Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Godaan itu Tidak Memaksa

7 Desember 2019   08:40 Diperbarui: 7 Desember 2019   08:44 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah obrolan di warung makan yang sering dikunjungi oleh laki-laki dewasa. Saya iseng bertanya kepada beberapa pelanggan dengan pertanyaan yang sama. Bagaimana perasaan atau sikap anda jika dalam sebuah pemeriksaan kesehatan, Anda positif mengidap HIV/Aids ?

Saya ajukan pertanyaan tersebut karena saya cukup mengenal mereka lewat cerita-cerita tentang diri mereka saat di warung. Mereka termasuk sebagian orang yang memiliki perilaku seksual berisiko tinggi tertular dan sekaligus berperan ikut menyebarkan virus HIV.

Peter, sebut saja demikian. Perawakannya tidak begitu tinggi tetapi badannya berisi. Tidak kekar tetapi gemuk. Warna kulitnya nampak legam akibat kerap terpapar sinar matahari. Maklum pekerjaannya tidak jauh berkaitan dengan  proyek pembangunan seperti penyediaan sarana prasarana transportasi di berbagai daerah pelosok wilayah NKRI.

Jam terbangnya cukup tinggi, sering berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Istrinya lebih dari satu. Belum lagi jika jarang bertemu dengan istri-istrinya itu, Peter masih memiliki kekasih di kota lain atau di kota yang sama dengan kota dimana salah satu istrinya tinggal.

(sumber:cnnindonesia)
(sumber:cnnindonesia)
Saat saya tanya bagaimana jika setelah dilakukan test kedapatan positif HIV ? Sejenak dia seperti kehilangan kata-kata untuk menjawab. Tetapi itu tidak lama. Jawaban yang keluar dari mulutnya pendek, "Biasa..".

Tetapi jawaban tersebut yang membuat saya sedikit terkejut. Seperti orang yang merasa tidak takut terpapar virus HIV. Padahal dia mengetahui jumlah penderita HIV terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peter, nampak seperti orang yang siap menerima risiiko terkait dengan perilaku seksualnya yang cenderung bebas.

"Saya tidak tahu latar belakang kehidupan seksual istri saya, yang saya nikahi saat dia menjanda. Sebelum jadi istri saya, dia juga jalan dengan orang lain yang tidak tahu latar belakangnya," jelas Peter

Jadi jika saya terkena HIV saya tidak akan memberitahukan ke keluarga. Menjaga perasaan mereka. Peter juga merasa tidak tahu virus itu berasal dari orang lain yang pernah berhubungan dengannya atau tertular dari istrinya yang janda waktu itu.

(sumber:thehealthsite.com)
(sumber:thehealthsite.com)
Padahal Peter masih memiliki istri lain di pulau yang berbeda tetapi masih di Indonesia. Belum lagi masih memiliki kekasih dan terkadang melakukan hubungan dengan pekerja seks komersial. Namun bedanya, saat berhubungan dengan pekerja seks Peter selalu menggunakan kondom atau sarung pengaman. Jelasnya mantap saat saya mencoba mengorek lebih dalam, terkait perilaku seksnya.

"Saya harus pakai sarung pengaman dong sama mereka, " jawabnya seolah ingin menunjukkan dan menegaskan jika perilaku seksualnya aman. Dan seolah membela orang-orang yang diajak berhubungan intim dengannya yang bukan pekerja seks komersial itu bersih.

Sehingga Peter berani tidak menggunakan kondom. Sebab Peter merasa mengetahui latarbelakang kehidupan seksual teman intimnya. Termasuk kepada dua janda yang dulu belum berstatus istri, yang tinggalnya berjauhan dipisahkan oleh laut.

(sumber: pixabay)
(sumber: pixabay)
Ah, Peter.... Apakah mereka jujur mengatakan padamu dengan siapa saja mereka berhubungan intim selama dirimu tidak di sampingnya atau di dekatnya. Bukankah hubungan intim itu suatu yang sangat privat dan tidak semua orang berani mengatakan dan jujur termasuk kepada pasangannya. Baik itu resmi atau tidak.

Hubungan seks memang bukan satu-satunya cara penularan HIV. Cara lainnya lewat jarum suntik secara bersamaan oleh pengguna obat-obatan terlarang. Tetapi Peter dengan tegas menyatakan dia tidak menggunakan.

Beda dengan David, tubuhnya kurus. David mengaku pernah menggunakan obat tetapi bukan jenis injeksi atau suntik dan mengakui pernah berhubungan intim dengan beberapa perempuan yang bukan pasangan resminya.

(sumber:liputan6.com)
(sumber:liputan6.com)
Ketika saya bertanya hal yang sama sebagaimana saya tanyakan ke Peter. David dengan tegas mengatakan akan menyampaikan penyakitnya kepada keluarga atau saudara jika terbukti lewat pemeriksaan tertular virus HIV.

"Saya harus menghormati mereka. Dan mereka harus tahu sebab mereka yang nantinya merawat saya jika sudah terkena Aids. Sekaligus mereka juga harus mengerti bagaimana merawat saya," jelas David.

Penderita HIV/Aids tidak boleh dikucilkan, tambah David yang mengaku pernah terlibat dalam aksi pembagian kondom di lokalisasi pekerja seks komersial beberapa tahun lalu. Namun pengalamannya itu menunjukkan tidak sedikit laki-laki saat menyalurkan hasrat biologisnya dengan pekerja seks komersial enggan menggunakan kondom.

(sumber:rri.co.id)
(sumber:rri.co.id)
Sebagaimana tidak sedikit orang mengetahui, penyebaran penyakit seperti HIV/Aids dan penyakit kelamin lainnya. Salah satunya karena perilaku atau hubungan seks yang tidak aman. Gonta-ganti pasangan, tidak menggunakan pelindung atau pengaman seperti kondom dan tidak setia dengan pasangannya.

Seorang ibu rumah tangga bernama Purnama bercerita kepada saya bagaimana dirinya terkejut saat memeriksakan diri ke dokter spesialis terkait dengan rasa kurang nyaman di bagian yang paling pribadi. Ketika dokter mengatakan, "Ibu terkena penyakit kelamin".

Dia kaget setengah mati karena selama ini setia dengan suaminya. Maka satu-satunya tersangka penyebar penyakit tersebut ke dirinya adalah suaminya sendiri.

(sumber:pekanbaru.tribunnews.com)
(sumber:pekanbaru.tribunnews.com)
Ketika saya tanya bagaimana kalau saat itu juga dilakukan test HIV/Aids dan dirimu ternyata positif mengidap virus HIV ?

Langsung dia menjawab dengan kata, "Tidak...tidak.....!".  Kedua matanya terbuka lebar  tanda penolakan, ketakutan dan kepanikan yang tertahan. Tertular penyakit kelamin dari suaminya saja dia sudah emosi dan marah yang luar biasa. Bagaimana jika dia benar-benar tertular virus HIV ?  Tambah marah atau sebaliknya ? Merasakan seolah hidupnya sudah berakhir dan hanya bisa diam terpaku.

Penyebaran virus HIV/Aids terjadi secara diam-diam sebagaimana umumnya virus-virus. Tetapi cara masuknya tidak lepas dari apa yang disebut kenikmatan sesaat lewat hubungan seksual atau saat menggunakan jarum suntik secara bersamaan sebagai alat injeksi obat-obatan terlarang.

Setiap hari orang yang hidup dengan virus HIV/Aids atau Odha harus minum obat sebagaimana Ida Farida yang tertular HIV dari suami pertamanya. Ida sempat kecewa dengan suaminya tetapi sesuai dengan perjalanan waktu dirinya kini mencoba hidup bersama virus  HIV yang ada di tubuhnya. Sumber: CNN Indonesia.

Ida hidup normal dengan suami barunya yang juga Odha. Mereka hidup sebagaimana keluarga lainnya tidak ada yang membedakannya. Apalagi ada cap Odha dikeningnya. Ida sudah hidup dengan HIV/Aids sekitar tujuh tahun karena rutin minum obat.

(sumber: cnnindonesia.com)
(sumber: cnnindonesia.com)
Obat anti retroviral (ARV) menurut informasi berfungsi sebagai obat yang bekerja menghilangkan unsur yang dibutuhkan oleh virus HIV untuk menggandakan diri. Serta mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Sel ini jenis sel darah putih atau limfosit yang perannya penting sebagai sistem kekebalan tubuh manusia.

Obat tersebut mudah mendapatkannya karena ada di Puskesmas dan pemerintah memberikan obat tersebut yang harganya cukup mahal perbutirnya, secara gratis bagi penderita HIV/Aids.

Menghancurkan CD4 cara virus HIV melemahkan pertahanan tubuh kita. Lalu dari mana virus itu masuk ke tubuh kita kemudian ditularkan kepada orang-orang yang kita sayangi dan cintai ? Ada yang mengetahui darimana asalnya. Ada yang pura-pura terkejut dan ada yang tidak mengetahui secara pasti.

(sumber:strah.si)
(sumber:strah.si)
Mulai darimana mencegah HIV supaya jumlah penderita tidak terus bertambah dan menghancurkan harapan hidup orang lain? Jawabannya susah-susah mudah. Bukan ada di orang lain atau menunjuk orang lain sebagai kambing hitam penyebab tertular HIV/Aids.

Jawaban ada di diri kita dan keberanian kita untuk bertindak serta setia pada pasangan. Berani tegas menghindari dan menjauhkan diri dari godaan akan segala sesuatu yang menyebabkan tertular virus HIV. Karena godaan itu tidak memaksa. Dia bisa jadi apa saja termasuk jadi bagian dari gaya hidup, yang berkedok kesenangan dan kenikmatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun