi tingkat aircarft availability yang rendah membuat berkurangnya utilisasi pesawat dan fleet keseluruhan serta ketersediaan kursi pada sebuah periode waktu operasional.
Jalan keluarnya terkadang dan umumnya adalah mempertahankan load factor yang dinilai cukup dan dengan harga yang cukup untuk menutupi biaya tetap operasional walau dengan margin sangat kecil.
Tetapi tidak selamanya pula margin keuntungan yang kecil bisa berlangsung konstan bila ada turbulensi baik internal, eksternal maupun seasonal dan lainnya seperti pandemi dan fluktuasi harga aviation fuel.
***
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H