Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pengusaha dan Pemilik Brand, Layani Calon atau Konsumenmu dengan Baik

2 Februari 2021   05:46 Diperbarui: 2 Februari 2021   07:30 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengusaha kawakan dan berpengalaman pasti mengetahui. Bagaimana memperlakukan brand perusahaan itu seperti anaknya sendiri. Berusaha menjaga citra baik brand. Apalagi jika akan melakukan rebranding perlu pertimbangan yang matang. Sebab tidak jarang sebuah brand yang bertahun-tahun melekat erat dalam ingatan masyarakat. Sulit diterima kembali walau produknya tidak berubah.

Menyebut kata kopi atau syrup , pikiran seseorang yang mendengar langsung mengarah ke merek syrup atau kopi tertentu. Demikian pula saat orang  sepeda motor atau celana jeans, dalam pikirannya langsung muncul gambaran brand yang cukup terkenal.

Itu untuk brand atau merek yang sudah memiliki nama. Oleh karena itu mereka tetap berusaha menjaga potitioning di tengah masyarakat lewat berbagai iklan dan promosi atau kegiatan-kegiatan  sosial. Supaya semakin tertanam dalam, tidak hanya dipikiran konsumen tetapi juga di hati masyarakat.

Menjaga citra brand itu bukan semata-mata fokus pada logo perusahaan. Tetapi juga, sikap atau attitude orang yang bekerja di balik brand tersebut. Dari pucuk pimpinan sampai pekerja paling bawah dalam struktur organisasi perusahaan. Dimanapun dan apapun yang dikerjakan oleh salah satu pekerja, staf atau jajaran direksi menjadi cerminan dari perusahaan itu sendiri, di mata masyarakat.

Grafis: evolution.pk
Grafis: evolution.pk
Apakah aktivitasnya berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pekerjaan kantor dan produk. Akan memberi dampak baik atau buruk pada brand tersebut. Paling baru adalah komentar dari pihak penjual berbagai perlengkapan naik gunung dan pencinta alam. Gara-gara foto salah satu foto konsumen yang di upload, tidak sesuai dengan keinginan penjual atau produsen barang. Hingga akhirnya jadi topik menarik untuk diperbincangkan.

Mereka yang pernah bekerja di bagian advertising, sangat memahami rewelnya klien. Apalagi klien baru dengan usaha baru.

Ego pikiran dan keinginan biasanya harus dituruti walau ahli periklanan dari iklan indoor, outdoor, visual, audio visual, audio sudah memaparkan kelebihan serta kekurangan disertai solusinya. Jika keinginan atau kehendaknya dipenuhi atau dituruti.

(foto: deposit.photos.com)
(foto: deposit.photos.com)
Tidak sedikit karya iklan yang gagal. Bukan semata-mata kelemahan dan kurang profesionalnya biro iklan. Namun karena ego dan pemaksaan kehendak dari klien sendiri. Padahal sebelum membuat sebuah iklan, diskusi dan pertemuan  yang intensif sering dilakukan. Tujuannya agar masing-masing  paham terkait brand produk.

Pengusaha berpengalaman biasanya mempercayakan apa yang menjadi maksud dan keinginan kepada mereka yang sudah berpengalaman. Cukup menyampaikan maksudnya, berdiskusi, beberapa hari kemudian pihak agen periklanan sudah menawarkan berbagai skets atau rancangan model atau bentuk iklan. Klien tinggal pilih. Selesai.

Bagaimana dengan blogger, vlogger dan pegiat medsos yang tiba-tiba bagai kejatuhan bintang. Karena tren perubahan model informasi. Bak "orang penting" yang kerap diundang kesana kemari oleh klien, teman atau kenalan untuk diminta tolong mempromosikan atau mereview produk. Produk dari sebuah usaha atau brand baru yang juga belum begitu terkenal di masyarkat.

(grafis:wqa.co.id)
(grafis:wqa.co.id)
Termasuk kemampuan yang beragam dari pegiat medsos, sehingga membuat hasil akhir juga beragam. Ada yang bekerja serius dan profesional cuma mendapat imbalan jasa makan siang bersama dan ucapan "Terimakasih".

Ada pula pegiat medsos membuat karya yang minimalis. Asal-asalan yang penting memenuhi syarat dan kewajiban Tetapi imbalannya sampai beberapa lembar mata uang kertas berwarna merah yang cukup tebal, sehingga dapat memenuhi dompet.

Tidak jarang ekspektasi antara reviewer dan pemilik usaha tidak sejalan dan sesuai harapan dari masing-masing pihak. 

Namun ada juga pegiat medsos yang merasa puas dengan mendapat  imbalan makan gratis. Berburu goodey bag. Jika beruntung ada pengusaha yang menambah uang transport dan voucher. 

(foto:medium.com)
(foto:medium.com)
Tetapi ada pengusaha yang minta  mempublikasikan produk atau tempat usahanya di medsos melebihi ukuran kewajaran. Sehingga terkesan merendahkan aktivitas pegiat medsos. Apakah blogger, vlogger atau youtuber. Padahal untuk memperoleh kemampuan tersebut tidak mudah dengan catatan mereka adalah pegiat medsos yang berkualitas. Ukurannya pada karya bukan pada follower  apalagi mbak "Like" dengan tanda jempol atau hati. Karena follower dan mbak "Like" bisa dibeli sehingga jumlahnya terlihat cukup fantastis.

Akibatnya sebagian pegiat medsos kurang percaya diri dengan karyanya dan tidak berani bernegosiasi sesuai ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki.

Tidak jarang ekspektasi antara reviewer dan pemilik usaha tidak sejalan dan sesuai harapan dari masing-masing pihak. 

images-1-6017fd00d541df55e95ac372.jpeg
images-1-6017fd00d541df55e95ac372.jpeg
Hal ini tidak lepas juga dengan arogansi dari pihak perusahaan. Entah oknum pegawainya atau kebijkan yang kaku dan tidak welcome dengan pihak luar, dengan berbagai alasan.

Tidak jarang ekspektasi antara reviewer dan pemilik usaha tidak sejalan dan sesuai harapan dari masing-masing pihak. 

Pengalaman kurang nyaman saat diminta mereview salah satu produk dari perusahaan yang kantor pusatnya jauh di belahan benua yang berbeda. Pernah saya alami. Setelah ada kesepakatan besaran nilai jasa yang diberikan dan persyaratan lain terkait mekanisme produk. Kami kirim draft tulisan ke klien yang merupakan orang Indonesia.

Betapa terkejutnya saya saat tulisan dikembalikan dengan banyak catatan, yang intinya harus seperti yang dikehendaki. Syukur kalau yang dikehendaki atau diinginkan menambah bagus isi tulisan. Tapi ini sebaliknya.

Bahasa dan ulasan menjadi sangat kaku. Keinginannya kalau boleh saya perumpamakan seperti tulisan di leaflet. 

Batin saya, mengapa tidak menyewa jasa tukang ketik saja. Dari pilihan kata yang diusulkan, memperlihatkan yang bersangkutan tidak memiliki ketrampilan menulis. 

(grafis:jdc.co.id)
(grafis:jdc.co.id)
Pekerja advertising profesional dari fotogtafernya, ahli grafis dan pembuat quote, saya yakin pernah mengalami apa yang seperti saya alami. Kesal dan jengkel mendengar tuntutan klien yang tidak jarang permintaannya jauh dari unsur-unsur estetika, gambar atau tulisan membosankan dan tidak memiliki unsur pembeda dengan iklan atau tulisan lain.Mereka sok tahu dan merasa lebih ngerti bagaimana beriklan.

Jika sudah demikian nama diri yang jadi taruhan. Dan sayangnya tidak sedikit blogger yang bersedia di bayar murah hanya dengan makan gratis dan goodybag. Hanya untuk memenuhi kemauan dan menyenangkan hati pemilik usaha. 

(foto:liputan6.com)
(foto:liputan6.com)
Padahal jika kita ingin jujur. Adakalanya saat melihat lokasinya saja tidak menarik. Akses tidak.mudah bahkan sulit mencari. Sebetulnya sebagai orang yang beberapa kali mendapat undangan mereview produk. Saya dapat membuat dua tulisan yang berisi pujian tentang usaha atau brandnya.

Atau beberapa masukan dan kritikan bersifat membangun. Tetapi ujung-ujungnya, dijawab hal itu terkait rasa dan bagaimana cara memandang atau menyikapi.Atau yang lebih diplomatis, "Sedang uji coba", "Soft launching" atau menerima dengan ucapan, "Terimakasih."

Kalau sudah begitu. Mau bagaimana lagi. Apalagi saat melewati tempat yang pernah di review. Ternyata sudah tutup dan tidak diketahui kapan buka lagi.  Nyesek rasanya di dada.

Kejujuran kadang tidak membuat nyaman. Tetapi basa-basi dan pujian sebatas bibir bukan dari hati. Hanya akan menjadi racun yang membunuh secara pelan-pelan, sebuah usaha. Apalagi itu usaha baru. Semua kembali ke pemilik brand atau pengusaha. 

(foto:hariananalisa.com)
(foto:hariananalisa.com)
Sebab tidak sedikit pengusaha tanpa harus mengundang atau membayar pegiat medsos, untuk mempromosikan usahanya tetapi larisnya bukan main. 

Mungkin pemilik usaha ini sudah berpengalaman dan menyadari. Promosi itu tidak harus selalu di gembar-gemborkan lewat media massa atau medsos. Terkadang promosi dari mulut ke mulut karena pengunjung puas. Merupakan promosi atau iklan yang efektif.

Tanpa dibayar sesen pun kadang saya suka menulis di blog atau memfoto kemudian posting di medsos. Alasannya simple, bukan hanya kualitas barang atau jasa yang dijual. Tetapi keramahan yang ditunjukkan penjual kepada konsumennya. 

(grafis: wikihow.com)
(grafis: wikihow.com)
Sebab penjual tidak pernah mengerti secara pasti latar belakang profesi pembeli atau pelanggannya. Maka bersikaplah baik pada konsumen. Pembeli memang bukan raja. Tetapi kalau sudah kecewa, ceritanya bisa kemana-mana. Ingin posting pengalaman mengecewakan, takut terjerat UU ITE atau pencemaran nama baik. 

Bercerita tentang kekecewaan ke tiap orang yang ditemui walau peristiwanya sudah lama. Adalah iklan yang paling  buruk dan mudah menyebar dibanding tulisan atau foto dan video terindah yang dibuat pegiat medsos.

Kalau boleh saya berpesan kepada pemilik usaha atau brand,jangan suka memaksakan kehendak atau keinginan hati dan pikiran pribadi. Tapi layani dan tanggapi dengan baik tamu atau orang yang akan dan sudah membeli produk barang atau jasa anda. Lebih-lebih kepada pegiat media. 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun