Pertama kali melihat rumah ini, nampak biasa-biasa saja. Tidak ada bedanya dengan rumah di kanan-kirinya. Sederhana. Kecuali warna kuning tua mencolok, membuat orang sejenak memperhatikannya.
Menjelang sore, kira-kira waktu menunjukkan angkat empat lebih. Nampak beberapa orang mulai memarkirkan sepeda motor atau mobil di depan dan samping rumah ini. Â
Saat matahari semakin condong ke arah Barat dan langit yang biru bersih menjadi atapnya. Berbarengan dengan hadirnya keteduhan dan kesejukan oleh tiupan angin lembut. Dua atau tiga orang bahkan lebih bergegas menuju rumah ini.
Tamu-tamu menuju ke kursi dan meja yang menjadi pilihan. Disambut alunan musik melankolis khas Italia. Bau harum masakan langsung menggoda hidung. Aroma yang tidak asing. Di benak ini langsung tergambar makanan berbentuk bulat dan lebar lengkap dengan saos di atasnya. "Pizza...."
Ada yang langsung duduk dan ngobrol dengan pasangan atau teman- temannya. Kemudian memesan menu manakala tuan rumah atau pelayan menawarkan menu makanan.
Seolah mereka tidak diburu rasa lapar. Lebih  asyik menikmati sore yang sejuk. Mengutamakan kebersamaan dengan teman atau kekasih untuk ngobrol.Â
Ada pizza sudah pasti, kemudian nama-nama seperti primi piatti atau pasta, dolci, antipasti, insalata atau salad, zuppe dan masih banyak lagi. Apalagi jika disertai melihat gambar. Semuanya menggoda. Sehingga harus menahan air liur supaya tidak keluar, yang hanya akan membuat malu.
Rumah ini terletak  di Jalan Tirtodipuran 1 Yogyakarta. Tempat yang menawarkan sejumlah makanan khas Italia yang rasanya delizioso karena digawangi oleh seorang chef . Tidak hanya memiliki pengalaman internasional tetapi juga memiliki standar cita rasa dan kualitas tinggi. Matthias, namanya.Â
Pak Matthias, orang biasa memanggilnya. Tapi ada satu orang yang biasa memanggil "Pak Matthias....," dengan nada yang halus dan penuh perasaan. Siapa dia? Nanti saya ceritakan.
Soal cita rasa di Nanamia Pizzeria, Matthias penanggungjawabnya. Untuk memperoleh makanan yang enak. Tidak segan-segan menjadikan karyawannya sebagai food tester.
Jangan heran mendengar cerita jika ada karyawan yang baru masuk kerja di Nanamia Pizzeria, berat badannya hanya 40 kg dan saat ini berat badannya menjadi lebih dari 60 kg. Karena sering jadi food tester.
Siap mengantarkan pesanan makanan dari dapur. Membereskan piring-piring kotor dan memindahkan meja kursi  manakala ingin melayani pelanggan yang baru datang. Apakah ingin duduk di tengah atau  di pojok kebun.  Â
Jangan kaget jika tanpa sepengetahuan anda. Salah satu orang yang ikut membereskan piring dan gelas kotor. Angkat kursi atau meja, mengatur atau setting tempat sesuai keinginan atau jumlah tamu yang datang. Ada Nana Wiech. Istri dari Matthias, pemilik dari tempat makan khas Italia Nanamia Pizzeria.
Ssssttt....., itu orangnya yang selalu memanggil Mattias dengan panggilan sayang, "Pak Matthias..."
Penampilan Nana tidak terlalu mencolok sehingga orang tidak mudah mengenali bahwa dia sebenarnya adalah pemilik Nanamia. Â Nanamia Pizzeria Tirtodipuran merupakan gerai kedua yang dikelola oleh Nana dan Matthias. Gerai pertama terletak di Jalan Mozes Gathotkaca, yang tepat bulan September ini berulang tahun ke sepuluh. Buon compleanno,Nanamia Pizzeria.
Tidak lama kemudian meja yang dibersihkan Nana sudah rapi dan bersih bahkan sudah ada dua orang siap duduk di kursi sambil memilih-milih menu makanan.
Sore itu Nana memakai baju hitam seperti karyawan lainnya. Yang belum kenal mungkin mengira dia adalah karyawan biasa. Satu hal yang agak mudah membedakan dengan karyawan lainnya  mungkin dari potongan tubuhnya. Agak pendek tapi gesit dan selalu murah senyum kepada siapa saja yang ditemui. Khas keramahan orang Indonesia.
Jika tidak sengaja mendengar seorang perempuan memanggil  "Pak Matthias...."  kemudian ada seseorang tiba-tiba keceplosan menjawab "Iya Sayang...." atau  "Iya Diajeng.....".Â
Anda beruntung sekali. Dapat mengenali suami istri pemiliki Nanamia Pizzeria. Tamu-tamu di tempat ini tidak sedikit turis dari manca negara. Sehingga agak sulit mengenali Matthias karena wajah dan perawakannya khas orang Eropa. Anda mungkin menyangkanya dia juga seorang pengunjung.Â
Â
Mereka berdua menyulap kebun halaman belakang rumah menjadi restoran yang memiliki pengakuan sertifikat restoran bintang tiga. Tergolong restoran dengan kualitas internasional.
Syarat memperoleh sertifikat itu diantaranya memperhatikan masalah sterilitas. Dengan uji laboratorium terhadap kualitas air, cahaya, udara di restoran dan sekitar restoran. Setiap enam bulan sekali makanan yang diproduksi harus cek di laboratorium. Termasuk pengecekan terhadap kesehatan karyawan yang rutin dilakukan tiap bulan .
Rasa saos tomatnya sangat berbeda dengan saos tomat pada umumnya. Tanpa bahan pengawet. Terasa segar dilidah, seperti makan tomat asli. Menggoda untuk selalu  dhulad - dhulid saos berkali-kali tanpa meninggalkan rasa kasat dilidah sebagaimana biasa kita rasakan setelah mengkonsumsi saos atau saus pada umumnya yang berbahan pengawet.
Marketing Nanamia, Tomi menjelaskan banyak hal tentang aneka menu yang tersaji di depan saya. Setelah mencoba semua sajian yang ditawarkan. Tomi menjelaskan cara membuat saos yang istimewa. Perlu waktu sekitar enam jam untuk memasaknya. Tomat terpaksa impor karena tomat lokal kandungan airnya terlalu banyak sehingga sangat mempengaruhi rasa tomat.
Tidak terasa keberadaan saya dan teman-teman di Nanamia Pizzeria hampir lima jam. Sesaat sebelum pulang. Saya teringat ucapan Matthias, yang sepertinya jadi filosofi dari restoran ini.
Matthias mengatakan, yang penting bukan makannya. Tapi mereka datang. Bertemu. Bicara. Ngobrol sama-sama dengan temannya. Dan saat pulang mereka nampak gembira.
Sambil meletakkan jari telunjuknya ke pipi, Matthias tersenyum....
Hidup itu memang indah. La Dolce Vita.
Compleanno felice Nanamia Pizzeria
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H