Quarter Life Crisis sudah bukan menjadi hal yang asing saat ini. Riset LinkedIn menunjukkan bahwa hampir 75 persen orang pada usia 25-33 tahun pernah berada pada fase ini. Banyak hal yang dapat menjadi pemantik, apalagi kalau dihadapkan dengan berbagai problematika dunia kerja yang pada akhirnya membuat kita berpikir 'mungkin, pekerjaan ini bukan hal yang tepat untukku' atau bahkan lebih jauh lagi 'duh, resign aja kali?'
Pada video terbaru Kognisi.id Ketidakpastian Akan Masa Depan | Belajar Tentang EP. 5: Quarter Life Crisis (Bagian 1) dan Percaya Proses Diri Sendiri | Belajar Tentang EP. 5: Quarter Life Crisis (Bagian 2), Ariyanto Yanwar secara mendalam menjelaskan bahwa Quarter Life Crisis adalah realita yang perlu dihadapi dengan kepala dingin dan sikap yang proaktif. Selanjutnya, kita akan membahas lebih dalam mengenai fenomena Quarter Life Crisis yang dihadapi seseorang dalam karirnya.Â
Apa yang Sebenarnya Terjadi?
Menghadapi fase Quarter Life Crisis pastinya bukan hal yang mudah. Memasuki usia pertengahan 20 hingga awal 30 tahun, kita akan dihadapkan dengan momen transisi yang kedepannya menjadi awal dari kehidupan karir kita. Setiap orang memiliki tantangan masing-masing yang dapat memicu fase ini, beberapa mungkin sedang dihadapkan dengan opsi yang berat, jenjang karir yang bias, pressure yang menjenuhkan, sampai tujuan yang mungkin belum tercapai.Â
"Quarter Life Crisis adalah sebuah situasi yang real benar-benar terjadi di kalangan anak muda. Orang-orang yang berada dalam krisis ini biasanya merasa kehilangan arah hidup, tidak tahu dirinya sendiri, dan mencemaskan masa depannya"Â -- Ariyanto YanwarÂ
Pada video terbaru Kognisi.id yang membahas mengenai Quarter Life Crisis, Ariyanto Yanwar menegaskan bahwa fase ini merupakan hal yang nyata. Setiap orang memiliki kemungkinan untuk mengalaminya, artinya kita tidak sendiri. Kecemasan dan keresahan mengenai banyak hal (terutama pekerjaan) bukanlah hal yang salah, namun kita harus bisa menghadapinya dengan tenang dan tepat.Â
Quarter Life Crisis dalam konteks pekerjaan dapat menghadirkan stres yang signifikan bagi generasi milenial. Menurut studi LinkedIn pada tahun 2017, sekitar 75% dari profesional muda mengalami stres yang terkait dengan karir mereka, sementara hampir 25% merasa terjebak dalam pekerjaan yang tidak memuaskan. Hal ini mencerminkan tekanan yang dirasakan untuk mencapai kesuksesan dalam waktu singkat, yang sering kali menjadi sumber ketidakpuasan dan kebingungan.
Penelitian dari Harvard Business Review juga mengungkapkan bahwa generasi milenial sering merasa terbebani oleh harapan tinggi terhadap diri sendiri dan paparan media sosial yang mempertontonkan kesuksesan orang lain secara terus-menerus. Rasa cemas dan kurangnya percaya diri semakin memperburuk situasi ini, membuat mereka merasa tertinggal dalam perjalanan mencapai sukses. Untuk mengatasi Quarter Life Crisis di bidang pekerjaan, pendekatan yang matang seperti berbicara dengan mentor karir dan menyesuaikan ekspektasi menjadi penting. Ini membantu individu menemukan keseimbangan antara aspirasi pribadi dan realitas, memungkinkan mereka tumbuh sebagai individu yang lebih kuat dan siap menghadapi tantangan masa depan dalam karir mereka.
Quarter Life Crisis:Â Kesempatan untuk Berubah dalam Karir
Quarter Life Crisis tidak hanya tentang krisis, tetapi juga tentang potensi perubahan yang positif dalam karir kita. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ariyanto Yanwar dalam youtube Kognisi "Kita perlu menyadari bahwa fase ini adalah peluang untuk mengubah arah hidup". Ini menyoroti pentingnya menghadapi tantangan dalam krisis ini dengan sikap yang positif dan proaktif.
Ada beberapa pernyataan dalam video yang dapat  menjadi refleksi kita. Pertama, apa yang terasa sulit saat ini bisa menjadi batu loncatan menuju sesuatu yang lebih baik. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh melalui pengalaman Quarter Life Crisis. Krisis ini memungkinkan kita untuk mengevaluasi kembali passion dan tujuan karir kita, membuka jalan menuju arah yang lebih memuaskan.