Mohon tunggu...
Amrina Salmah
Amrina Salmah Mohon Tunggu... -

Menulis itu bukan mengajari apalagi menggurui, menulis itu berbagi dan ladang introspeksi diri. Save Our Writing\r\n\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju 2014

19 April 2011   08:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gempa politik sering terjadi di negara kita ini, seperti kasus terbongkarnya para aleg yang tersangkut korupsi ataupun kasus perselingkuhan mereka terhadap pasangan hidupnya ataupun kasus kasus lainnya yang memang tidak layak dilakukan oleh seorang pemimpin. Jika negara diibaratkan sebagai sebuah kapal maka pemimpin adalah nahkodanya. Seorang nahkoda yang baik dapat menjadi pemimpin di segala cuaca saat perjalanan kapal berlangsung. Jadi kualitas dari seorang pemimpin menjadi sangat menentukan baik buruknya perjalanan sebuah negara.Namun seperti yang kita ketahui idealita kadang memang jauh dari realita. Kekecewaan terhadap  keadaan seperti itu memang  hal sangat yang wajar. Bahkan Rosulullah Saw. bersabda: "Apabila engkau menyukai kebaikan dan engkau tidak menyukai kejahatan, maka engkau termasuk orang yang beriman (mukmin)."(HR. Adh-Dhiya').

Lalu mungkin kita ada yang berpendapat, ah berita negatif bisa saja fitnah. Biasalah bad news is a good news bukan?Ah saya memang tidak bisa menjawab mana fitnah mana bukan. Itu tugas para aparat hukum untuk menuntaskan segala kasus kasus yang terjadi. Saya jadi ingat lagu yang dinyanyikan oleh seniman legendaris , Iwan Falz,

Apakah selamanya politik itu kejam, apakah selamanya dia datang untuk menerjang. menjilat....menipu...memperkosa hak hak sewajarnya....

Jadi wajar jika ada pendapat, bisa jadi itu semua fitnah belaka atau berita berita negatif itu hanyalah junk information. Rasulullah menyebutkan dalam redaksi Al Bukhari dan Muslim, “Siapa yang mengatakan manusia telah hancur, maka dialah orang yang paling hancur.” Oleh sebab itu jika memang keadaan ini sudah gelap yang kita lakukan adalah tidak mengutuk kegelapan itu. Kita jangan mengutuk zaman karena akan menjadikan kita berputus asa. Apabila terjadi fitnah atau kebenaran masih on the way, sebagai rakyat biasa yang dapat kita lakukan adalah tomingse alias tolong mingkem sedikit, yakni sikap sabar ,berkata baik atau diam sampai kebenaran itu bisa dibuktikan dengan fakta.

Lalu apakah sebagai rakyat kita bisa menajdi bagian dari  wind of change.

Tugas kita adalah menikahkan antara idealita dan realita yang terjadi,kita harus  mengkoreksi pemimpin saat melakukan kesalahan agar kesalahan itu tidak menyebabkan kemudorotan yang besar dan itu merupakan bukti keimanan kita. Ya, hidup bagai berkendaraan, jika mobil kita hanya memiliki pedal gas dan tidak ada rem. Apakah yang akan terjadi?. Inilah yang memang harus dipahami oleh pemimpin kita. Namun sering sering mengerem pun mobil akan terjungkal bukan? .

Lalu apakah harapan itu masih ada? Sebab saat ini atau kemarin yang kita ketahui adalah politik = fearness. . Alangkah baiknya kondisi saat ini atau kemaren kita lihat sebagai wadah evaluasi  untuk memperbaiki keadaan mendatang. Memelankoliskan sebuah sejarah/peristiwa sebelumnya  ibarat  terlalu banyak melihat kaca spion saat sedang berkendaraan. Bisa jadi  kita akan menabrak bahkan masuk jurang. Sebab, bagaimanapun finish itu adanya didepan bukan dibelakang  Lalu bagaimana agar pemilu 2014 melahirkan pemimpin yang lebih baik dari saat ini?

Selain mengkoreksi sikap buruk pemimpin akan lebih indah jika kita juga mau berintrospeksi diri dan memulai mencontohkan sikap-sikap baik dari diri kita sendiri dulu. Sebab Rosululloh bersabda,  "Sebagaimana kualitas kalian begitulah pula pemimpin kalian." (HR. Ad Dailami). Dari hadits ini kita memahami bahwa pemimpin dan rakyat itu ibarat cermin.

Jika kita melihat pemimpin kita korupsi misalnya, maka yang kita benci adalah sikapnya bukan orangnya. Begitu pula jika kita melihat pemimpin kita tidak amanah atau arogan, sekali lagi yang kita benci adalah sikap-sikap tersebut, sebab sikap-sikap buruk seperti itu dapat terjadi diberbagai lingkungan kehidupan baik di perusahaan, di sekolah dan dimanapun bahkan dirumah kita sendiri. Hanya saja bedanya kita bukan orang yang disorot oleh media. Sebab kita hanya rakyat biasa. Tetapi pada dasarnya kita adalah pemimpin, sesuai ruang lingkup kita.

Rosul juga bersabda: "Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya. Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya. "(HR. Bukhari dan Muslim)

And if we're mukmin, Bad destiny is good destiny.....maka sikap terbaik kita adalah meningkatkan kualitas diri kita agar semakin baik. Seperti sabda Rasulullah Saw.: "Ibda binnafsik (mulailah dari diri anda sendiri)". Karena bagaimana kualitas kita begitulah kualitas pemimpin kita di masa mendatang.

Sungguh mudah bagi Allah memberikan keberkahan pada negeri kita. Sesuai janji Allah SWT, "Seandainya penduduk sebuah negeri beriman dan bertakwa, niscaya akan Kami turunkan keberkahan dari langit dan bumi" (QS. Al A'raf :96)

Ada juga yang berpendapat, ah gue mah ga suka politik jadi gue ga akan apatis aje dah   ...Hehehe...jadi ingat kata kata Aristoteles, manusia = zoon politican alias makhluk politik. Jadi keapatisan anda ya cara anda berpolitik menghadapi keadaan negeri kita.

Oleh sebab itu agar pemimpin kita memiliki political quotient yang semakin baik  itu tergantung dari usaha kita dalam memperbaiki diri kita sendiri.

Selain itu saya jadi teringat perkataan Umar Bin Khottob, " Belajarlah kalian sebelum menjadi pemimpin". Karena seorang pemimpin bila belajar sewaktu memimpin tidak akan mendapat kesempatan untuk belajar karena kesibukannya. Maka, bagi para calon pemimpin di Pilkada/Pilpres selanjutnya yang harus dipersiapkan adalah belajar dari pemimpin pemimpin sebelumnya agar tidak mengulangi kesalahan kesalahannya.

Menuju 2014, menuju baldatun tayibatun wa robbun ghofur. Menuju 2014 ,bagi saya harapan itu masih ada. InsyaAllah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun