Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Jalan Brambang Goreng

16 Desember 2019   08:05 Diperbarui: 16 Desember 2019   08:08 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengupas brambang (dok: pribadi)

Menuju rumahnya melewati jalan kampung yang tidak lebar dan ada bagian yang lebih sempit. Sesekali berpapasan dengan warga. Di jalan yang berbelok mesti lebih awas supaya tidak terkejut saat berpapasan. Ada kalanya mendengar langkah-langkah kaki atau sayup-sayup terdengar suara orang berbicara.

Manakala berpapasan, entah sudah kenal atau belum ada kebiasaan saling menghormati dan menyapa. Cukup dengan anggukan atau sapaan. "Monggo....."  Atau ucapan "Nderek langkung..." yang artinya numpang lewat atau cukup dengan mengatakan "Permisi..." saat ada dua orang atau lebih sedang berdiri atau duduk di dekat jalan yang akan kita lewati.

Jalan menuju rumah pengrajin brambang goreng Bertha Rinawati tidak terlalu jauh dari jalan utama di kampung Prawirodirjan, Gondomanan, Yogakarta dan mesti di tempuh dengan jalan kaki. Mobil tidak dapat masuk. Menuju rumahnya jika membawa sepeda motor, mesinnya harus dimatikan.

Satu lagi, jika belum pernah ke sana mesti mengantongi catatan alamat yang lengkap dan jangan malu bertanya, supaya cepat menemukan rumahnya. Siang itu saya berkesempatan ngobrol ringan dengan Rina, pemilik brand brambang goreng "BuRina" di rumahnya.

Tulisannya memang disambung untuk membedakan dengan brand lain. Dengan roman muka yang menggambarkan kegirangan, dia mulai berbagi cerita dalam  merintis usaha. Sambil menawari saya minum dan mengeluarkan beberapa botol plastik isi brambang goreng.

Rina membuka ceritanya dengan berkata, "Pada awalnya....." seperti mengajak saya untuk mundur ke beberapa tahun lalu. Rina bekerja membantu suami yang tidak dapat bekerja optimal karena sakit, sebagai penjual mie instan matang. Rebus atau goreng. Dari situ Rina mengamati pelanggannya makan dengan lahap jika mendapat tambahan brambang atau bawang merah goreng buatannya.

Muncullah gagasan untuk menjual brambang goreng. Namun untuk meraih keberhasilan usaha memang tidak selamanya mudah dan instant. Pengalaman pahit getir telah dialami, dari warung yang tidak membayar barang dagangannya sampai tertipu oleh orang yang memanfaatkan kejujuran dan kekurangan hati-hatiannya saat membawa uang hasil kumpulan jualan brambang.

Untung dan malang itu sama, semua orang pasti mengalami. Perjalanan memproduksi dan menjual brambang setelah sekian lama akhirnya berjumpa dengan orang-orang yang memberi bantuan secara tulus. Sehingga mempertemukannya dengan beberapa institusi swasta atau pemerintah yang memang memiliki kepedulian kepada UKM seperti  Rina.

Brambang Goreng (foto:Ko In)
Brambang Goreng (foto:Ko In)
Lika-liku perjalanan usaha mempertemukannya dengan komunitas pemilik toko kelontong yang pernah mendapat bantuan, pendampingan dan pelatihan dari SRC. Lembaga binaan SRC yang mendorong pemilik toko kelontong agar mampu beradaptasi dengan perubahan zaman dalam mengelola usaha  lewat tiga kata kunci. Rapi, bersih dan terang.

Potensi lokal menjadi salah satu titik fokus utama dalam mengembangkan usaha toko kelontong modern atau toko kelontong milenial. Pendampingan dan pengetahuan dari SRC menjadi modal utama perubahan tampilan toko kelontong yang kini bernama SRC ACDC milik Sukmawati, yang berada di Jl. Kyai Mojo Yogya.

Transformasi toko kelontong dari warung yang lekat degan gambaran tempat jualan yang terkesan penuh, tidak enak dipandang, barang-barang tergeletak di sana sini. Tidak tertata rapi. Menjadi toko yang bersih, terang, rapi dan barang jualannya dikelompokkan sesuai jenis kegunaan serta peruntukannya. Menjadikan toko kelontong SRC ACDC menarik banyak pembeli.

Perubahan ini menyadarkan Sukma untuk berbagi kegembiraan karena toko kelontongnya mengalami kemajuan luar biasa, setelah bergabung dengan SRC.

Caranya, gantian mendorong para produsen kerajinan lokal untuk memperbaiki kualitas produk. Dari tampilan, kemasan, ukuran serta rasa jika itu terkait dengan makanan atau minuman. Kedua, menyediakan space khusus untuk memajang atau mendisplay produk-produk lokal. Di toko-toko kelontong SRC dikenal dengan Pojok Lokal, penempatannya langsung mudah dilihat oleh pelanggan.

Brambang goreng BuRina juga dapat ditemui di toko kelontong SRC ACDC. Pertemuan Rina dan Sukma tidak sederhana, mesti lewat jalan berliku. Sebagaimana saya mencoba menemukan rumah tempat produksi brambang goreng Bu Rina siang itu.

Saya harus menempuh perjalanan lebih dari 60 km terlebih dahulu. Dimulai dari Bentara Budaya Yogyakarta menuju toko kelontong SRC Rukun yang letaknya sangat dekat dengan pantai. Setelah melihat bagaimana transformasi toko kelontong yang awalnya hanya menempati teras rumah, setelah bergabung dengan SRC sekitar dua tahun lalu. Menjadi toko kelontong yang terus berkembang.

Purwanto pemilik toko kelontong SRC Rukun mengorbankan ruang tamu rumah, untuk memperluas tokonya. Padahal Purwanto beberapa kali mendapat tawaran bergabung ke SRC sejak tahun 2013 namun baru tahun 2017 dia memutuskan untuk bergabung.

Mencapai keberhasilan memang banyak cara, salah satunya lewat jalan berliku. Tetapi disitulah orang mendapatkan nilai bukan sekedar nilai uang atau materi tetapi juga nilai kehidupan lainnya.

Perjalanan berliku saya menemui Rina berlanjut, dengan menyusuri Jl. Parangtritis kembali ke Yogya dan akhirnya bertemu dengan Rina yang supel pembawaannya. Butuh waktu lebih dari dua jam perjalanan saya untuk menemuinya. Walau sebenarnya waktu tempuh dapat diperpendek hanya sekitar 20 menit dari Bentara Budaya ke kampung Prawirodirjan.

Tetapi kita tidak pernah tahu secara pasti jalan apa dan bagaimana, mesti kita tempuh dalam kehidupan termasuk usaha atau bisnis. Jika saya. Eh, Rina menemukan jalan brambang goreng diawali lewat jualan mie instan matang.

Demikian halnya perjalanan Andreas Jamal Hardani pengrajin cemilan stick bawang, keripik talas dan keripik pangsit dari Gunungsari, Sambirejo, Prambanan.  Jalan berliku tidak kalah seru dalam mencapai keberhasilan.

Hampir putus asa menawarkan produk makanan cemilan yang mendapat penolakan untuk titip di warung atau toko-toko. Jika ada yang menerima produknya ternyata banyak tidak laku. Hingga suatu kesempatan Jamal ketemu dengan Sukma pemilik toko kelontong SRC ACDC. Untuk titip jual produknya.

Dalam beberapa kesempatan Sukma meminta pada Jamal untuk memperbaiki kemasan, ukuran dan rasa dari cemilannya. Berkali-kali, produknya ditolak oleh Sukma karena kurang ini itu. Jamal mengaku sedih saat itu dan dengan jujur mengatakan, sempat nangis di jalan  usai mendapat kritikan dari pemilik toko kelontong SRC ACDC.

Mendengar cerita tersebut, Sukma terkejut dan meminta maaf sebab tujuannya untuk meningkatkan kualitas cemilan produksi UKM Jamal. Siang itu mereka berdua berada di acara yang sama untuk berbagi pengalaman bagaimana menempuh jalan yang berliku hingga akhirnya dipertemukan dalam komunitas SRC.

Menempuh jalan berliku sudah mereka jalani hingga menemukan hasilnya. Jamal kini harus sibuk memenuhi pesanan atau order dari beberapa daerah. Dengan muka cerah Jamal bercerita sedang berusaha memenuhi pesanan dari Tanggerang.

Sukma, usianya sudah tidak muda. Parasnya masih cantik dan tetap menyebarkan semangat berbagi kepada orang-orang di sekitarnya. Demikian pula pesanan brambang goreng BuRina tidak pernah sepi. Dari hasil saya menempuh jalan berliku untuk menemui Rina di rumahnya, saat akan pulang tiba-tiba dia memasukkan satu botol brambang goreng ke tas saya. Benar-benar rejeki tak terduga usai menempuh jalan brambang goreng.

Mengupas brambang (dok: pribadi)
Mengupas brambang (dok: pribadi)
Dalam perjalanan pulang saya masih teringat cerita Rina bagaimana tetangganya berharap. Jika usaha Rina bertambah besardan maju, supaya Rina tidak menggunakan mesin pengupas brambang. Harapannya agar mereka mendapatkan penghasilan dari mengupas brambang.

Saya masih ingat dengan jelas, melihat dengan mata kepala sendiri perempuan berusia lanjut cekatan mengupas brambang. Seorang nenek yang tinggal tidak jauh dari rumah Rina, dalam waktu dua jam bisa mengupas 8 kg brambang. 

Semangat berbagi ternyata tumbuh diantara orang-orang sederhana. Tak terasa mata ini berair, saat membenarkan letak kaca mata. Rupanya saya lupa cuci tangan, usai megenggam racikan brambang di rumah Rina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun