Mohon tunggu...
Widiyatmoko
Widiyatmoko Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aviation Enthusiast | Aerophile | Responsible Traveler

Penggemar pesawat berbagai jenis dan pengoperasiannya serta perkembangannya melalui membaca. Airport of Birth : HLP Current Airport : DPS

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Mengenai Penerapan Surcharge Fee pada Harga Tiket Pesawat

12 Agustus 2022   10:10 Diperbarui: 12 Agustus 2022   13:25 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Jet-A1-Fuel.com

Harga tiket pesawat mengalami kenaikan dengan diberlakukannya surcharge fee pada bahan bakar pesawat (Jet Fuel) dan tentunya kenaikkan ini sedikit banyak juga menambah pertimbangan kita dalam memutuskan rencana liburan kita selanjutnya.

Surcharge fee pada hal ini untuk mengantisipasi kenaikkan bahan bakar pesawat sebagai akibat dari kenaikkan pada harga minyak mentah dunia, sebaliknya bila harga turun maka surcharge fee seharusnya disesuaikan pula.

Bagaimana kita bisa mengetahui jumlah surcharge fee pada penerbangan kita ?

Kita bisa melihat di website Google ITA matrix (link ada di referensi) dimana kita bisa melihat breakdown dari harga tiket pesawat.

Tangkapan layar ITA Matrix
Tangkapan layar ITA Matrix

Sebagai contoh bila kita mencari tiket dari Jakarta ke Bali pp maka akan muncul pilihan penerbangan dari berbagai maskapai dengan variasi harga dan ketika kita klik pilihan kita maka kita bisa melihat breakdownnya.

Pada tangkap layar diatas kita bisa melihat beberapa komponen harga tiket yang mencakup :

1. Base Fare Jakarta ke Denpasar
2. Base Fare Denpasar ke Jakarta
3. Pajak tiket
4. Pajak Layanan penumpang
5. Biaya Asuransi
6..Surcharge fee.

Pada contoh ini total harga tiket adalah Rp. 3,793,320 untuk perjalanan pp dengan biaya surcharge fee sebesar Rp. 286,200 atau sekitar 7.5% dari total harga tiket.

Bila kita dalami lagi dengan melihat base fare pada masing masing leg penerbangannya yaitu Rp. 1,431,000 maka biaya surcharge yang diberlakukan adalah sekitar 20% dari base price.

Namun bila kita mengacu pada keputusan yang baru seperti diberitakan Kompas.com (9/8/22)  kenaikkan berupa surcharge fee ini dibatasi sebesar maksimal 15% untuk pesawat penumpang jet dan 25% untuk pesawat baling baling, sedangkan rute penerbangan CGK ke DPS menggunakan pesawat penumpang jet.

Entah apakah penulis yang salah dalam menghitungnya atau salah membaca isi keputusan tersebut yang menyebabkan adanya perbedaan tersebut.

Surcharge fee ini memang hanya diperuntukan untuk mengantisipasi kenaikkan harga bahan bakar pesawat sehingga dapat membantu maskapai dalam mengantisipasi nya dimana harga avtur saat ini seperti yang diberitakan pada Kompas.com (24/4/2022) adalah sebesar Rp. 14,469 per liter untuk penerbangan domestik di CGK sedangkan menurut website Jet-a1-fuel harga per liter sebesar USD 0.801.

Sumber : Jet-A1-Fuel.com
Sumber : Jet-A1-Fuel.com

Ada terjadi kenaikkan sebesar 58% dari harga sebelumnya yaitu Rp. 9,143 untuk harga avtur untuk penerbangan domestik di CGK dan bila kita melihat grafik dari website Jet-a1-fuel maka terlihat pula lonjakan harga setelah 8 Agustus 2022.

Walau surcharge fee ini bersifat sementara akan di evaluasi setiap 3 bulan serta tidak mengikat dari sisi maskapai tetap akan membawa dampaknya kepada para pengguna jasa transportasi udara dan juga maskapai serta lebih luasnya lagi yaitu industri penerbangan nasional.

Bagi air traveler yang menjadikan transportasi udara sebagai moda transportasi utama maka kenaikkan ini jelas akan menambah daftar pertimbangannya untuk berpergian khususnya untuk berlibur namun bagi pengguna dari dunia bisnis atau Corporate, kenaikkan ini tidak sepenuhnya mempengaruhi ketika perjalanan dinas sangat diperlukan.

Akan tetapi jangan dilupakan bahwa kenaikkan ini juga akan mempengaruhi program loyalty (frequent flyer) yang diberikan kepada penggunanya, sehingga ada kemungkinan bila kita ingin menukarkan poin kita untuk terbang kini harus menambah biaya surcharge fee ini.

Nah jadi pikirkan dahulu matang matang jika ingin menukarkan poin kita selama masih diterapkannya surcharge ini karena perhitungan pada base fare dengan menyesuaikan pemberlakuan surcharge fee ini, untuk lebih valid informasi nya mungkin ada baiknya menanyakan hal ini pada maskapai bersangkutan.

Bagi maskapai dan lebih luasnya yaitu penerbangan nasional, kenaikkan ini seperti pil pahit yang harus ditelan agar dapat sembuh kembali dari sakit yang diakibatkan oleh Pandemi.

Penurunan permintaan kursi penerbangan anjlok yang membuat seluruh maskapai harus menyesuaikan keadaan dengan berbagai cara tak terkecuali pengembalian pesawat ke pihak leasing dan.pengurangan karyawan.

Dua hal ini yang kini masih dirasakan dan dihadapi oleh hampir seluruh maskapai didunia karena ketika wanderlust dari wisatawan tak terbendung lagi maka permintaan kursi naik sedangkan beberapa maskapai masih harus menyelesaikan persiapan reaktivasi operasional nya secara penuh seperti sebelum Pandemi.

Keadaan bisa lebih parah jika melihat dampak pengurangan armada pada maskapai karena pengurangan armada juga berarti pengurangan frekwensi dan jumlah rute penerbangan yang sebelumnya dimiliki maskapai.

Sebagai ilustrasi jika satu pesawat dapat melayani penerbangan jarak pendek sebanyak 5 kali dalam sehari, penerbangan disini bisa mempresentasikan penerbangan ke satu destinasi dengan frekwensi penerbangan sebanyak 5 kali serta penerbangan ke lebih dari satu destinasi, maka bila pesawat tersebut dikembalikan ke pihak leasing maka ada 5 kali frekwensi terbang dan atau 5 rute penerbangan tersebut dihilangkan atau dikurangi oleh maskapai.

Nah apabila satu pesawat menghilangkan 5 frekwensi penerbangan, bagaimana jika sepuluh atau lebih pesawat yang dikembalikan dari satu maskapai ? bagaimana pula jika ada lebih dari satu maskapai yang juga mengembalikan pesawatnya ?

Apa yang kemudian terjadi ? ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan kursi penerbangan.

Bagi maskapai yang tidak banyak mengembalikan pesawatnya berarti mereka hanya menghadapi kekurangan karyawan baik darat maupun udara, namun bagi maskapai yang mengembalikan pesawatnya harus menghadapi keduanya.

Dampaknya pada penerbangan nasional yaitu pengurangan pada konektivitas udara antar daerah dalam bentuk kursi kursi dan frekwensi penerbangan, apakah dampak ini tidak baik ? 

Tidak baik jika dibiarkan pada status quo sehingga diperlukan antisipasi untuk kedepannya karena jumlah pengguna jasa transportasi udara tidak menunjukan penurunan dari tahun ke tahun, begitu pula pada prediksi nya dimasa mendatang.

Jika tidak ada penambahan kursi kursi penerbangan baik itu dari maskapai yang sudah beroperasi ataupun maskapai baru, maka keseimbangan akan tidak dapat tercapai dan harga tiket pesawat juga akan menyesuaikan keadaan.

Surcharge fee hanya bersifat sementara dengan menyesuaikan dengan penyebabnya yang bisa bersifat sementara, akan tetapi ketidakseimbangan yang diakibatkan ketidaktersediaan kursi kursi penerbangan yang tidak secepatnya diantisipasi maka bisa berlangsung.lama, tidak sementara.

Bagi para pelaku wisata, ketersediaan kursi penerbangan adalah sebuah kebutuhan namun bagi pelaku industri aviasi seperti maskapai dan juga regulator, adalah sebuah keharusan yang selalu harus diantisipasi tuntas dan melihat jauh kedepan.

Ibarat kata, surcharge fee mungkin hanya batu kerikil yang tajam dan dapat memperlambat laju perjalanan tetapi ada batu besar di persimpangan yang harus disingkirkan karena dapat menghentikan perjalanan.

Referensi :

Satu | Dua | Tiga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun