Mereka memiliki solusi untuk memecahkan persoalan ketergantungan kedelai impor. Dari pembinaan, pelatihan, pendampingan, pemberian insentif kepada petani kedelai. Sampai penyediaan bibit yang berkualitas namun rantai masalah seperti belum mampu diputus.
Mengherankan jika masalah tempe, tahu dan sari dele atau susu kedelai tidak teratasi selama bertahun-tahun karena ketergantungan pada kedelai impor. Belum lagi masalah tepung terigu. Teman tempe, yang menjadikannya lebih enak saat disantap. Â Juga berasal dari produk impor.
Makan siang kami waktu itu masih juga berlauk tempe garit, tempe mendoan dan sayur tahu. Atau sayur oseng tempe tahu kacang panjang.Â
Kami seperti tidak terpengaruh dengan kenaikan harga kedelai impor walau ketebalan tempe mendoan semakin tipis. Ada ayam goreng atau sate ayam dan kerupuk. Tempe mendoan atau tempe garit tetap jadi pilihan favorit. Apalagi jika disajikan saat masih panas.
Apa yang dapat saya berikan untuk mengatasi masalah kelangkaan kedelai impor ? Terus terang, saya tidak memberi  sumbang saran. Jikalau iya, saya tidak lebih seperti orang yang menggarami lautan. Apalagi ilmu pertempetahuan dan perkedelaian saya cukup dangkal.
Ada cara mudah jika tahu tempe semakin sulit ditemui di warung langganan. Kerupuk atau bakwan jadi pilihan selain telur dadar atau ceplok.Â
Sayur oseng tanpa tempe dan tahu ada penggantinya seperti teri, putih telor atau telur dadar yang diurak-arik. Bukan masalah serius. Masih ada sayur lodeh jipang krecek dan kentang. Sayur gori atau nangka muda sebagai pilihan.
Mahalnya kedelai impor bukan masalah. Siang itu sampai hari ini, Jumat (25/2). Kami masih menikmati tempe garit yang gurih dan tempe mendoan yang enak dimakan saat panas.