Mohon tunggu...
Ko In
Ko In Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berikan senyum pada dunia krn tak sedikit yg berat beban hidupnya

Mendengar dan bersama cari solusi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Maaf, Saya "No" untuk Hari Pasar Rakyat Nasional

11 Januari 2017   21:22 Diperbarui: 12 Januari 2017   11:37 1137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Klinik Fotografi Kompas

Sebagian orang masih belum dapat melepaskan kegemaran untuk melakukan upacara. Gemar pada segala sesuatu yang berbau seremoni, menghadirkan banyak orang, mendengarkan pejabat berpidato, memberikan pengarahan dan sambutan yang minim makna. Setelah itu orang ramai-ramai bertepuk tangan usai melihat pejabat menorehkan tanda tangannya di batu prasasti.

Upacara tersebut tampak kurang afdol bila tidak disertai dengan pelepasan sejumlah balon atau burung, pengguntingan pita dan melihat pertunjukan kesenian tradisional dari daerah setempat. Acara dimaknai sukses manakala pejabat bersedia menengok gedung baru, berkeliling melihat stand pameran atau melakukan pemeriksaan peserta upacara.

Tradisi upacara semakin sempurna manakala pejabat dan undangan yang hadir melakukan ramah tamah. Sementara tamu undangan lainnya menikmati hidangan yang telah dipersiapkan oleh panitia.

Kita sepakat bahwa memperingati hari-hari tertentu yang sangat bersejarah, yang memiliki arti serta nilai bagi keberlangsungan hidup bangsa dan negara menjadi hari atau tanggal yang layak untuk diperingati. Seperti Hari Kemerdekaan, Hari Pahlawan, Hari Kebangkitan Nasional atau Hari Sumpah Pemuda.

Demikian pula dengan hari-hari besar keagamaan menjadi wajib masuk dalam kalender peringatan. Karena memperingati sebuah tanggal atau hari merupakan bentuk wujud syukur dan terimakasih kepada Sang Maha Agung karena diperbolehkan mendapat berbagai rahmat. Seperti rahmat kemerdekaan, rahmat pengorbanan, rahmat kesadaran pentingnya persatuan dan kesatuan. Serta bersyukur atas rahmat yang inspiratif dari anak-anak negeri yang menyadari pentingnya bangsa ini bangkit dari berbagai macam keterbelakangan serta keterpurukan.

Tidak salah menjadikan tanggal atau hari tertentu sebagai peringatan akan sesuatu. Namun perlu sikap cermat bahwa tidak semua hari atau tanggal yang menjadi peringatan memberi dampak inspiratif serta aspiratif bagi kelompok dan golongan yang lain. Ada ranah berskala nasional dan daerah, individual atau kelompok. Serta ada ranah toleran dan ranah kesatuan.

Terdapat yang sama dalam memperingati hari ulang tahun tetapi bobot nilai yang terkandung akan berbeda-beda. Hari ulang tahun seseorang berbeda nilainya dengan hari ulang tahun pernikahan sebuah keluarga. Hari ulang tahun kabupaten atau kota berbeda bobot nilainya dengan hari ulang tahun negeri.

Namun sejalan dengan waktu, tidak sedikit orang menginginkan hari atau tanggal tertentu menjadi peringatan yang berskala nasional. Alasannya untuk menghargai profesi atau pekerjaan tertentu, melestarikan tradisi atau nilai dan budaya. Atau ingin menunjukkan eksistensi sebagai pemuas ego, agar tercatat dalam sejarah sebagai pencetus serta perumus peringatan hari tertentu.

Oleh karena itu pertanyaan sejauh mana urgensi Hari Pasar Rakyat Nasional? Jawabannya lugas dan tegas. Tidak urgent. Maaf.

Pertama, sudah terlalu banyak hari atau tanggal yang ditetapkan sebagai hari ini atau hari itu. Dan ujung-ujungnya peringatan tersebut berhenti pada upacara atau seremoni. Tanpa harus menyebutkan peringatan hari tertentu, mari merenungkan nilai dan semangat peringatan tanggal atau hari tertentu tersebut mampu mengubah sikap, cara pandang dan cara berpikir dalam menghadapi tantangan zaman dan kehidupan.

Kedua, pasar rakyat adalah sebutan baru bagi pasar tradisional setelah keluar Undang-undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Walau memiliki nama baru, roh tradisional tetap melekat dalam diri para pelaku yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam pasar rakyat tersebut.

Roh tradisional yang melekat dalam pasar tradisional salah satunya proses jual beli lewat tawar menawar. Kegiatan yang menarik jika mampu melihat keunikan saat melakukan aktivitas tawar menawar. Ternyata tawar menawar membutuhkan seni tersendiri.

Ketiga, menetapkan Hari Pasar Raya Nasional artinya menentukan tanggal atau hari tertentu. Dalam realitas tidak sedikit pasar tradisional atau pasar rakyat yang melakukan pertemuan aktivitas jual beli pada hari atau tanggal tertentu sesuai kesepakatan bersama antara pedagang dan pembeli yang berlangsung secara turun menurun sesuai dengan tradisi yang ada.

Pasar Pon, Pasar Legi, Pasar Pahing adalah sebagian pasar tradisional yang ramai dan berlangsung sesuai dengan penanggalan Jawa di mana hari dan tanggalnya tidak selalu sama dengan kalender masehi. Kalender Jawa menggunakan lima hari penanggalan Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon. Artinya jika hari ini, hari Minggu Pon maka pasaran Pon selanjutnya akan jatuh pada hari Jumat mendatang. Atau Minggu Pon selanjutnya akan jatuh lima minggu ke depan dalam penanggalan masehi.

Pasar Perjuangan Srowulan, Purwobinangun Pakem Sleman, Jogja (Dokumentasi Pribadi)
Pasar Perjuangan Srowulan, Purwobinangun Pakem Sleman, Jogja (Dokumentasi Pribadi)
Bagi pasar tradisional yang tidak menggunakan penanggalan Jawa tidak menimbulkan masalah. Namun jika sebuah penetapan atau pencanangan tidak memiliki keterkaitan atau berdampak langsung pada masyarakat, maka mereka akan memosisikan diri pasif dan cenderung kurang peduli.

Terdapat banyak keunikan dalam tiap pasar yang ada di Indonesia, semua itu tidak lepas dari tradisi dan budaya setempat. Ada pasar malam, pasar hewan, pasar sayur, pasar telo, pasar klitikan. Atau pasar apung, pasar makale, pasar bolu, pasar ekstrem dan pasar bisu. Ketik nama salah satu pasar tersebut di mesin pencari Google maka akan muncul berbagai macam informasi yang menunjukkan betapa kayanya budaya pasar rakyat di Indonesia. Para pelaku pasar tersebut mampu menghidupakan dinamika pasar rakyat. Mampu menunjukkan kekayaan budaya serta tradisi daerah setempat.

Pertanyaannya, apa maknanya penetapan Hari Pasar Rakyat Nasional jika penetapan tersebut tidak menyentuh langsung pada kepentingan para pedagang dan pembeli di pasar rakyat?

Simak saja beberapa hari peringatan yang sudah ada dan sudah dicanangkan. Gegap gempita hanya pada saat hari H-nya saja, setelah itu kembali seperti biasa. Kurang ada perubahan signifikan dalam kerja dan karya. Pemerintah telah melakukan revitalisasi terhadap beberapa pasar rakyat dan sampai tahun 2019 berupaya mengembangkan lima ribu pasar rakyat. Untuk membuat pasar rakyat menjadi menarik, tidak cukup dengan membuat acara-acara seremonial seperti menetapkan Hari Pasar Rakyat Nasional.

Beri kepercayaan kepada kepala unit pelaksana tugas di pasar setempat untuk mencari cara bagaimana agar pasar rakyat yang dikelola menjadi menarik dan mendapat kunjungan masyarakat. Menjadi tugas bupati atau wali kota beserta stafnya untuk memikirkan bagaimana pasar rakyat yang sudah ada semakin dikenal, memiliki daya tarik secara luas karena keunikannya. Sehingga memunculkan keinginan serta minat orang untuk berkunjung ke pasar-pasar rakyat yang ada.

Salut dan acung jempol buat Yayasan Danamon Peduli, mampu melihat persoalan riil yang ada di masyarakat. Ada beberapa pasar rakyat yang belum dipromosikan sebagaimana mestinya sehingga menarik banyak orang untuk berkunjung serta menikmati atmosfer pasar rakyat tersebut.

Solusinya bukan dengan menetapkan atau mencanangkan Hari Pasar Rakyat Nasional. Sekali lagi mohon maaf buat Yayasan Danamon Peduli. Saya kurang sependapat jika pencanangan Hari Pasar Rakyat Nasional itu urgent.

Benar, pasar tradisional atau pasar rakyat mampu menjadi simbol kehidupan dan peradaban masyarakat Indonesia. Di pasar rakyat kita bisa melihat bagaimana orang berkomunikasi secara santun, saling menghargai dan memberi kesempatan sehingga jalan di dalam pasar tidak stagnan atau macet karena masing-masing pengunjung pasar menyadari perlunya saling mendahulukan kepentingan orang lain.

Di pasar rakyat ada keakraban, dialog yang ada terasa hangat antara pembeli dan penjual. Percakapan tidak semata-mata pada jual beli barang. Kadang ada canda antara para pedagang bahkan gosip seperti yang sedang ramai menjadi pemberitaan di televisi. Dan semua itu kadang bisa membuat senyum geli walau tidak sengaja mendengarnya, saat lewat di los, kios atau lapaknya.

Manusia yang beradab salah satu cirinya adalah mampu berkomunikasi baik dengan orang lain. Baik tidak harus terjadi transaksi jual beli tetapi mampu menghadirkan senyum dan membuat hati gembira lawan bicara adalah bagian dari sebuah peradaban.

Menghadirkan cinta dan memiliki kebanggaan pada pasar rakyat bukan dengan menetapkan Hari Pasar Rakyat Nasional yang terkesan memaksakan kehendak. Memikirkan dan mencarikan solusi bagaimana mengolah dan mengelola sampah pasar sebagaimana yang pernah dilakukan Yayasan Danamon Peduli beberapa tahun lalu tampaknya lebih bijak dan solutif.

Sekali lagi maaf, saya tidak bisa memberi “like” atau tanda ibu jari terhadap ide pencanangan Hari Pasar Rakyat Nasional.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun