Penolakan sebagian masyarakat untuk divaksin dalam rangka percepatan kekebalan kelompok atau herd immunity dan menekan angka persebaran Covid-19. Mesti dilihat dari beberapa aspek terkait pemahaman virus Covid-19 dan pengetahuan tentang apa dan bagaimana manfaat serta efek dari pemberian vaksin.
Apakah tidak berlebihan pemerintah memberikan sanksi kepada warga yang menolak divaksin. Jika mereka yang menolak masih menganggap remeh dan beranggapan bahwa virus Covid-19 itu tidak ada, sehingga muncul pemikiran bahwa pandemi merupakan konspirasi kepentingan tertentu.Â
Ini merupakan tugas pemerintah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman yang benar kepada mereka tentang virus Corona Covid-19, yang ragu dan menolak divaksin.Â
Pemerintah tidak perlu kaget dan gagap dengan temuan penelitian yang menyebutkan antara 16% sampai 40% responden menolak pemberian vaksin.Â
Bbc.com melaporkan salah seorang warga yang tinggal di provinsi tingkat penolakan pemberian vaksin tinggi sebagaimana hasil survei Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Mengaku karena takut jarum suntik dan timbul penyakit baru.
Penyakit baru yang dimaksud, apakah  efek samping yang muncul sesudah diimunisasi, pada umumnya? Atau karena kekhawatiran dan kekeliruan dalam menanggapi informasi yang beredar terkait dengan vaksinasi.
Rasanya kurang tepat mengintimidasi mereka dengan menakut-nakuti memberi berbagai bentuk sanksi jika menolak divaksin. Alangkah lebih baik, jika pemerintah rajin mengedukasi dan berkomunikasi dengan masyarakat terkait perlunya vaksin Covid-19. Guna mencegah penyebaran virus Corona Covid-19.
Memperbaiki informasi yang beredar terkait Covid-19 dan memperbanyak penyebaran pengetahuan apa, bagaimana, mengapa, bilamana dan siapa-siapa yang dapat tertular atau terkena virus Covid-19.
Pemberian sanksi tidak ubahnya seperti menakut-nakuti seseorang yang akan divaksin dengan mebesar-besarkan informasi terkait penggunaan jarum suntik. Ada yang mengatakan ukuran jarumnya besar, kurang steril, menyakitkan dan sebagainya. Belum lagi mereka yang mempunyai phobia terhadap jarum suntik.
Mereka yang takut terhadap jarum suntik sebenarnya dapat diberi pemahaman secara bertahap dan pelan-pelan, lewat edukasi dan informasi yang terus menerus. Informasi yang bersifat persuasif terkait vaksin Covid-19 dan cara pemberian termasuk keamanan alat yang digunakan. Penyampaian itu mesti lebih utama dan daripada informasi tentang sanksi.
Sah-sah saja Presiden mengeluarkan Perpres Nomor 14 tahun 2021 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona  dengan mempercepat kekebalan kelompok (herd immunity) guna menekan angka persebaran Covid-19.
Tetapi tidak semua orang anti pemberian vaksin Covid-19 walau hasil penelitian menunjukkan angka antara 16% sampai 40% menolak. Kesalahan perhitungan dan pengambilan sampel sangat dimungkinkan.Â
Masih ada orang yang menunggu atau antri untuk divaksin. Belajarlah dari cara-cara sebelumnya bagaimana agar masyarakat bersedia divaksin.Â
Ingin cepat, itu salah satu sifat manusia tetapi manusia juga mesti menyadari keterbatasannya. Maka tidak salah jika ada baiknya presiden mengerahkan pembantu-pembantunya untuk mensosialisasikan apa saja terkait dengan virus Covid-19 dan vaksinnya.Â
Bukan hanya tentang kebiasaan cuci tangan, pakai masker dan jaga jarak. Saatnya semua aparat serius memberikan sosialisasi bukan cara represif lewat sanksi denda atau dipersulit dalam upaya menerima hak-haknya. Apalagi hukuman yang tidak jelas aturannya, seperti push up bagi mereka yang tidak memakai masker saat di tempat umum.
Pemerintah juga mesti jeli dan waspada jika ada upaya sekelompok orang mempolitisasi antivaksin, demi kepentingan mereka sendiri. Â Berjaga-jaga itu baik tetapi tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi membesar-besarkan ukuran jarum suntik yang dipakai untuk pemberian vaksin.
Melihat saja belum, bagaimana bisa mengetahui ukurannya besar. Paham saja belum akan reaksi umum setelah divaksin, sudah "ditakut-takuti" dengan sanksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H