Seorang pemimpin paham dan sadar akan adagium, the bad news is the good news. Menjadi Menteri Agama di era millenial sadar bahwa kehadiran medsos membuat sebagian orang menjadi suka, lempar batu sembunyi tangan.
Menjadi Menteri Agama, pertama memahami perbedaan kedua adagium tersebut. Keduanya tidak serupa dan juga tidak sama. Bukan juga saudara kembar namun jika tidak dikelola dengan baik berpotensi menjadi sumber malapetaka.Â
Adagium the bad news is the good news tidak lepas dari sebuah peristiwa yang menjadikan sesuatu tidak rapi, tidak tertib, tidak normal dan tidak lancar. Oleh karena alasan keterbatasan kemampuan atau karena keteledoran manusia. Â
Hoax itu destructive, menari di atas derita orang lain
Setiap orang  memiliki kebebasan untuk berpendapat dan mengomentari. Melihat persoalan secara kritis, suka mengkritik dan nyinyir. Tetapi tidak pernah menawarkan solusi. Ada pula yang lebih arif dengan memberi solusi atau jalan keluar. Tanpa mengurangi sikap kritisnya pada kebijakan yang dikeluarkan oleh menteri atau pemerintah.
Bad news tidak selamanya buruk karena nyata, terbuka kesempatan perbaikan atau penyempurnaan .  Bukan sesuatu yang maya. Sementara hoax sengaja dibuat biar nampak nyata lewat rekayasa data. Memanipulasi fakta dengan tulisan dan gambar yang statis atau dinamis.
Hoax atau berita bohong, informasinya tidak faktual dan tidak sesuai realitas yang ada. Kabar yang disampaikan tidak jelas sumbernya. Hoax tujuannya merusak. Sifatnya destruktif. Menciptakan ketidak tertiban, rusuh dan chaos.
Mengakibatkan rusaknya tatanan sosial, tatanan negara dan tatanan nilai-nilai kemanusian. Lewat perbedaan suku, ras dan agama yang kerap dijadikan pemicu utama untuk menghancurkan sebuah sistem sosial kemasyarakatan.