Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Di Kotagede Ada Kopi Siap Menemanimu Saat Ngobrol atau Makan Bersama

10 Januari 2021   19:57 Diperbarui: 10 Januari 2021   20:05 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ajakan untuk dolan kuliner dalam rangka launching warung kopi Lumbung Mataram oleh komunitas KJOG (Kompasianer Jogja) saya sepakati. Alasannya sederhana, sudah hampir dua tahun saya tidak menyusuri jalan-jalan sempit di daerah Kotagede Yogyakarta. 

Sempit, tidak lebar itulah sensasi yang saya rindukan. Salah satu daerah tujuan wisata yang cukup melegenda dengan tradisi, budaya serta historinya yang tak dapat dilepaskan dari Keistimewaan Yogyakarta.

Mulanya saya mendapat tawaran untuk berangkat bareng bersama Kompasianer Jogja lain dari depan Istana Puro Pakualaman. Awalnya saya setujui mengingat sudah lama saya tidak lewat di dalam seluk beluk jalan Kotagede.

(foto: kompasiana.com/event)
(foto: kompasiana.com/event)
Tapi sensasi berpetualangan di tempat yang lama sudah tidak dikunjungi, sepertinya menggoda terus sejak pagi. Akhirnya saya batalkan ajakan berangkat bareng-bareng ke Lumbung Mataram Kotagede.

Berangkat lebih awal dari waktu yang dijanjikan. Biasa untuk berjaga-jaga jika tersesat ke sana, kemari. Apalagi jalanan di Kotagede banyak gang yang bisa menghubungkan dari arah manapun. Inilah seninya. Apalagi jika naik motor. 

Parkir luas (foto:ko in)
Parkir luas (foto:ko in)
Dapat berinteraksi dengan warga setempat. Sambil menjaga kesopanan serta kesantunan saat bertanya alamat atau tempat. Seperti mematikan mesin, turun dari motor dan mengawali dengan kata-kata. "Maaf….", "Permisi…". 

Kata- kata yang sangat jarang saya dapatkan manakala wisatawan lokal dari luar daerah Yogya dengan plat non AB. Tiba-tiba berhenti di dekat kita saat di jalan sambil bertanya, arah atau tempat dan salah satu tujuan wisata di Yogya. Tanpa diawali kata "Permisi" atau "Maaf numpang tanya..".

Jalan Yogya (foto:ko in)
Jalan Yogya (foto:ko in)
Bahkan pernah ada pengemudi kendaraan bermotor, teriak-teriak dari seberang jalan berlawanan arah lagi. Nanya arah jalan ke Malioboro. Tanpa turun dari mobilnya. Apa yang diteriakkan pun saya nyaris tak mendengar.

Pengalaman itu sering saya peroleh manakala musim liburan tiba.

Giliran saya mencari Warung Kopi Lumbung Mataram, Purbayan, Kotagede. Jalannya sudah ketemu tapi lokasinya sulit ditemukan. 

Mencari warung kopi Lumbung Mataram (foto:ko in)
Mencari warung kopi Lumbung Mataram (foto:ko in)
Saatnya bertanya. Berjumpa dengan orang, berinteraksi dan bersapa dengan orang lain adalah hakekat eksistensi manusia. Tetap dengan masker, untuk masa pandemi ini.

Lebih dari lima orang saya bertanya dan saya belum berhasil menemukan lokasi Lumbung Mataram. Saya pun akhirnya menyerah dan telpon salah satu pengurus KJOG. Percakapan terjadi antara saya yang bingung dan dia yang mencoba menjelaskan dengan agak bingung juga.

Pendopo (foto;ko in)
Pendopo (foto;ko in)
Ketika menyebut masuk lewat Purbayan 4, saya langsung mendapat gambaran. Setelah bertanya satu kali lagi dengan penduduk setempat. Ketemu.

Saat mencari lokasi tadi, tempat ini sudah saya lewat sekitar dua kali. Dan jalan di dekatnya saya lewati berkali-kali. Saya tidak sempat menghitung karena bingung.

Pintu kecil, dalamnya luas (foto:ko in)
Pintu kecil, dalamnya luas (foto:ko in)
Tidak ada salahnya pengelola Warung Kopi Lumbung Mataram, memberi petunjuk sejak dari pasar Kotagede. Dari beberapa arah supaya lebih mudah mencari. Jangan mengandalkan orang untuk mencari lewat aplikasi map. 

Sehingga tidak ada komunikasi langsung antar sesama yang mencirikan hubungan antar sesama. Jangan jadikan masa Pandemi sebagai alasan. Manusia tetap membutuhkan perjumpaan walau ada batasan.

Teh panas dan pisang goreng akhirnya menyambut kedatangan saya. Sebagai ucapan selamat datang mungkin, setelah susah mencarinya. Tidak lama kemudian saya dan  berapa teman mendapat penjelasan tentang latar belakang Warung Kopi Lumbung Mataram.

Kopi Lumbung Mataram (foto:ko In)
Kopi Lumbung Mataram (foto:ko In)
Perhatian saya tidak lagi fokus pada penjelasan bagaimana warung kopi ini berdiri. Sepertinya pemilik warung tanggap dengan lidah yang kepingin segera mencicipi kopinya. 

Rasanya, "Ehm." Apalagi nasi kucing yang dibungkus daun jati bukan kertas atau daun pisang seperti di warung angkringan Yogya lainnya.

Nasi dibungkus daun jati (foto;ko in)
Nasi dibungkus daun jati (foto;ko in)
Sayur daun pepaya dan jantung pisang (foto:ko in)
Sayur daun pepaya dan jantung pisang (foto:ko in)
Kurang ? Ada sayur gori atau nangka muda. Tambah nasi, siap. Mau coba nasi sayur daun pepaya dengan jantung pisang. Menambah betah duduk lama-lama di ruang yang berciri tinggalan zaman dahulu.

Pindang pedas (foto:ko in)
Pindang pedas (foto:ko in)
Sambil makan dan minum kopi mengagumi bangunan Warung Kopi Lumbung Mataram lebih nikmat lagi. Dan buat lidah ingin berjanji,  berkunjung ke tempat ini lagi.

Pintu masuk dilihat dari dalam (foto:ko in)
Pintu masuk dilihat dari dalam (foto:ko in)
Tersesat lagi ? Sepertinya tidak karena ada rasa kopi yang mengingatkan tempat ini lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun