Hingga pada suatu waktu, saya mendapat hadiah baju batik tulis dari seseorang yang kala itu menjabat sebagai kepala desa. Sebuah hadiah seperti sebuah jawaban akan permohonan yang saya  ungkapkan diam-diam di dalam hati. Keinginan memiliki baju batik tulis akhirnya kesampaian.
Motif atau gambarnya sederhana saat saya  melihat sekilas. Tapi setelah saya lihat mereknya, saya sempat membelalakkan mata sesaat. Merek yang cukup ternama dan terkenal dengan produk-produk batik tulisnya. Rasanya pingin segera pulang, memandangi dan mencoba baju batik baru.
Saya pernah ke toko yang sama dengan merek baju batik tulis yang saya terima tersebut. Kala itu, tujuannya sih membeli. Saya terpaksa cepat keluar dari toko batik ternama tersebut dengan muka dan senyum kecut. Harganya, jelas tidak terjangkau oleh isi dompet. Saat itu saya masih buta sama sekali tentang seluk-beluk batik termasuk juga dengan harganya.
Tidak semua orang mengetahui kapan kemalangan dan keberuntungan terjadi pada dirinya. Mendapat pemberian batik tulis bagai sebuah keberuntungan. Menghadiri acara pernikahan kenalan atau saudara semakin tambah percaya diri. "Seragam" kondangan sudah ada di tangan. Tinggal mencari teman yang selalu bersedia diajak pergi ke acara kondangan, waktu itu.
Bandingkan gambar mata pada kepala burung di baju batik tulis saya, yang saya dapatkan jauh sebelum batik Indonesia diakui oleh UNESCO Â sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan non-bendawi. Lingkaran titik putihnya tidak sama besar demikian pula bentuk paruhnya, padahal gambar tersebut masih di kain atau baju batik yang sama.
Kegiatan membatik hampir sama dengan kegiatan menggambar atau melukis cuma media serta alat dan cara memproduksinya yang berbeda. Hari Batik nasional tidak hanya mengingatkan saya untuk meramaikan atau memeriahkan suasana batik ditanah air.
Tetapi mengingatkan saya jika ada mata pelajaran atau mata kuliah membatik, dapat dipastikan saya akan remedi berkali-kali. Bulan Oktober dua tahun lalu saya mendapat kesempatan untuk mengikuti kelas membatik. Seperti anak kecil yang akan mendapat pengalaman baru, persiapan sudah dilakukan sejak malam hari sebelum keesokan paginya berangkat.
Kira-kira rasanya seperti murid baru yang akan melihat sekolah, guru dan teman baru serta perlengkapan sekolah yang serba baru. Ekspetasinya tentu dapat dibayangkan karena kita semua pernah menjadi murid baru.