Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Traveler Penjaga Alam Itu, Tidak Biasa "Berrr" di Jalan

17 April 2023   23:32 Diperbarui: 17 April 2023   23:43 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah (foto: koleksi pribadi ko in)

Persoalan menjaga dan melestarikan alam bukan hanya tugas dari mereka yang hidup di gunung, di hutan, di pedesaan atau bekerja di lembaga pelestarian alam dan kelompok atau perorangan yang mencintai alam. Namun, kita semua memiliki kewajiban untuk menjaga alam.


Menjaga alam itu artinya tidak hanya menjaga hutan, gunung, laut atau tempat-tempat yang masih hijau dan asri akan keadaan lingkungannya. Mindset tersebut mesti diperbaiki, mengembalikan pada arti yang sebenarnya tentang alam.

Tidak pandang bulu profesi atau apa pekerjaannya karena manusia hidup di bumi yang nota bene adalah bagian dari alam itu sendiri. Alam adalah tempat tinggal dan rumah bagi manusia maka wajib dijaga dan dilestarikan.

Semestinya tidak memaknai tempat lain, daerah lain yang jauh dari rumah atau tidak ada keterkaitan dengan pekerjaan atau kepentingan. Bukan merupakan bagian dari hidup dan kehidupannya atau bukan alamnya.

Jelas bumi atau alam ini tempat tinggal kita. Artinya milik bersama kita sebagai manusia dengan mahluk hidup lainnya. Tidak hanya hewan tetapi juga tumbuhan. Hak dan tanggung jawab pengelolaan terhadap bumi yang berbeda-beda dan kita sebagai manusia memiliki hak dan tanggung jawab yang besar. 

Namun yang terjadi saat ini, tidak sedikit orang sebagai individu beranggapan, bahwa tempat lain. Tempat yang bukan dalam lingkup tempat dan tinggal, tidak dipahami sebagai tempat tinggalnya. Ini sama artinya menganggap tempat lain yang dipisahkan oleh jarak, ruang dan waktu bukan sebagai tempat tinggalnya. Bukan buminya dan bukan alamnya. 

Dikotomi (foto:ko in)
Dikotomi (foto:ko in)

Maka terjadilah dengan apa yang disebut ketidakpedulian. Masa bodoh karena merasa bukan bagiannya dan bukan tanggung jawabnya. Muncul sikap pembiaran. Cuek saat melihat sesuatu atau hal yang tidak benar dan tidak beres. 

Ini merupakan penyebab kesadaran untuk menjaga alam rendah. Memberikan makna tentang alam dalam pengertian sempit. Mendikotomikan tempatku dan tempatmu. Padahal, tempatmu dan tempatku sejatinya adalah kesatuan yang tidak mungkin dipisahkan dalam pemahaman serta kesadaran akan hidup di alam.

Saat cuti atau libur bersama di hari raya biasanya tidak sedikit orang memanfaatkan untuk berlibur bersama dengan keluarga dan handai taulan di berbagai obyek wisata di tanah air, di Indonesia aja. 

Transportasi perjalanan/mudik (foto: ko in)
Transportasi perjalanan/mudik (foto: ko in)

Seperti pantai, kebun raya dan kebun binatang, puncak dan daerah pegunungan yang begitu menarik pemandangan alamnya. Boleh jadi ini merupakan representasi dari sebagian orang yang bangga berwisata di Indonesia.

Bagi mereka yang mudik, kampung halaman merupakan tempat yang selalu dirindukan karena banyak cerita indah dan lucu tentang masa lalunya. Maka tidak heran jika ada sebagian pemudik, para traveler musiman, yang terkejut karena ada perubahan di kampung halamannya.

Perubahan itu sebuah keniscayaan yang tidak mungkin dihindari namun akan lebih mengecewakan jika para pemudik tidak memberikan contoh baik bagaimana menjaga dan merawat kelestarian lingkungan, khususnya saat berada di kampung halaman.

Sampah (foto: koleksi pribadi ko in)
Sampah (foto: koleksi pribadi ko in)

Khususnya dengan membuat menumpuknya sampah-sampah anorganik selama ada di desa atau kampung halaman, yang tidak mudah terurai oleh alam.  Terbiasa oleh budaya instan dari kota, yang sangat boros dalam menghasilkan sampah anorganik seperti sampah berbahan plastik, kaca, karet dan kaleng.

Terbiasa begitu saja meninggalkan sampah anorganik di kota. Sehingga lupa, saat meninggalkan desa atau kampung halaman usai mudik. Meninggalkan juga, perilaku kurang baik ke tempat asalnya dengan meninggalkan sampah-sampah anorganik.

Jikalau tidak demikian, ada sebagian orang yang khususnya pemudik atau traveler musiman kurang dapat menjaga kebersihan tempat umum seperti jalan yang dilalui. Apalagi jika perjalanan dengan membawa kendaraan pribadi. Tidak sedikit kendaraan yang tidak melengkapi dengan tempat atau kantung sampah sendiri.

Di era milenial, masih saja ada sebagian orang yang gemar membuang sampah sembarangan di jalan raya. Khususnya di tempat sepi, yang tidak begitu padat arus lalulintasnya. Seperti di hutan atau tempat perbatasan kota dengan kabupaten dan desa.

Jalan sepi (foto:ko in)
Jalan sepi (foto:ko in)

Mereka merasa aman karena tidak ada yang melihat atau merekam aksi  buang sampah sembarangan, "Berrr....." dari jendela mobil. Lebih memprihatinkan lagi jika membuang sampah di balik pohon besar atau tempat tersembunyi lainnya, dengan pura-pura turun dari mobil tengok kanan kiri mencari arah atau mencari sinyal.

Mendikotomi tempat, jalanmu bukan jalanku yang biasa dilalui. Padahal jalan adalah bagian dari alam yang harus dijaga juga kebersihannya agar tidak mencelakai pengguna jalan lain. Gara-gara sampah yang berterbangan sehingga mengganggu pandangan pemakai jalan.

Untuk itu kami terbiasa menyiapkan beberapa hal agar tidak ikut andil menjadi traveler yang membuat kotor jalan. Sebab jalan, sejatinya bagian dari alam yang harus dirawat dan dipelihara dengan baik. Dengan tidak membuang sampah sembarangan.

Melakukan perjalanan jauh memang sebaiknya membawa barang-barang yang praktis namun tidak berarti praktis dibuang, setelah dipakai atau digunakan.  Sebab hal itu akan meningkatkan jumlah volume sampah anorganik.

Siap lakukan perjalanan (foto:ko in)
Siap lakukan perjalanan (foto:ko in)

Pertama, menyediakan tempat sampah dalam kendaraan pribadi.

Kedua, jika tidak memungkinkan dengan poin pertama. Kami sediakan beberapa tas kresek bekas sejak dari rumah. Ini merupakan upaya mengurangi limbah tas kresek, yang tidak memungkinkan kami tolak saat belanja. Apakah karena lupa membawa tas sendiri, atau karena tidak muat.

Ingat praktis bukan berarti praktis dibuang. Ada baiknya mulai mulai membiasakan mindset berpikir praktis karena yang dibuang mudah didaur ulang.

Ketiga, membawa persediaan air minum dari rumah. Bukan lewat air minum kemasan botol plastik tetapi tempat minum atau makanan yang biasa dipakai untuk menyimpan berbagai bekal.

Wadah air minum kemasan memang dapat didaur ulang dan bungkus makanan trend saat ini banyak dibungkus plastik. Tapi kami terbiasa minta dibungkus dengan kertas atau daun jika ada. 

Keempat, saat membuang sampah tidak harus saat itu juga saat masih diperjalanan mudik atau berlibur ketempat wisata. Namun dibuang di tempat tujuan seperti kampung halaman atau tempat wisata yang banyak menyediakan tempat sampah. 

Kelima, jika tidak memungkinkan, sebagai pilihan kami membuang di pom bensin atau SPBU terdekat yang selalu menyediakan tempat sampah. 

Jalan dan pemandangan (foto:ko in)
Jalan dan pemandangan (foto:ko in)

Saat ini banyak jalan yang menghubungkan satu kota dengan kota lain, kanan kirinya menyajikan pemandangan yang indah. Semestinya membuka pemahaman dan kesadaran bahwa jalan itu juga alam. Bagian dari tempat tinggal manusia yang patut dan perlu dijaga, dengan cara yang sangat sederhana. Tidak membuang sampah di jalan.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi tidak hanya saat Samber THR dan Samber 2023 Hari 17 .

Di Indonesia Aja, Bangga Berwisata di Indonesia, Samber THR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun