Seorang bidan dari sebuah Puskesmas atau fasilitas kesehatan (Faskes) tingkat pertama, saat melakukan pemeriksaan keliling dalam rangka pelaksanaan Posyandu rutin, pernah bercerita jika di desa saya angka kehamilan pada remaja tergolong cukup tinggi. Artinya terdapat kasus kehamilan tidak diinginkan atau hamil diluar pernikahan.
Informasi membuat saya tercengang dan membelalakkan mata. Bagaimana tidak, rata-rata perempuan di desa saya boleh dikata tingkat pendidikan mereka sampai Sekolah Menengah Atas. Baik sekolah umum atau kejuruan dan sebagian lagi masih kuliah di semester awal.Â
Pemahaman atau pengetahuan tentang alat reproduksi serta pendidikan seks. Boleh jadi mereka pernah mendapatkan. Seberapa besar memahami dan mengerti. Itu yang patut dipertanyakan jika sampai angka kehamilan remaja atau hamil diluar nikah tinggi.
Berdasar catatan Dinas Kesehatan Sleman sebagaimana dikutip Radar Jogja, pada bulan dua tahun ini, angka kehamilan tidak diinginkan pada remaja meningkat sebanyak 75 kasus. Totalnya 157 kasus Maret sampai Desember 2020. Sisanya kehamilan dari pasangan yang sudah menikah.
Saling lempar tanggung jawab sudah menjadi hal klasik dalam kehidupan sosial kita. Keluarga juga tidak kalah repot dalam upaya memberikan pendidikan yang berkualitas. Memilih sekolah atau lembaga pendidikan yang menurut mereka baik.
Tengok saja tidak sedikit orang tua yang kewalahan dan tidak cukup kesabaran dalam membantu anak-anak belajar secara online, selama masa pandemi Covid-19. Tidak sedikit orang tua yang merasa beban tanggung jawabnya bertambah, khususnya terkait pendidikan. Apalagi jika orang tua tidak mengetahui dan mendalami ilmu pendidikan dan pengajaran.
Usai aktivitas pembelajaran di sekolah, ada kesan sekolahan lepas tanggung jawab. Sementara jarang ada komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua terkait pendidikan siswa bagaimana pendidikan dan pelajaran dari sekolah dapat dipraktikkan di rumah dan lingkungan sosial siswa.
Menengok kembali kasus hamil sebelum nikah di kalangan remaja, pihak perempuan biasanya yang lebih berat menanggung beban. Baik beban sosial, ekonomi dan fisik. Jangan cepat-cepat menyalahkan pihak perempuan jika tidak ingin kena marah para aktivis perempuan, yang peduli terkait masalah reproduksi dan kesetaraan gender.