Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hidup Bersama si Seksi, Perlu Zurich Asuransi

18 Maret 2017   21:04 Diperbarui: 19 Maret 2017   06:00 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            Gempa berpusat di dekat Bantul menimbulkan banyak kerusakan dan menelan banyak korban jiwa. Waktu itu kami tinggal di Kotamadya Jogja kira-kira 50 kilometer jauhnya dari Bantul. Pagi yang mengerikan namun pengalaman tersebut belum memunculkan kesadaran  akan pentingnya tanggap risiko bencana, kami sekeluarga selamat.

            Ilmu pengetahuan dan teknologi belum mampu memprediksi kapan dan dimana gempa terjadi. Bukan karena para ilmuwan atau ahli gempa gagal paham tetapi karena gempa tidak pernah mengirim SMS atau pesan singkat sebagai bentuk peringatan dini.

            Tidak demikian dengan gunung Merapi. Tahun 2008 kami pindah ke Sleman, Jogja. Dua tahun merasakan nikmatnya hidup di desa, kami harus menerima kenyataan repotnya hidup bertetangga dengan Merapi. September 2010, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) badan yang berwenang menaikan dan menurunkan status gunung berapi, menaikan status Merapi dari level I “Normal” ke level II“Waspada”.

           Aktivitas Merapi terus meningkat dari hujan abu, asap tebal sulfatara yang menghiasi langit sampai pesan Merapi yang dikirim lewat tanda-tanda alam seperti turunnya kera dan harimau yang sempat dijumpai warga di desa yang letaknya sekitar 15 kilometer dari puncakMerapi.  Merapi sudah mengirim pesan  pendek atau SMS.

            Merapi terus menunjukkan keperkasaanya, statusnya meningkat dari “Waspada” menjadi level III “Siaga”. Baru kali ini tinggal 15 kilometer dari puncak Merapi menjadi was-was setiap hari mendengar suara gemuruh seperti guntur atau guruh. Gempa kecil berkepanjangan diketahui dari getaran jendela kaca yang mengeluarkan bunyi, “Tek,tek,tek.tek……”  pendek tapi terus bersambung.

            25 Oktober 2010 PVMBG menaikkan status Merapi menjadi “Awas” level IV artinya gunung Merapi kondisinya siap meletus atau kritis dan dapat menimbulkan bencana setiap saat. Pesan singkat tapi sangat bermanfaat bagi  yang tinggal di lembah Merapi.   

            Sadar akan risiko bencana,kami memindahkan barang berharga seperti surat-surat penting ke rumah teman atau saudara yang dapat dipercaya termasuk menitipkan kendaraan pribadi di kantor istri. Kami siapkan satu sepeda motor sebagai alat transpotasi yang praktis dan mudah untuk evakuasi atau mengungsi. Barangkali ini tergolong tindakan tanggap akan bahaya bencana .

            Hujan turun membuat kami semakin was-was  mengingat rumah letaknya hanya 300 meter dari sungai Boyong, salah satu sungai yang berhulu di Merapi dan  menjadi salah satu aliran utama lahar dingin .

Sungai Boyong saat banjir lahar dingin. Perhatikan bangunan pengendali banjir lahar dingin, paling kanan.(Dok pribadi)
Sungai Boyong saat banjir lahar dingin. Perhatikan bangunan pengendali banjir lahar dingin, paling kanan.(Dok pribadi)
            Kamis malam 4 November 2010 kami lalui bersama bunyi kaca jendela yang semakin keras suaranya, seolah berlomba dengan suara gemuruh dari puncak Merapi. Waktu menunjuk pukul 23.00 WIB tersiar kabar sungai banjir, bersama tetangga kami  melihat ketinggian permukaan air. Nampak  normal sehigga kami putuskan untuk kembali ke rumah masing-masing.

           Sampai di halaman rumah tiba-tiba terdengar suara ledakan keras dari arah Merapi yang cukup mengejutkan ,disusul hujan pasir. Kemudian aliran listrik putus suasana menjadi gelap, terdengar suara kepanikan beberapa tetangga dan kami memutuskan untuk mengungsi. Tapi betapa terkejutnya sampai di jalan raya melihat jalan sudah penuh sesak dengan berbagai macam kendaraan yang penuh mengangkut orang.

            Hujan abu semakin lebat dan hujan air mulai turun, jadilah  hujan lumpur. Kaca helm kotor pandangan menjadi tidak jelas. Jalan menjadi licin, bau belerang menyengat ditambah bau kampas rem semakin menggangu pernafasan. Kendaraan berjalan pelan sebab jalan yang biasa lengang menjadi padat. Tidak sedikit terjadi kecelakaan karena kendaraan slip akibat jalan licin  atau karena kurang hati-hati pengemudi sebab semua ingin cepat mencari tempat aman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun