Belum lagi teknik mengulur waktu, supaya konsumen bosan dengan sendirinya karena harus sering bolak-balik ke dealer. Saat mengurus komplain, sehingga aktivitas sehari-hari terganggu dan tidak jelas kapan ditemukan solusi terhadap barang yang sudah dibeli.
Dalam UU Perlindungan Konsumen mendapat bantuan dari Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat sesuai tercantum dalam pasal 44.
Namun tidak jarang penjual, penyedia jasa dirugikan oleh perilaku sebagian konsumen yang menunjukkan sifat ingin menang sendiri, dengan alasan sudah mengeluarkan sejumlah uang. Sehingga menuntut pelayanan yang jauh melebihi nilai tukar barang atau jasa yang dibayarnya atau yang telah diatur dalam UU.
Konsumen seperti itu bukan raja, yang cari menang sendiri. Produsen atau penjual juga bukan raja yang boleh mencari untung besar dengan merugikan konsumen. Hubungan konsumen produsen bukan soal menang kalah seperti orang "suits" jari.
Jika hubungan produsen konsumen masih berasa kekuasaan. Maka tidak ada kata lain selain boikot. Tidak perlu berteriak lantang tapi lakukan. Tidak lagi mengunjungi warung soto yang sudah mengecewakan.
Tidak lagi melihat siaran televisi dari salah satu chanel atau saluran yang tidak berimbang dalam menyampaikan informasi, mengesampingkan etika atau kepatutan dan rasa kemanusiaan.
Tidak lagi membeli motor merek tertentu yang meremehkan dan tidak memperhatikan hak konsumen. Baru diberi solusi oleh produsen atau dealer setelah menyampaikan pengalaman kurang menyenangkan dan tidak nyaman itu, akan ditulis di media. Pembeli memang bukan raja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI