Kebijakan pendidikan di Indonesia kembali menjadi sorotan setelah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu'ti, mengumumkan rencana mengevaluasi beberapa program utama, termasuk Kurikulum Merdeka, PPDB Zonasi, dan penghapusan Ujian Nasional (UN). Langkah ini menuai berbagai reaksi, dari harapan besar hingga kekhawatiran akan perubahan sistem yang belum sepenuhnya dimengerti masyarakat.
Apa yang Salah dengan Kurikulum Merdeka?
Kurikulum Merdeka diperkenalkan untuk memberikan fleksibilitas kepada sekolah dan siswa dalam menentukan cara belajar. Namun, sejumlah pendidik dan orang tua mengeluhkan kesenjangan implementasi di lapangan. Beberapa sekolah di daerah terpencil merasa kesulitan menyesuaikan diri karena minimnya fasilitas dan pelatihan yang memadai.
"Konsepnya bagus, tapi pelaksanaannya berat bagi sekolah dengan sumber daya terbatas," ujar Lita, seorang guru di daerah pedalaman.
PPDB Zonasi: Solusi atau Masalah Baru?
PPDB Zonasi dirancang untuk memastikan pemerataan pendidikan, tetapi pelaksanaannya sering kali menciptakan kontroversi. Orang tua mengeluhkan ketidakadilan karena anak-anak yang memiliki nilai tinggi sering kali tidak diterima di sekolah favorit hanya karena jarak rumah yang jauh.
"Anak saya sudah belajar keras, tapi tidak masuk sekolah impian hanya karena aturan zonasi," keluh Anwar, seorang wali murid.
Kembalinya Ujian Nasional: Sebuah Solusi?
Penghapusan UN awalnya dipuji karena dianggap mengurangi tekanan berlebihan pada siswa. Namun, evaluasi berbasis sekolah ternyata menimbulkan masalah baru, seperti perbedaan standar penilaian yang tidak merata. Wacana kembalinya UN kini dipertimbangkan sebagai cara untuk memastikan standarisasi hasil belajar di seluruh Indonesia.
Apa Kata Pakar Pendidikan?