Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Lupakan Persoalan Hidup yang Pedas dengan Sate Kanak

6 Februari 2020   09:25 Diperbarui: 6 Februari 2020   12:28 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sate Kanak dan Sate Merah (foto:ko in)

Hidup ini memang rumit, keras, perih, pedas dan kadang tidak bersahabat. Makanan enak pun menjadi terasa hambar, manakala berbagai persoalan membelit. Ada sebagian orang mencoba melupakan sejenak kepedihan hidupnya, dengan makan serba pedas atau ngemil apa saja yang bisa dimakan.

Atau barangkali ada yang suka makan Sate Merah yang cukup pedas, caranya pesan lewat abang ojek on line. Supaya saat makan Sate Merah di rumah atau tempat kost, tidak terlihat orang lain. Manakala sampai mengeluarkan air mata dan bebas dikatain, "Halau...."

Selasa sore awal Februari 2020, bersama beberapa rekan Kompasianerjogja (Kjog) diundang Febian Budi pemilik kedai Sate Ratu untuk cipicip Sate Kanak yang telah memenangkan kompetisi "Ngulik Rasa" oleh Unilever Fusion Food di Jakarta, bulan November tahun lalu.

Sate Kanak, menurut Febian Budi pemilik resto, warung atau kedai Sate Ratu yang berada di kompleks  Jogja Paradise Food Court, Jl. Magelang Yogyakarta. Tidak terlalu pedas sehingga memungkinkan anggota keluarga yang tidak suka pedas bahkan anak-anak dapat menikmati menu Sate Kanak, sajian Sate Ratu. Selain Sate Merah dan Sate Lilit.

Walau rasanya tidak begitu pedas dan merupakan "anak" dari Sate Merah, yang kelahirannya dibidani sendiri langsung oleh Fabian Budi. Rasanya tidak jauh beda dengan Sate Merah.

Koh Budi bersama Kjog (foto:ko in)
Koh Budi bersama Kjog (foto:ko in)
Budi menjelaskan untuk menyiapkan "kelahiran" Sate Kanak, jauh-jauh dari Yogya sudah mempersiapkan peralatan "kelahiran" Sate Kanak, berupa alat panggang yang dibawa langsung dengan pesawat. Bayangkan betapa besarnya barang bawaan tersebut harus di bawa ke Jakarta, dengan pesawat udara.

Fabian Budi ternyata juga membawa kipas tangan dari Yogya. Penjelasan itu membuat tawa sebagian Kjogs. Bahkan ada yang nyelethuk, "Wah, jimat nih....". Selasa sore itu yang diwarnai hujan tidak merata di sejumlah tempat di Yogya menjadi hangat. Walau satenya belum tersaji di meja karena harus menunggu untuk di panggang.

Saat berangkat ke Jakarta, Budi belum menyiapkan nama untuk produk baru sate yang dilahirkan. Pemberian nama berjalan begitu saja, spontan karena tuntutan kompetisi. Ternyata Sate Kanak dapat meluluhkan hati para juri di kompetisi "Ngulik Rasa", termasuk lidahnya.

Poster kemenangan (foto:ko in)
Poster kemenangan (foto:ko in)
Piagam kemenangan (foto:ko in)
Piagam kemenangan (foto:ko in)
Sehingga Sate Kanak dapat mengalahkan peserta lain dari berbagai daerah untuk kategori peserta sate. Sehingga sang bidan pulang ke Yogyakarta dengan mengantongi uang Rp 50 juta. "Anak". Eh, kerja keras memang membawa rejekinya sendiri.

Demikian pula lidah saya yang tidak begitu menyenangi pedas. Seperti mendapat menu pilihan dengan kelahiran Sate Kanak, November tahun lalu. Dan yang istimewa ternyata menu Sate Kanak baru 10 hari launching di Yogya dan saya menjadi salah satu orang dalam rombongan yang beruntung untuk mencicip. Sebelum umurnya menginjak "selapan" atau sebulan dalam bahasa Indonesia.

Sate Kanak dan Sate Merah dalam satu piring (foto: ko in)
Sate Kanak dan Sate Merah dalam satu piring (foto: ko in)
Sore itu saya berkesempatan pula untuk membandingkan rasa Sate Kanak dan Sate Merah. Satu piring berisi enam tusuk sate. Tiga Sate Merah dan tiga lainnya Sate Kanak, ditambah nasi dan sup atau kuah kaldu ayam.

Melihat perbedaan secara fisik, Sate Kanak terlihat lebih hitam. Ini karena lebih banyak bumbu kecap yang melumuri tiap tusuk Sate Kanak, yang berisi empat potong daging ayam. Besarnya kira-kira sebesar dadu. Sementara Sate Merah, terlihat lebih terang karena efek dari perendaman dagingnya sekitar tiga jam.

Setelah sepotong demi sepotong di kunyah dengan bergantian. Rasa pedas Sate Kanak, memang jauh beda dengan pedasnya Sate Merah. Bahkan boleh dikata Sate Kanak itu versi lain dari Sate Merah, yang tidak pedas. Tak terasa "secepuk" nasi habis dalam waktu singkat meninggalkan Sate Merah dan Sate Kanak.

Sate Merah diantara Sate Kanak (foto: ko in)
Sate Merah diantara Sate Kanak (foto: ko in)
Tak terasa pula enam tusuk sate dari Sate Ratu. Tiga Sate Kanak dan tiga Sate Merah ludes meninggalkan enam tusuknya di atas piring bersama sisa kecap dan beberapa butir nasi. Beberapa saat kemudian saya baru sadar, undangan Febian Budi ternyata wujud rasa syukur kepada Sang Esa atas kemenangannya dalam mengikuti ajang kompetisi kuliner, beberapa waktu lalu.

Dan sebagai rasa suka citanya, sebelum kami pulang mendapat hadiah dari Koh Budi berupa free makan sate lewat voucher yang cukup untuk bertiga sampai empat orang. Bisa dipakai bersama keluarga atau orang-orang terkasih, sekalian mengenalkan mereka kepada Koh Budi. Sambil memberi ucapan selamat atas prestasi yang diraihnya.

Sate di panggang (foto:ko in)
Sate di panggang (foto:ko in)
Tapi ngomong-ngomong ada yang mau menemani aku makan Sate Kanak atau Sate Merah di Sate Ratu ? Sambil melupakan sejenak persoalan hidup yang rumit dan pedas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun