Akankah Indonesia seperti orang yang sudah jatuh tertimpa tangga ? Pemerintah mengeluarkan dana cukup besar untuk impor beras. Beras atau nasi yang dikonsumsi  berpotensi menjadi salah satu asupan makanan yang kurang sehat karena nasi memiliki indeks glikemis yang cukup tinggi.
Hal itu dapat memicu naiknya biaya kesehatan masyarakat dan menurunnya kualitas sumberdaya manusia. Belum lagi dengan perilaku pola hidup konsumtif dengan makan makanan dari gandum yang tersaji di hotel,  restoran atau cafe sampai  di warung pinggir jalan semua membutuhkan tepung gandum impor. Dari roti, cemilan sampai mendoan. Tempe yang dibalut dengan tepung kemudian digoreng.
Impor gandum Indonesia terus beranjak naik dari tahun ke tahun dan menjadi keprtihatinan tersendiri . Tahun 2016 angka impor gandum  mencapai  10,53 juta ton, dengan nilai sekitar 2,4 miliar dolar. Meningkat 42% dibanding tahun 2015 impor gandum hanya 7,4 juta ton atau  sekitar 2,08 miliar dollar.
Tahun 2017 USDA(United States Development of Agriculture ) memprediksi Indonesia menjadi negara pengimpor gandum terbesar di dunia dengan total volume sekitar 12,5 juta ton. Prediksi tersebut  tidak meleset.
Kafi Kurnia, penggagas Indonesia Sembuh atau Sembuh Indonesia, lewat platform digital yang diberi nama Sembutopia, prihatin dengan kondisi negara dan masyarakat yang kurang maksimal memanfaatkan potensi alam yang dimiliki termasuk memanfaatkan bahan pangan asli atau lokal Indonesia.
Mulai mengganti beberapa bahan baku roti atau kue dan makanan lain dari gandum dengan umbi termasuk kentang. Barangkali pilihan cerdas agar bangsa ini mandiri.