Mohon tunggu...
Daffa Lakoro
Daffa Lakoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Salah satu Mahasiswa (baru) di Universitas Airlangga. Saya memiliki minat di periklanan, desain grafis, dan kepenulisan, hobi saya mempelajari tren-tren terbaru di media massa/sosial, menulis (novel/et, puisi, prosa), saya pernah menjadi editor esai untuk siswa-siswa di SMA saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Doomscrolling: Konsumsi Konten di Internet Memengaruhi Kesehatan Mental

21 Juni 2024   08:25 Diperbarui: 21 Juni 2024   08:28 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah jelas bahwa stoicism akan menjadi metode yang baik bagi doomscroller apabila diaplikasikan dengan benar. Sekali lagi, doomscroller melakukan doomscrolling karena kecemasan atas konflik yang terjadi. Dengan doomscrolling, hal itu malah akan menambah kecemasan mereka. Dengan stoicism, mereka akan sadar bahwa keluh kesah merekatidakakan ada gunanya dengan keadaan yang tidak bisa mereka tangani. Semua yang berada di luar jangkauan mereka, kalau mereka tidak mampu atau sanggup, dan hanya sekadar bermuram durja tidak akan mengubah apa-apa. Akan lebih baik bagi menerima fakta bahwa tidak ada yang bisa mereka lakukan dan mencoba fokus ke hal-hal yang mereka sanggup daripada menatap gelas kosong, atau, jika mereka memang khawatir dengan keadaan yang ada, mereka bisa memberikan kontribusi untuk meminimalisasi konflik tersebut.

Salah paham mengenai stoicisim adalah bahwa kita harus mengunci perasaan kita dan bersikap apati agar tidak mengganggu fokus kita dalam mengejar tujuan yang kita inginkan. Padahal sebenarnya, stoicisim mengacu pada prinsip "apa yang berada di luar kendalimu, biarkan, dan apa yang kamu sanggupi, fokuslah". Pemikiran ini dapat selalu kita aplikasikan ke kehidupan kita dalam aspek apapun, tujuannya untuk menjaga kesehatan mental kita dari hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak kejernihan berpikir. Bukan hanya melalui doomscrolling, namun bisa melalui hal-hal di luar itu, seperti hubungan yang toksik, lingkungan yang tidak teratur, narasi komparasi yang ditujukan kepada kita untuk menjatuhkan semangat, stoicisim bertujuan untuk selalu menjaga seseorang tetap fokus kepada hal-hal yang dapat mereka kendalikan. Hal-hal di luar itu, biarkan saja, luapkan, tidak usah peduli. Seandainya benar-benar peduli, akan lebih baik bagi kita untuk mencari cara untuk memberikan kontribusi agar sesuatu 

yang kita pedulikan itu mendapat hasil dari kepedulian yang ada, dan bukan malah merusak pikiran kita karena hal-hal yang tidak jelas.Stoicism akan menjadi terasa sangat sulit apabila berusaha ditumbuhkan oleh diri sendiri. Walau stoicism sebenarnya ditujukan agar seseorang tidak perlu mengutarakan perasaannya kepada orang lain, perlu ada rangsangan atau stimulus dari luar agar pemikiran tersebut dapat muncul.

Dengan begini, penulis berharap semua pengguna internet dapat mengolahinformasi yang mereka konsumsi ketika sudah bertemu dengan hal-hal berbau kabar buruk atau negatif di media sosial atau media kabar lainnya. Dengan stoicism yang benar dan efektif, suatu individu harusnya dapat mengolah kesehatan mental mereka, menjaga kejernihan dan fokus mereka berada dalam satu jalan yang membawa ke tujuan akhir yang mereka inginkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun