Maka manakala siaran sepakbola dari televisi dipindahkan ke layar lebar, supaya warga satu RT (Rukun Tetangga) atau komunitas dapat nonton bareng atau bersama. Tidak jarang gelak tawa dan hal lucu muncul dengan sendirinya.
Namun, suasana itu tidak jarang dirusak oleh komentar host atau presenter, pembawa acara olahraga televisi yang menyiarkan secara langsung, olahraga sepakbola pada khususnya.Â
Host tidak hanya memandu siaran supaya menarik, sembari menunggu pertandingan dimulai. Dengan menghadirkan beberapa praktisi, ahli atau pemerhati olahraga tertentu. Agar siaran berjalan sesuai koridor waktu yang telah ditentukan.Â
Tetapi tidak sedikit host atau presenter menjadi nara sumber ketiga. Ikut menjadi ahli, pengamat yang tidak mumpuni tetapi malah mudah justifikasi, baik buruknya seorang pemain atau tim saat ada  di lapangan.
Bayangkan, sebelum atau saat pertandingan mulai. Presenter atau komentator melakukan analisa serta prediksi yang tidak akurat. Padahal tidak sedikit penonton itu hanya ingin menikmati ketegangan dan naiknya adrenalin saat proses gol tercipta atau tidak.
Itu dua alasan mengapa saya tidak pernah lagi nonton saluran atau chanel televisi, siaran olahraga dalam atau luar negeri. Khususnya dengan komentar dan presenter dari televisi lokal. Tadinya, cuma dua. Kini hampir semua saluran televisi yang menyiarkan acara olahraga tidak saya tonton. Lebih baik memilih berbagai chanel olahraga lewat YouTube. Tinggal pilih mana yang menjadi kebutuhan dan kesukaan.
Alasan ketiga, saya tak suka cara presenter dalam luapkan kesenangan, kegembiraan. Manakala kesebelasan dukungan kita menciptakan gol. Kemudian presenter meluapkan dengan kata gol panjang. Seolah-olah dia ikut gembira bersama kita namun dari bahasanya atau ungkapannya. Tidak ada ruh kesenangan atau kegembiraan sebagaimana kita alami.Â
Termasuk saat kesebelasan Indonesia berhasil membuat gol ke gawang lawan. Ungkapan kegembiraan presenter tidak dapat mewakilinya kegembiraan dan kesenangan, para pendukung serta penonton sepakbola Indonesia. Walau kata golnya dipanjangkan atau diulang-ulangi.
Buat apa ucapkan atau teriakan kata gol dengan panjang, jika itu hanya mencontoh kebiasaan presenter televisi dari negara lain. Tidak memberi nilai lokal negeri sendiri. Apakah ini menunjukkan kurang kreatifnya presenter ?