"Boleh tambah gula, mas," ujar salah satu dari dua pemuda yang ngobrol sambil menikmati kopi  dan kopi susu kepada penunggu dan penjual minuman kopi di kereta kopi yang mangkal di salah satu sudut di kawasan Kotabaru Yogyakarta.
Mereka sepertinya mahasiswa, terdengar dari obrolannya. Setelah minuman kopi diberikan kembali, terdengar celotehan dari teman sebelahnya dengan nada ejekan yang diselingi tawa. "Maklum mas, mukanya penuh kepahitan."
Celotehan tersebut tentu membuat senyum siapa saja yang mendengarnya termasuk saya yang juga sedang nongkrong di kereta kopi tersebut, sambil melepas penat dan menikmati udara sore hari yang mulai sejuk. Setelah siang harinya suhu kota Yogya begitu panas oleh terik matahari.
Kopi memang pahit namun tidak sedikit orang yang menggemari minuman yang berasal dari gilingan halus biji kopi. Setiap orang memiliki intepretasi rasa yang sangat subyektif terkait dengan pahitnya minuman kopi.
Manakala ingin melupakan sebagian pahitnya hidup, dapat diatur dengan merepresentasikannya lewat seteguk atau cukup seseruputan kopi. Jika terasa terlalu pahit tinggal minta nambah gula atau susu kental manis ke pelayan cafe.Sebagaimana salah seorang pengunjung di kereta kopi yang merasa kopi susunya masih terlalu pahit.
Tidak selamanya hidup ini manis dan tidak juga terus menerus pahit. Bagai dua saudara kembar mereka akan setia mengunjungi setiap orang entah silih berganti atau dalam waktu bersamaan. Pahit dan manis kehidupan tidak bisa dipisahkan seperti memisahkan kopi dan susu.
Bagi penggemar kopi, campuran susu mungkin seperti merusak cita rasa kopi. Sensasi kepahitan menjadi hilang. Maka tidak heran jika ada sebagian pencinta kopi yang tidak suka mendengar atau melihat kopi dicampur susu. Barangkali lebih rela minum oralit ketimbang minum kopi susu.
Tahu oralit ?
Demikian pula bagi penggemar susu khususnya susu murni bukan susu kental manis atau bubuk. Berdasarkan pada kandungan nutrisi yang baik untuk kesehatan dan perkembangan badan atau tubuh. Minum susu cukup dicampur sedikit gula bukan kopi. Sebab dengan mencampur kopi maka akan berkurang manfaat dari susu.
Bagai dua kubu yang berusaha saling cari simpati agar orang gemar minum susu atau kopi saja. Beberapa orang mencoba membedah efek atau manfaat minum kopi jika dicampur susu atau manfaat dan pengaruh minum susu jika dicampur kopi bagi kesehatan. Sudut pandangnya juga beragam tergantung keberpihakan, apakah ke susu atau kopi.
Lelah setelah aktivitas sehari, sebelum pulang ke rumah menikmati kopi atau kopi susu kereta kopi di pinggir jalan. Sambil membuka smartphone, tangan kiri memegang roti bakar. Mencoba mencari apa yang sedang terjadi di dunia maya. Dunia bayang-bayang yang secara halus menarik orang-orang untuk selalu sibuk dengan gagasan dan sesuatu yang belum tentu nyata.
Jikalau nyata, itu adalah peristiwa yang diulang dengan tangkapan frame yang sangat terbatas. Hanya satu sudut pandang. Satu sisi penglihatan. Padahal memaknai sebuah peristiwa mesti ditangkap secara utuh. Ada hukum sebab akibat, ada sejarah serta latar belakang yang terkadang mesti dimengerti dan tidak jarang mesti diteliti.
Apakah kopi dan dunia internet dapat memangkas waktu supaya dapat menghadirkan fakta kembali ? Kopi susu dan perangkat telpon pintar barangkali mampu menghadirkan cerita dan gambar tentang semangat juang persiapan kemerdekaan Indonesia dan naskah proklamasi, secara berulang.
"Aku yakin, secangkir kopi menemani penulis naskah proklamasi". Apakah para penggemar kopi atau kopi susu yakin, tulisan yang hampir lepas dari pandangan mata saya saat berada di kereta kopi itu fakta ?
Apakah penggemar kopi yakin isi dari tulisan itu fakta atau sekedar pemanis tampilan kereta kopi yang dibuat dari kendaraan roda tiga sejenis bemo atau bajay ?Â
Padahal pantat ini tidak ke mana-mana. Masih duduk di atas kursi plastik atau duduk beralaskan tikar di trotoar jalan kawasan Kotabaru Yogya. Ditemani kopi susu yang rasanya tidak terlalu pahit.
Sesekali memandang ke Utara melihat gunung Merapi kokoh berdiri di sana. Itu mengingatkan kopi yang diminum bisa jadi biji kopinya berasal dari sana. Apalagi harganya relatif murah dibanding dengan kopi dari merek lain.
Ada yang mengatakan rasanya seperti mencium bau kopi dan belerang dari material vulkanik gunung Merapi. Ah, bisa jadi itu sugesti saja karena mereknya Kopi Merapi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H