Mencantumkan titel atau gelar akademis di depan atau belakang nama itu merupakan hak seseorang. Untuk memperoleh atau mendapatkan bukan perkara mudah. Melewati sebuah proses yang membutuhkan waktu, sehingga layak dihargai. Namun tidak sedikit orang menggunakannya dengan  kurang tepat. Apalagi jika mendapatkannya dengan cara yang tidak sehat.Â
Pertengahan tahun 80-an seorang cendikiawan dalam sebuah seminar yang dihadiri oleh berbagai kalangan. Baik dari lingkungan akademis, praktisi, profesional dan aparatur negara mengatakan. Penggunaan titel atau gelar akademis itu semestinya dipergunakan hanya saat berada dilingkungan atau kegiatan dan pekerjaan terkait dengan masalah pendidikan.
Lucu saat melihat dalam kampanye pilkada, pemilihan wakil rakyat bahkan kepala desa atau lurah. Tanpa merasa rikuh, mereka menampilkan foto diri dengan berbagai gelar akademis di depan atau belakang namanya. Pada poster atau selebaran yang di tempel di tembok, tiang listrik atau baliho yang dipasang di sudut persimpangan jalan raya.
Penjelasan cendikiawan tersebut tidak lepas dari penggunaan titel atau gelar yang salah kaprah sudah bertahun-tahun. Bahkan mungkin sampai sekarang. Ini tidak lepas dari budaya pamer dan pencitraan yang tumbuh di sebagian masyarakat kita. Namun kurang diimbangi dengan peningkatan kualitas diri terkait titel atau gelar yang diperolehnya.
Kedua titel atau gelar tersebut dulu pernah menjadi kebanggaan para orang tua jika anaknya berhasil lulus dari perguruan tinggi. Sehingga patut dipamerkan kepada kenalan dengan harapan martabat sosial keluarga terangkat.Â
Disini benang merah mengapa orang lebih memperhatikan gelar atau titel akademik daripada kualitas dan kemampuan melakukan pekerjaan secara profesional.Â
Tidak sedikit orang yang kurang paham akan arti titel dokterandus. Menurut sang cendikiawan, dokterandus itu setingkat S1 yang berarti calon doktor atau DR, setingkat pendidikan S3. Gelar, Drs diharapkan memacu pemilik gelar untuk melanjutkan pendidikannya sampai tingkat doktoral.Â
Bluffing lewat curiculum vitae (CV) atau riwayat hidup tidak menjadi masalah, selama digunakan pada saat yang tepat. Sah-sah saja mencantumkan titel atau gelar dalam CV saat melamar kerja di institusi pendidikan sebagai pengajar atau peneliti.
Demikian pula saat melamar kerja di tempat non kependidikan tetapi masih berkaitan dengan keilmuan dan keahlian sesuai gelar yang dimiliki.Â