Entah sebagai upaya melupakan berbagai peristiwa tragis tumbangnya para drunken master. Atau memang karena rasa takut kalah dengan dorongan ingin tahu dan menikmati sensasi.
Hadi mantan peminum menceritakan pengalaman saat minum bersama dalam sebuah lingkaran terdiri dari 6 sampai 10 orang. Minumnya bergilir, gelasnya diisi minol atau oplosan yang terbuat dari fermentasi anggur. Dicampur air fermentasi ketan hitam, minuman bersoda dan susu kental manis. Tapi yang jelas minuman ini bukan jenis es soda gembira.
Mereka yang merasa kepalanya berat, dapat membalikkan atau menelungkupkan gelasnya sebagai tanda sudah tidak kuat. Selama tidak dibalik, gelas akan terus diisi dan dianggap masih kuat minum.
Hadi, warga Yogya bercerita kecanduan minol atau miras karena ingin tahu dan ingin merasakan. Tetapi saat saya temui dirinya mengaku sudah bisa melepaskan diri dari kecanduan miras.
Awalnya dari rasa ingin tahu hingga akhirnya mencari sensasi langsung pening atau menthit. Istilah atau kata dalam bahasa Jawa yang menggambarkan keadaan atau sesuatu ada di suatu tempat yang sangat tinggi dan jauh. Hingga sesuatu itu hanya kelihatan satu titik di tempat yang sangat jauh atau tinggi.
Kemudian tiba-tiba merasa tidak berdaya atau jeglek. Istilah atau kata dalam bahasa Jawa yang menggambarkan keadaan atau sesuatu mati, diam atau jatuh secara tiba. Tidak mampu melakukan apapun. Mengangkat kepala, apalagi berdiri susah. Kondisi mabuk di mana pikiran yang membebani seolah hilang semua. Walau ketika sadar masalah-masalah hidup tetap menuntut untuk diselesaikan.
Minol bagi sebagian orang adalah pelarian untuk sejenak melupakan masalah walau pada akhirnya menurut Hadi dan Tanto malah menimbulkan masalah baru. Saat mabuk dirinya tidak bisa berbuat apa-apa. "Saat saya mau pulang, saya mberangkang. Sebab tidak bisa berdiri," jelas Hadi.