Akar masalah kenaikan harga kedelai khususnya kedelai impor tidak lepas dari permintaan yang cukup besar. Sementara kedelai lokal tidak dapat memenuhi permintaan dan kualitasnya tidak sebagus kedelai impor.
Cocok seperti yang disampaikan oleh teman bicara saya di meja makan, siang itu. Katanya, kualitas kedelai impor lebih bagus untuk dibuat susu kedelai karena lebih putih. Hasil rebusan atau sari dele dari kedelai impor nampak lebih kental. Tidak terlihat begitu encer.
Sementara jika menggunakan bahan kedelai lokal hasilnya coklat. Walau tanpa diberi coklat. Susu coklat memang ada. Tapi ketika bicara susu, konotasinya putih bukan coklat. Hal ini tentu kurang menarik. Belum lagi bicara tentang aroma susu kedelai dari bahan impor dan lokal.
Ukuran biji atau polong kedelai impor lebih besar dibanding kedelai lokal. Memudahkan untuk membuat tempe. Sedangkan yang kecil cocok untuk dibuat tahu. Ukuran kedelai lokal yang lebih kecil, juga tidak seragam. Maka ada kemungkinan untuk dibuat tempe hasilnya mripil atau rontok.
Masalah lain yang memicu kenaikan harga kedelai impor karena mengikuti harga kedelai dunia. Ketergantungan yang tinggi terhadap produk bumi dari Amerika Serikat, dalam riset yang dilakukan oleh para ahli mencapai 90 persen.
Gangguan suplai kedelai impor yang terganggu akibat turunnya produksi karena pengaruh alam di negara produsen. Seperti menyempitnya lahan pertanian dan naiknya upah tenaga kerja. Dapat mengakibatkan kenaikkan harga kedelai impor.
Belum lagi permintaan yang tinggi dari salah satu negara seperti Cina akhir-akhir ini mendorong naiknya harga dan berkurangnya suplai kedelai ke Indonesia.Â
Sementara produk kedelai lokal tidak mampu mengimbangi permintaan pasar, selain kualitas yang kalah dari kedelai impor. Harga juga tak mampu bersaing dari kedelai yang datang dari Amerika Selatan dan Amerika Serikat.