Pengusaha kawakan dan berpengalaman pasti mengetahui. Bagaimana memperlakukan brand perusahaan itu seperti anaknya sendiri. Berusaha menjaga citra baik brand. Apalagi jika akan melakukan rebranding perlu pertimbangan yang matang. Sebab tidak jarang sebuah brand yang bertahun-tahun melekat erat dalam ingatan masyarakat. Sulit diterima kembali walau produknya tidak berubah.
Menyebut kata kopi atau syrup , pikiran seseorang yang mendengar langsung mengarah ke merek syrup atau kopi tertentu. Demikian pula saat orang sepeda motor atau celana jeans, dalam pikirannya langsung muncul gambaran brand yang cukup terkenal.
Itu untuk brand atau merek yang sudah memiliki nama. Oleh karena itu mereka tetap berusaha menjaga potitioning di tengah masyarakat lewat berbagai iklan dan promosi atau kegiatan-kegiatan  sosial. Supaya semakin tertanam dalam, tidak hanya dipikiran konsumen tetapi juga di hati masyarakat.
Menjaga citra brand itu bukan semata-mata fokus pada logo perusahaan. Tetapi juga, sikap atau attitude orang yang bekerja di balik brand tersebut. Dari pucuk pimpinan sampai pekerja paling bawah dalam struktur organisasi perusahaan. Dimanapun dan apapun yang dikerjakan oleh salah satu pekerja, staf atau jajaran direksi menjadi cerminan dari perusahaan itu sendiri, di mata masyarakat.
![Grafis: evolution.pk](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/trade-mark-6017fa8f8ede4866a84b89e5.jpg?t=o&v=770)
Mereka yang pernah bekerja di bagian advertising, sangat memahami rewelnya klien. Apalagi klien baru dengan usaha baru.
Ego pikiran dan keinginan biasanya harus dituruti walau ahli periklanan dari iklan indoor, outdoor, visual, audio visual, audio sudah memaparkan kelebihan serta kekurangan disertai solusinya. Jika keinginan atau kehendaknya dipenuhi atau dituruti.
![(foto: deposit.photos.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/22-6017fb15d541df1992206033.jpg?t=o&v=770)
Pengusaha berpengalaman biasanya mempercayakan apa yang menjadi maksud dan keinginan kepada mereka yang sudah berpengalaman. Cukup menyampaikan maksudnya, berdiskusi, beberapa hari kemudian pihak agen periklanan sudah menawarkan berbagai skets atau rancangan model atau bentuk iklan. Klien tinggal pilih. Selesai.
Bagaimana dengan blogger, vlogger dan pegiat medsos yang tiba-tiba bagai kejatuhan bintang. Karena tren perubahan model informasi. Bak "orang penting" yang kerap diundang kesana kemari oleh klien, teman atau kenalan untuk diminta tolong mempromosikan atau mereview produk. Produk dari sebuah usaha atau brand baru yang juga belum begitu terkenal di masyarkat.
![(grafis:wqa.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/02/images-3-60187c9bd541df78f44f5972.jpeg?t=o&v=770)
Ada pula pegiat medsos membuat karya yang minimalis. Asal-asalan yang penting memenuhi syarat dan kewajiban Tetapi imbalannya sampai beberapa lembar mata uang kertas berwarna merah yang cukup tebal, sehingga dapat memenuhi dompet.
Tidak jarang ekspektasi antara reviewer dan pemilik usaha tidak sejalan dan sesuai harapan dari masing-masing pihak.Â
Namun ada juga pegiat medsos yang merasa puas dengan mendapat  imbalan makan gratis. Berburu goodey bag. Jika beruntung ada pengusaha yang menambah uang transport dan voucher.Â
![(foto:medium.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/images-2-6017fc36d541df186c3c93c2.jpeg?t=o&v=770)
Akibatnya sebagian pegiat medsos kurang percaya diri dengan karyanya dan tidak berani bernegosiasi sesuai ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki.
Tidak jarang ekspektasi antara reviewer dan pemilik usaha tidak sejalan dan sesuai harapan dari masing-masing pihak.Â
![images-1-6017fd00d541df55e95ac372.jpeg](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/01/images-1-6017fd00d541df55e95ac372.jpeg?t=o&v=770)
Tidak jarang ekspektasi antara reviewer dan pemilik usaha tidak sejalan dan sesuai harapan dari masing-masing pihak.Â
Pengalaman kurang nyaman saat diminta mereview salah satu produk dari perusahaan yang kantor pusatnya jauh di belahan benua yang berbeda. Pernah saya alami. Setelah ada kesepakatan besaran nilai jasa yang diberikan dan persyaratan lain terkait mekanisme produk. Kami kirim draft tulisan ke klien yang merupakan orang Indonesia.
Betapa terkejutnya saya saat tulisan dikembalikan dengan banyak catatan, yang intinya harus seperti yang dikehendaki. Syukur kalau yang dikehendaki atau diinginkan menambah bagus isi tulisan. Tapi ini sebaliknya.
Bahasa dan ulasan menjadi sangat kaku. Keinginannya kalau boleh saya perumpamakan seperti tulisan di leaflet.Â
Batin saya, mengapa tidak menyewa jasa tukang ketik saja. Dari pilihan kata yang diusulkan, memperlihatkan yang bersangkutan tidak memiliki ketrampilan menulis.Â
![(grafis:jdc.co.id)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/02/seberapa-pentingnya-kualitas-60187ae88ede485167014cb2.jpg?t=o&v=770)
Jika sudah demikian nama diri yang jadi taruhan. Dan sayangnya tidak sedikit blogger yang bersedia di bayar murah hanya dengan makan gratis dan goodybag. Hanya untuk memenuhi kemauan dan menyenangkan hati pemilik usaha.Â
![(foto:liputan6.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/02/images-4-60187b36d541df23f9368c32.jpeg?t=o&v=770)
Atau beberapa masukan dan kritikan bersifat membangun. Tetapi ujung-ujungnya, dijawab hal itu terkait rasa dan bagaimana cara memandang atau menyikapi.Atau yang lebih diplomatis, "Sedang uji coba", "Soft launching" atau menerima dengan ucapan, "Terimakasih."
Kalau sudah begitu. Mau bagaimana lagi. Apalagi saat melewati tempat yang pernah di review. Ternyata sudah tutup dan tidak diketahui kapan buka lagi. Â Nyesek rasanya di dada.
Kejujuran kadang tidak membuat nyaman. Tetapi basa-basi dan pujian sebatas bibir bukan dari hati. Hanya akan menjadi racun yang membunuh secara pelan-pelan, sebuah usaha. Apalagi itu usaha baru. Semua kembali ke pemilik brand atau pengusaha.Â
![(foto:hariananalisa.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/02/images-5-60187bbdd541df47213ac912.jpeg?t=o&v=770)
Mungkin pemilik usaha ini sudah berpengalaman dan menyadari. Promosi itu tidak harus selalu di gembar-gemborkan lewat media massa atau medsos. Terkadang promosi dari mulut ke mulut karena pengunjung puas. Merupakan promosi atau iklan yang efektif.
Tanpa dibayar sesen pun kadang saya suka menulis di blog atau memfoto kemudian posting di medsos. Alasannya simple, bukan hanya kualitas barang atau jasa yang dijual. Tetapi keramahan yang ditunjukkan penjual kepada konsumennya.Â
![(grafis: wikihow.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/02/02/v4-460px-be-outgoing-step-14-version-3-jpg-60187c508ede482c1b43d372.jpeg?t=o&v=770)
Bercerita tentang kekecewaan ke tiap orang yang ditemui walau peristiwanya sudah lama. Adalah iklan yang paling  buruk dan mudah menyebar dibanding tulisan atau foto dan video terindah yang dibuat pegiat medsos.
Kalau boleh saya berpesan kepada pemilik usaha atau brand,jangan suka memaksakan kehendak atau keinginan hati dan pikiran pribadi. Tapi layani dan tanggapi dengan baik tamu atau orang yang akan dan sudah membeli produk barang atau jasa anda. Lebih-lebih kepada pegiat media.Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI