Mohon tunggu...
NAGA RAJA
NAGA RAJA Mohon Tunggu... karyawan swasta -

futurized

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ulama di Balik Suksesi Kepemimpinan

19 Juni 2014   01:53 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:12 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca ditetapkannya Jokowi dan Prabowo sebagai Capres 2014, keduanya gencar menggalang dukungan dari para ulama dan kiai di seluruh Indonesia.Dengan demikian, suara alim ulama terpecah dua. Ada yang mendukung Prabowo, dan yang lain mendukung Jokowi. Artinya, dua-duanya itu saling didukung oleh para ulama dan kyai. Sementara itu, kalangan para santri dan masyarakat tradisional masih menempatkan ulama dan kyai sebagai penentu dari setiap pilihan langkah hidupnya. Termasuk dalam hal memilih calon pemimpin.

Dukungan para ulama dan kyai, bisa memunculkan dukungan fanatis dari para santri dan masyarakat tradisional. Sangat mungkin akan ada persaingan ketat dalam kompetisi Pilpres 2014 ini. Sedikit kecemasan pun muncul. Pasalnya, dukungan fanatis itu bisa memicu perpecahan dan konflik keras. Namun, sekiranya bangsa ini sudah cerdas. Tidak mudah begitu saja terjebak dan tergiring ke dalam konflik keras.

Jika mellihat sejarah bangsa ini, adanya dukungan para ulama dan kyai dalam setiap perubahan suksesi kepemimpinan sudah terjadi sezak zaman raja-raja. Dari zaman Demak Bintoro sampai Mataram di Yogyakarta dan Surakarta. Banyak peristiwa sejarah terkait suksesi para raja di zaman itu tidak lepas dari peran kyai atau ulama dan bahkan wali sebagai penentu. Namun, sekiranya belum pernah ada kajian mendalam yang mencoba mengurai fakta sesungguhnya di balik adanya peran atau dukungan ulama dan kyai dalam setiap proses suksesi kepemimpinan itu.

Peta politik kenusantaraan sejak zaman Demak Bintoro dengan adanya ontran-ontran terbunuhnya Pati Unus di Laut Utara, tidak lepas dari adanya intrik pihak lain di luar para ulama dan kyai. Demikian pula dengan konflik yang pernah terjadi di antara Mataram dan Giri Kedhaton. Juga terbunuhnya ribuan ulama di Alun-alun Keraton Mataram Plered di zaman Sunan Mangku Rat I. Jauh sebelum itu, suksesi melibatkan ulama dan kyai yang dimungkinkan pula ada pihak lain yang menunggangi terlihat jelas dalam sejarah kekalahan konstantinopel dan bizantium oleh Ottaman.

Namun demikian, lepas dari sejarah suksesi Raja-raja di Nusantara dan kecurigaan adanya pihak lain di luar para ulama dan kyai, Islam memang mewajibkan umatnya untuk berperan aktif dalam memlih calon pemimpin. Dalilnya sebagaimana memilih imam shalat, yaitu yang terbaik di antara umat merupakan yang terbaik di hadapan Allah yang seharusnya dipilih. Kecuali itu, juga prasyarat segala sesuatu harus diserahkan kepada ahlinya atau yang memiliki kriteria amanah (jujur), fathonah (cerdas), siddiq (jujur) dan tablegh (bisa mendidik).

Dalamhal perbedahan pilihan, sekiranya itu hal yang wajar. Di kehidupan para ulama, perbedaan pendapat justru merupakan upaya menemukan sari pati hikmah yang dilandasi ijtihad bersama dan rujukan yang jelas. Yaitu, pendapat para ulama terdahulu yang bersumber dari Quran, hadits dan kitab-kitab ulama masyhur lainnya. (disarikan dari tabloidposmo).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun