Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Berbagi dari Pemecah, Pemahat dan Pengukir Batu

7 Oktober 2017   03:30 Diperbarui: 7 Oktober 2017   17:27 2967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alam memberikan dirinya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dari yang dapat dimanfaatkan secara langsung sampai yang tidak secara langsung. Dimodifikasi, diolah sampai yang harus dimasak terlebih dahulu. 

Alam ada supaya manusia hidup sejahtera. Batu besar di sungai, bagi sebagian orang mungkin tidak ada manfaatnya. Namun ada yang melihat sebagai sesuatu yang menakjubkan, bahkan tidak sedikit yang memandangnya secara mistis. 

Bagi beberapa warga yang tinggal di tepi sungai Boyong, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Batu dilihat sebagai sumber rejeki.  Batu dengan ukuran besar di sungai, atau yang tergeletak begitu saja di tengah sawah, kebun dan halaman rumah. Dapat menjadi lembaran  uang manakala sudah dipecah-pecah atau dibentuk menjadi benda yang lebih fungsional. 

Batu besar di halaman dan di bawah pohon mangga.(foto:Ko In)
Batu besar di halaman dan di bawah pohon mangga.(foto:Ko In)
Batu dengan berbagai ukuran merupakan salah satu penghidupan dan penghasilan warga Glondong yang tinggal di tepi sungai Boyong berhulu dari gunung Merapi. Batu seukuran orang dewasa atau lima kali lingkar tangan orang dewasa. Dapat dipecah menjadi sedikit lebih kecil hingga mudah diangkat dengan kedua tangan.

Waktu yang dipergunakan untuk memecah batu butuh waktu delapan jam. Hanya dengan alat sederhana seperti cuplik dan palu. Batu-batu menjadi  pondasi rumah. Atau dipecah lebih kecil lagi sesuai kebutuhan. Untuk keperluan membangun gedung, membuat jalan, atau landasan pacu pesawat terbang dan sebagainya. 

Namun jangan kaget jika batu-batu besar dan keras, berserakan di sungai yang berasal dari muntahan gunung Merapi. Dimata Ag. Purwantoro, batu-batu tersebut tidak dapat dimanfaatkan karena usia batu tergolong muda, tidak dapat diukir atau dibentuk. 

"Tidak ulet dan mudah pecah", jelasnya saat ditemui di rumah sekaligus bengkel kerjanya di dusun Glondong, Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yogya. Kira-kira 200 meter dari sungai Boyong. Dulu sungai itu menyediakan banyak batu andesit. Berwarna hitam, ulet dan tidak mudah pecah. Batu tersebut merupakan bahan utama untuk membuat candi.

Butuh berjam-jam untuk memecah batu (Foto: Ko In)
Butuh berjam-jam untuk memecah batu (Foto: Ko In)
Sungai Boyong merupakan salah satu sungai yang langsung bersentuhan dengan gunung Merapi sekaligus jalur utama luncuran lahar dingin. Tidak heran jika terjadi banjir lahar dingin, sungai itu menjadi salah satu jalan utama lewatnya lumpur, pasir dan batu dengan berbagai bentuk, jenis dan ukuran.    

Purwantoro menceritakan semasa kecilnya, di sawah-sawah dekat rumahnya masih sering ditemukan batu-batu andesit yang sudah terpendam dalam tanah puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu. Batu ini menjadi bahan utama dalam membuat batu kijing atau batu nisan model klasik. Karena sifatnya yang ulet, mudah dibentuk dan tidak mudah pecah.

Diantara kesibukannya mengukir kijing atau nisan, Purwantoro mengeluh saat ini sulit untuk menemukan batu hitam yang ulet. Kebanyakan yang ada di sungai batu yang keras dan mudah pecah. 

Tumpukan batu andesit di kebun. Nilainya jutaan (Foto: Ko In)
Tumpukan batu andesit di kebun. Nilainya jutaan (Foto: Ko In)
Padahal bengkel kerjanya tidak jauh dari puncak Merapi kira-kira 15 km jauhnya. Batu-batu andesit yang dibutuhkan saat ini hanya bisa didapat di daerah Cangkringan. Tidak jauh dari bibir gunung Merapi kira-kira 7 km jauhnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun