Tetangga perempuan terlihat menggendong bayi yang baru berusia beberapa minggu. Saat saya bertanya, "Anak siapa ?". Tetangga menyebutkan anak dari anak perempuannya, alias cucunya.
"Loh, kapan nikah?" Tanya saya dalam hati. Nyaris terlontar dari mulut, yang tidak dapat menyembunyikan keterkejutan. Apakah ini gara-gara pandemi Covid-19, semua informasi jadi terlambat sampai ? Apalagi hampir satu tahun lebih tidak ada pertemuan atau kumpulan di RT (Rukun Tetangga) dan jarang melihat anak tetangga tersebut.
Saat bertemu dengan ayahnya dalam suasana yang cair. Rasa penasaran saya tidak tertahan, "Wah, sudah jadi kakek." Kemudian dibalas dengan kata-kata yang nadanya antara kecewa dan tidak dapat berbuat apa-apa, "Yo ngonolah. Piye maneh." Artinya, "Ya begitulah, mau gimana lagi."
Bukan hanya dua kasus tersebut yang membuktikan bahwa pernyataan bidan dan catatan Dinas Kesehatan Sleman itu benar. Sebelumnya, beberapa kasus serupa juga telah terjadi.
Sebagian orang berpendapat, hamil sebelum menikah tidak akan terjadi jika remaja perempuan memiliki sikap tegas untuk menolak, melakukan hubungan seks sebelum menikah.
Ini terkesan tanggung jawab dan beban tertuju hanya pada perempuan. Padahal tidak tertutup kemungkinan pihak laki-laki yang selalu berusaha dan terus mencoba meruntuhkan pertahanan remaja putri. Bekal pengetahuan dan pendidikan perempuan, akhirnya bobol jika godaan bertubi-tubi datang. Mengapa tidak menyalahkan laki-laki yang terus menerus berusaha meruntuhkan pertahanan perempuan atau remaja putri. Atau remaja pria di desa saya termasuk golongan laki-laki tangguh ?
Untuk persoalan yang satu itu bagaimana? Sebab apa yang pernah dikatakan bidan posyandu yang kerap datang ke desa saya itu benar. Walau sudah disampaikan beberapa tahun lalu. Tetap saja ada kasus MBA atau hamil sebelum menikah di desa saya. Duh, kreatif bener. Tiga bulan setelah nikah, sudah punya anak. Rupanya, sudah berkembang budaya nyicil.
Andai Kartini diberi pena dan kertas atau gadget seperti smartphone "di sana". Mungkin berlembar-lembar surat Kartini masih terkirim sampai saat ini. Dan kita akan sibuk scroll ke atas atau swipe ke kanan layar handphone kita. Atau lebih ekstrim cari menu delete, untuk menghapus chat atau tulisan-tulisannya yang di share.