Tujuannya tidak lain demi kecepatan respon atau reaksi. Sebagai  ukuran akan capaian sesuatu yang dianggap menarik. Menjadi  perhatian, sehingga trending, pusat pembicaraan atau rerasan di berbagai media sosial.
Apakah sebatas itu tujuan ngonten ? Apakah jumlah followers dan mendapat tanda suka sebagai ukuran keberhasilan sebuah konten ? Apakah performa berkualitas sebuah akun media sosial cukup dinilai dari banyaknya followers atau perolehan ikon ibu jari atau tanda hati ?
Pergeseran nilai sedang terjadi. Orientasi serta ukuran akan nilai-nilai berubah, sebagian orang kurang mampu mengendalikan diri. Sehingga cukup meresahkan sebab ukuran nilai sosial, kemanusiaan, moral atau etik serta estetis tidak lagi berpusat pada manusia namun pada handphone.Â
Walau di dalam handphone memuat dan menyajikan banyak informasi dan pengetahuan tentang yang baik dan buruk. Namun handphone kurang mampu untuk diajak melihat setiap persoalan secara komprehensif atau menyeluruh. Kemampuannya terbatas secara parsial atau sepotong-sepotong sesuai dengan panjang lebar layar atau tampilan.
Handphone telah mereduksi kemampuan manusia. Sebagaimana penilaian kualitas karya di media sosial cukup hanya dengan tanda ibu jari dan hati. Itulah yang menjadi salah satu alasan waktu itu untuk mengakhiri aktivitas upload atau ngonten. Disamping minimnya jumlah penonton yang memutar video dan memberi tanda  ibu jari atau tanda hati.Â
Kegundahan tersebut dipahami oleh seorang teman. Kemudian dia mempertanyakan kembali apa tujuan saya ngonten ?
Belum sempat saya menjawab, teman menjelaskan. Â Di dunia maya dengan netizen yang beragam usia, tingkat pemahaman, pengetahuan dan pengalaman. Membutuhkan informasi atau konten-konten penyeimbang. Konten yang mampu menyajikan sisi lain dari konten yang sedang banyak ditonton atau dikonsumsi oleh warga net saat ini. Sayangnya tidak sedikit konten tersebut salah, kurang tepat, tidak benar, tidak lengkap, tidak sesuai konteks dan tidak utuh runtutan peristiwa atau ceritanya.
Sontak pikiran ini seperti terbuka lagi. Dan teman melanjutkan ucapannya, saat ini banyak informasi yang kurang kredibel. Susah dipertanggungjawabkan kebenarannya, cenderung menyesatkan, mengumbar rasa tidak senang atau tidak suka. Lewat informasi jauh dari kata benar. Belum lagi dengan kata-kata kasar jauh dari kesantunan atau etiket berkomunikasi.
Diperlukan konten yang mampu meluruskan, melengkapi keterangan tentang berbagai informasi secara lengkap dan berimbang. Tujuannya agar mereka yang mengonsumsi berita, informasi lewat gambar atau film tersebut tidak terjebak dalam informasi atau berita yang salah dan tidak benar.