Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Antara Nastar, Mudik yang Aman dan Nyam-nyam, Eh, Nyaman

2 Juni 2017   15:52 Diperbarui: 13 Juni 2017   07:10 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenyamanan dan keamanan bagai dua saudara kembar yang tidak terpisahkan. Dimana ada rasa aman biasanya kenyamanan ikut serta di belakangnya. Demikian pula manakala ada rasa nyaman, keadaan aman selalu hadir di dekatnya.

Dekat dengan ibu saat membuat kue untuk lebaran bukan hanya rasa nyaman yang didapat tetapi juga aman cip icip kue buatannya. Termasuk nyam-nyam kue-kue afkiran atau rusak bentuknya. Sedangkan yang bagus masuk dalam toples. Disimpan untuk disajikan kepada tamu yang datang saat Idul Fitri.

Aksi cip icip selalu menyenangkan apalagi mendekati Idul Fitri. Ketika loyang dikeluarkan dari oven selalu berharap ada kue yang rusak. Jika tidak ada. Ya, sengaja dirusak satu atau dua kue.  Supaya bisa dinyam-nyam.

“Percobaaaan...”, kataku.

Yang mendapat balasan lirikan dan senyuman ibu. Kurang puas dengan kue “percobaan". Jimpit remah-remah kue dari atas loyang. Rasanya gurih.

www.kemanaajaboleeh.com
www.kemanaajaboleeh.com
Atau “dhulat-dhulit” adonan kue dengan ujung jari walau masih terasa kasar di lidah. Tetapi mengasyikkan walau ibu sering ngomel. Melihat perbuatanku sambil mengingatkan.

“Masih mentah...!” serunya.

Kue  nastar, kastengel dan kue landak. Kue yang sebenarnya mirip nastar cuma bentuknya sedikit memanjang. Atasnya dibuat sedikit meruncing seperti duri landak. Merupakan kue yang kerap menjadi korban “percobaan”.

Aksi dhulat-dhulit dan icip icip bukannya bebas hukuman. Keharusan mengocok telur, hal yang menjengkelkan. Cukup melelahkan karena harus mengaduk atau mengocok telur sampai berbuih. Belum lagi jika sudah dicampur tepung. Beratnya bukan main. Tempat adonan kadang ikut terangkat atau sebagian adonan mendarat mulus di pipi atau jidat.

Maklum alat mixer waktu itu  belum ada di perlangkapan dapur ibu. Waktu itu, kalau tidak salah ibu belum mampu untuk membelinya. Kenapa? Tidak usah diceritakan ya... Bisa ada tangisan bombay nanti.

www.cookpad.com
www.cookpad.com
Yang jelas dengan alat pengocok telur yang ganggangnya dari kayu dan pilinan kawat. Menimbulkan suara yang keras dan  bikin gaduh saat mengocok telur. Apalagi tempat pengocok telur kebanyakan masih terbuat dari logam atau besi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun