Contohnya sifat kepribadian yang diukur dengan skala seperti ini meliputi apakah seseorang mudah menyesuaikan diri atau kaku, emosional atau tenang, cermat atau ceroboh, konvensional atau eksentrik, mudah cemburu atau tidak, sopan atau kasar, pembosan atau tekun, lembut atau keras, rendah hati atau sombong, dan lemah atau bersemangat. Sejumlah ilmuwan sosial menerangkan politik sebagai refleksi sifat kepribadian. Studi lain berusaha menentukan sifat yang mencakup kepribadian konservatif.
TEORI TIPE.
Teori ini mengklasifikan orang ke dalam kategori-kategori berdasarkan karakteristik yang dominan atau tema pokok yang timbul berulangkali dalam perilaku politik mereka. Meskipun kebanyakan upaya untuk menguraikan kepribadian politik telah menerapkan teori tipe berfokus pada karakter dan gaya pemimpin politik, di sini perhatian kita adalah pada mereka yang etlah menggunakan teori tipe untuk memperhitungkan bagaimana khalayak komunikasi politik belajar menanggapai dengan berbagai cara.
Dalam teori ini berdasarkan perbedaan dalam pengaruh orang tua terhadap kepribadian seseorang terbadi pada beberapa tipe golongan, diantaranya:
(1) Golongan Inaktif adalah sesorang yang berpartisipasi dalam organisasi politik atau sosial di suatu tempat, mereka sama memiliki tipe asuhan orang tua yang sama. Orang tua mereka mengkhawatirkan kesehatan, konformitas, dan kepatuhan akan tuntutan orang tua.
(2) Golongan kovensionalis terdiri dari anggota perkumpulan laki-laki dan perempuan. Orang yang relatif sedikit keterlibatannya dalam politik dan merupakan stereotif “Orang Biasa” yang konvensional, orang tua yang konvensional pada umumnya setia kepada nilai sosial tradisional seperti tanggung jawaban, konformitas, prestasi, dan kepatuhan serta menuntut perilaku yang patut secara sosial dari anak-anak mereka. Oarang tua ini menggunakan hukuman fisik fisik dan psikologis dalam mendidik anak-anak mereka.
(3) Golongan konstruktivis bekerja pada proyek pelayanan sosial, tetapi jarang menjadi peserta protes yang terorganisasi; orang tua mereka menekankan disiplin, prestasi, dan keandalan, pengungkapan diri yang terbatas, dan menggunakan hukuman nonfisik. Mereka lebih diakrabi anak-anak mereka ketimbang orang tua golongan konvensionalis.
(4) Golongan aktivis mengajukan protes ataus kekecewaan mereka terhadap kejelekan masyarakat yang dipersepsi dan juga turut dalam proyek pelayanan masyarakat untuk memperbaiki keburukan itu, orang tua mereka mendorong anak-anak merela untuk independen dan bertanggungjawab, mendiring ekspresi diri berupa jenis agresi fisik, dan keurang menekan disiplin jika dibandingkan dengan kelompok yang diuraikan diatas. Namun mereka mengenang hubungan dengan orang tua sebagai hubungan yang kaku.
(5) Golongan penyingkin (disenter) adalah yang hanya terlibat dalam protes-protes terorganisasi. Orang tua golongan ini tidak konsisten dalam melaksanakan pendidikan anak. Mereka serba membolehkan (permisif) dalam bidang tertentu,d an sangat ketast (restriktif) dalam bidang lain, mereka kurang menekankan indenpedensi dan kedewasaan yang dini dibandingkan dengan orang tua yang lain, namun menuntut prestasi melalui persaingan. Golongan pengingkar jauh lebih cenderung unturk memprotes sebagai bentuk pemberontakan terhadap orang tua daripada dalam golongan yang lain.
Kebaikan atau kekurangan tipologi seperti itu di sini bukan pokok masalah, melainkan hanya contoh tentang bagaimana para sarjana kadang-kadang mencoba menerangkan politik sebagai refleksi kepribadian. Berbeda dengan teori sifat, pandangan tipe bukan menujukan kecenderungan yang menentukan perilaku, melainkan berfokus pada konsfigurasi perilaku yang memisahkan orang terhadap satu sama lain. Namun, baik dalam teori sifat maupun teori tipe, masa kanak-kanak mempengaruhi permainan peran utama dalam memberi bentuk kepada pengungkapan politik. Tema bahwa manusia politik itu dilahirkan dari anak, sekali lagi terjadi.
TEORI FENOMENOLOGIS.