Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mahasiswa antara Seni dan Sapi

23 Agustus 2017   21:30 Diperbarui: 23 Agustus 2017   22:02 1420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa sih yang gak tahu sapi. Dalam sebuah mitologi, sapi digambarkan sebagai kendaraan dewa. Hebat khan... Tidak heran jika kerap menjadi obyek dari sebuah karya seni. 

Sungguh beruntung  hidup di desa, ada tetangga yang memelihara sapi. Karena bisa mendengar suara lenguhan sapi . Terkadang pagi, siang dan malam hari. "Ngoooooo..............oookkk,"  suaranya keras, panjang. Dapat didengar dari jarak lebih dari 200 meter. Asyik juga kalau dijadikan ring tones.

Belum lagi suara kokok ayam, embikan kambing, burung dan sesekali gonggongan anjing.  Sulit dicari duanya. Warna kehidupan desa yang tenang didominasi suara-suara yang alami. Seperti bunyi gesekan daun dan ranting pohon yang ditiup angin.

Gerobak sapi hias (Foto: Ko In)
Gerobak sapi hias (Foto: Ko In)
Sapi biasa digunakan untuk menarik pedati atau gerobak guna membawa hasil bumi. Dan menjadi bagian daya tarik pariwisata. Manakala gerobak  dihias atau digambar dengan ornamen tertentu sehingga menarik wisatawan. Jangan kaget ya, kalau pas ke Jogja ada konvoi gerobak sapi.

"Bermain dengan sapi", saya lakukan sebagai salah satu cara dalam memecahkan persoalan teman-teman mahasiswa.  Seperti masalah studi dan rasa percaya diri atau dengan orang terdekatnya. Kadang perlu memberi motivasi lewat permainan kecil. Agar mereka menjadi pemenang dalam menghadapi kehidupan.

Setelah berdiskusi atau ngobrol terkait masalahanya. Mereka  saya minta untuk mewarnai gambar sapi yang sudah saya lipat menjadi dua bagian. Sehingga teman-teman mahasiswa baik dari program strata satu atau dua. Bebas memilih bagian depan atau belakang gambar sapi.

www.mtsmaksoem.blogspot.com
www.mtsmaksoem.blogspot.com
Connector Pens siap sedia di tas (Foto: Ko In)
Connector Pens siap sedia di tas (Foto: Ko In)
Saya biarkan mereka memberi warna sesuai dengan pilihan.  Saya siapkan connector pens  Faber-Castell yang berisi sepuluh warna. Alasannya praktis. Mudah dibawa kemana-mana karena saat mendengar keluh kesah  teman-teman mahasiswa, dapat dimana saja. Tidak harus di ruang khusus. Tertutup lengkap dengan meja dan kursi.

Yang namanya ngobrol. Konsultasi terlalu keren. Dapat  di kursi taman, salah satu sudut ruang perpustakaan. Kantin atau warung makan, pendopo, lesehan angkringan dan tempat lainnya. Intinya mahasiswa  dapat mengekspresikan pikiran, gagasan atau perasaan lewat kata-kata atau coretan-coretan di atas kertas. Sekaligus mengeluarkan uneg-unegnya.

Lebih dari satu tahun belajar  mendengar berbagai keluhan dari mahasiswa. Baik dari perguruan tinggi negeri atau swasta. Berasal dari Jawa atau luar Jawa. Rata-rata mereka memiliki masalah yang sama. Masalah dengan dosen. Yang sulit ditemui. Pendapat dan pemikiran dosen yang berubah-ubah. Atau tidak dapat berbicara di depan banyak orang. Sulit menyampaikan gagasan atau pikiran lewat tulisan. Konflik dengan keluarga,  kekasih atau sulit mengelola uang kiriman dari orang tua.

Sapi awal (Foto:Ko Ini)
Sapi awal (Foto:Ko Ini)
Termasuk bingung mencari kerja sampingan untuk menambah uang saku. Karena uang kiriman  orang tua tidak cukup untuk membiayai  hidup sehari-hari di Jogja.

Tidak mudah memetakan inti persoalan dari tiap-tiap mahasiswa. Tidak jarang teman-teman mahasiswa pandai membalut masalah yang sebenarnya. Entah malu atau terlalu pandai. Agar lebih mudah menemukan esensi masalah. Biasanya saya sodorkan kertas bergambar sapi dan meminta mereka untuk memberi warna.

Dengan mencermati pilihan warna serta pola goresan di gambar akan memudahkan menemukan inti persoalan yang sedang dihadapi teman-teman mahasiswa. Salah satunya seorang perempuan yang belum lama  lulus program S1. Dia mengaku sama sekali tidak mengetahui tentang seni apalagi nilai-nilai estetika atau keindahan.

Sedikit sentuhan seni (Foto:Ko Ini)
Sedikit sentuhan seni (Foto:Ko Ini)
Saat ditanya mengapa  klonthongan, bel besar yang tergantung di leher sapi diberi warna hijau. Dia balik bertanya dan terkejut. "Lho.., saya kira ini mulut sapi...!", katanya sambil ketawa terbahak-bahak. Saya hanya dapat tersenyum dan geleng-geleng.   Bahkan saat ditanya mengapa telinga sapi diberi warna yang berbeda. Menurutnya telinga sapi itu diberi warna gelap karena dilihat dari arah sebaliknya atau belakang. "No comment, deh......".

Persepsi setiap orang berbeda akan segala sesuatu terkait dengan pengetahuan yang dimiliki. Namun minimnya pengetahuan, kurangnya pemahaman tentang nilai estetika bukan jadi hambatan seseorang untuk mengekspresikan diri. Sekaligus bukan halangan menjadikan orang ingin mengenal  seni.

Beberapa hari kemudian hasil gambarnya yang asli saya kirim lewat whatsapp dan gambar yang sudah mendapat tambahan warna.  Dia sangat senang dan terpikir untuk mengecat ulang kamarnya.  Ada kesan gembira dalam pesan yang dikirimnya. Hasil coretan mewarnai gambar sapi dipasang jadi foto profilnya di medsos.

Ketika seseorang bangga dengan karya sendiri. Maka muncul keberanian untuk melakukan hal-hal yang diluar rutinitas atau kebiasaan. Menjadikannya lebih percaya diri sehingga  terpancar  kegembiraan di wajahnya. Saat ini saya sedang menunggu laporan jika kamarnya sudah dicatnya sendiri. Ah...., itu akan menjadi kabar yang  menggembirakan bagi saya. 

Ragu mewarnai.......(Foto: Ko In)
Ragu mewarnai.......(Foto: Ko In)
Berbeda lagi dengan salah satu teman  mahasiswa yang kebingung menyusun tesis karena dosennya sulit untuk ditemui. Bingung menentukan judul walau semangatnya luar biasa manakala berdiskusi, mengupas judul tesisnya. Namun nampaknya dia terlalu hati-hati, takut dan peragu. Tergambar dari cara mewarnai gambar sapi. 

Kenapa kepala sapi  merah? Tanya saya dan dengan tegas dia  menyebutkan merah itu warna semangat jadi dalam berpikir harus terus semangat dan menunjukkan keberanian pantang menyerah. Semangatnya memang luar biasa. 

Siap satu pilihan (Foto; Ko In)
Siap satu pilihan (Foto; Ko In)
Dan pernah tengah malam, mendekati pergantian hari dia whatsapp saya. Minta waktu untuk berdiskusi tentang tesisnya. Sambil memaksa membuka mata, saya layani beberapa pertanyaannya. Akibatnya ada beberapa tulisan yang gak nyambung, ngantukkk.... Sayang, semangat itu kadang dibantahnya sendiri lewat aneka macam keraguan yang menyelimuti keberanian berpikirnya.

Kreatif...................(Foto: Ko In)
Kreatif...................(Foto: Ko In)
Manakala gambarnya saya tambah pola dan warna. Komentarnya, "kreatif." .  Maka saya meminta dirinya untuk lebih kreatif.  Untuk berani mengambil resiko. Berani mengambil pilihan. Jangan "pelit" aksi. Gagasan baik akan sia-sia jika hanya disimpan di kepala namun akan menjadi lebih bermanfaat jika diaplikasikan. Dan jawabnya, siap....siap.....

Tidak ada yang salah dari setiap coretan dan warna teman-teman mahasiswa di gambar sapi. Karena setiap warna yang digoreskan di atas kertas adalah bagian dari gambaran persoalan hidup yang sedang mereka alami. Sebagai  teman saya mencoba memahami isi hati  dan isi kepala lewat warna-warna pilihan mereka di atas kertas. Faber-Castell cukup membantu saya dengan memberikan pilihan sepuluh macam  warna.

Menjalani hidup itu tidak mudah namun bukan berarti tidak memiliki kesempatan untuk tertawa dan menikmati keindahan lewat berbagai macam bentuk seni. Sebaliknya, dengan seni tidak sedikit kesulitan hidup mudah dipecahkan atau ditemukan jalan keluarnya. Salah satunya dengan cara mewarnai gambar sapi.

Sapi bagian dari ilmu, seni, kreatifitas dan mitos (Foto: Ko In)
Sapi bagian dari ilmu, seni, kreatifitas dan mitos (Foto: Ko In)
Berani memberi warna. Artinya berani mencoba memberi warna baru pada kehidupan. Hidup itu tidak seperti garis. Tetapi juga ada titik koma. Titik itu bukan akhir. Titik itu pertanda akan adanya sesuatu yang baru. Perhatikan teknik mewarnai dengan cara pointilism . Dengan titik-titik tercipta sebuah karya seni yang indah.

Mengakrabkan kembali seni kepada teman-teman mahasiswa lewat mewarnai. Sama saja menawarkan keindahan. Menjaga untuk tetap memiliki harapan dari kegiatan yang sangat sederhana. Harapan menjadi pemimpin yang tidak hanya mengandalkan akal. Tetapi juga budi dan cita rasa seni. Sehingga mampu melihat setiap persoalan secara komperehensif. Tidak terkotak-kotak dan dibatasi oleh sekat-sekat imajiner yang membuatnya mati dalam berkreasi. Mati kepedulian terhadap sesama.  Dan beku rasa sehingga kehilangan empati atau simpati.

Dengan kata lain lewat kegiatan mewarnai adalah cara mengembalikan naluri berkesenian yang dapat menumbuhkan:

  • Kreatifitas
  • Perasaan gembira dan semangat
  • Menemukan sesuatu yang baru
  • Munculnya keberanian untuk mencoba dan
  • Menumbuhkan rasa percaya diri 

Karena kreasi itu tidak jauh dari rasa berkesenian. Apapun jenisnya seni. Dari seni tari, seni musik, seni drama, seni suara, seni pertunjukkan dan sebagianya. Sapi memang tidak mengenal seni. Tapi sapi itu tidak hanya terdiri dari sapi putih atau sapi dengan kulit berwarana hitam dan putih.

Sapi itu tidak hanya susu. Karena susu tidak hanya susu putih. Ada susu coklat, strawbery dan ada juga susu rasa pisang. Sapi itu bukan sekedar daging tetapi juga ada abon dan dendeng. Sapi itu juga bukan sekedar tas kulit atau ikat pinggang tetapi juga ada krecek. Yang selalu dicari wisatawan saat membeli gudeg di Jogja.

Sapi itu bukan hanya soto. Tetapi juga nasi goreng daging sapi. Sapi salah satu sumber ide dan kreativitas. Mari berkesenian agar tetap terjaga kreatifitasmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun