Mohon tunggu...
Kognisi.id
Kognisi.id Mohon Tunggu... Administrasi - Learning Platform by Growth Center part of Kompas Gramedia

Providing a convenient, insightful, and collaborative learning experience

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Menciptakan Kesuksesan Tren dengan Tipping Point

1 Maret 2024   15:44 Diperbarui: 1 Maret 2024   15:48 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: blog.kognisi.id

Apakah kamu pernah mendengar kisah Hush Puppies dalam menemukan tipping pointnya? Brand sepatu besar asal Amerika Serikat ini menghadirkan kesuksesan akibat suatu hal kecil yang mendadak jadi tren di kalangan pemuda hipster atau penggiat seni hingga menyebar ke wilayah lain. Hal ini sukses membuat penjualannya meningkat empat kali lipat. 

Tidak hanya Hush Puppies, salah satu tayangan televisi bagi anak-anak bernama Sesame Street juga berhasil menghadirkan tipping pointnya. Program ini menghadirkan tayangan-tayangan yang melekat secara berulang hingga terekam dalam benak mereka. Tapi sebenarnya, apa itu tipping point?

Tipping point adalah sebuah momen ketika ide, gagasan, pesan, atau produk menyebar dengan cepat seperti wabah penyakit menular. Ada tiga kata kunci yang mencirikan suatu hal telah bertemu dengan tipping pointnya dan menjadi sebuah tren. Ketika ide bertemu dengan titik kritisnya dan menyebar cepat, memiliki kelekatan agar dapat berkembang menjadi tren, dan ada peran sekelompok orang yang menjadikannya sebagai tipping point.

Percikan Kecil Jadi Tren Besar

Ibaratnya sebuah virus, tipping point terjadi secara misterius. Ia dapat menyebar secara dramatis, sehingga menjadi tren dalam perubahan besar. Padahal tren besar tersebut, disebabkan oleh suatu atau beberapa hal kecil berbentuk ide, produk, atau gerakan sosial. Namun, percikan kecil tersebut bertemu pada titik kritisnya hingga berubah menjadi tren besar yang dibicarakan banyak orang. 

Konsep ini percaya, suatu hal besar yang menjadi tren juga berasal dari hal yang kecil. Peristiwa populer, gerakan masif, hingga sebuah kesuksesan baik brand ataupun personal juga berasal dari ide dan gagasan sederhana. Contohnya mirip dengan kisah Hush Puppies sebelumnya, dari mulanya sepatu yang hanya digunakan oleh kelompok hipster, namun secara mendadak dijual di seluruh toko sepatu bergengsi di Amerika.

Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan kesuksesan diri, tidak jarang untuk mendapat pencapaian yang besar, kita harus memulai dengan kebiasaan-kebiasaan kecil terlebih dahulu. Barulah setelah menjadi hal yang rutin dilakukan atau sebuah habit, hal tersebut dapat terakumulasi dan bertemu dengan titik kritisnya.

Maka, jadilah pencetusnya atau "penginfeksi" dalam mendatangkan "virus" tipping point ini untuk hal yang ingin dicapai dapat berkembang dan menjadi tren besar yang membawa kesuksesan.

Virus yang "Melekatkan" Tren

Tren adalah hal yang begitu banyak dibicarakan oleh khalayak ramai dalam kurun waktu tertentu. Untuk dapat terus melekat dalam benak orang-orang suatu hal yang ingin menjadi tren perlu untuk memiliki faktor kelekatan. Sederhananya, faktor ini adalah tentang seberapa mudah suatu ide, gagasan, atau gerakan dapat diingat dengan label tertentu hingga membuatnya tersebar secara masif. 

Contohnya seperti brand Winston, yang produknya memiliki tagline, "Winston taste good like a cigarette should." Di tahun itu, 1954, penggunaan kata "like" membuat kesan kesalahan minor dari kata "as" yang justru melekat dan membuat orang-orang tertarik. Akhirnya, Winston pun meraih angka penjualan yang tinggi sejak pertama kali diperkenalkan dengan tagline tersebut.

Untuk konteks personal, hal ini seperti membangun personal branding. Yaitu citra diri yang memberikan kesan di benak orang lain. Personal branding yang ciamik dan "melekat" bagi orang lain juga menjadi faktor yang mendatangkan kesuksesan. Karena menjadikannya sebagai pembeda atau yang memiliki ciri dan keunikan. 

Baca Juga: Rahasia Sukses Berkarier: Membangun Personal Branding 

Faktor kelekatan ini ibaratnya adalah virus itu sendiri dalam tipping point, yang berfungsi menularkan dan membawa ide, gagasan, atau gerakan bertemu pada trennya.

Ruang Berlangsungnya Tren

Selain faktor internal, lingkungan juga memiliki peran dalam menghadirkan sebuah tren dalam tipping point. Hal ini dijelaskan dengan kemampuan lingkungan dalam mempertemukan ide, gagasan, atau gerakan dengan situasi yang mendukungnya untuk menjadi tren.

Sehingga faktor ini berkaitan dengan kekuatan konteks atau suatu tren sangat dipengaruhi oleh dimana peristiwa itu terjadi dan hal apa yang cukup relevan. Namun, bukan berarti faktor ini tidak dapat diubah. Justru dengan menghadirkan tren baru yang ternyata cocok dengan lingkungan dapat menghadirkan perubahan yang berarti.

Konsep ini mirip dengan inovasi, ketika kita memperbarui hal yang sudah ada dengan sentuhan gagasan baru yang membuatnya jadi lebih baik. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan analogi virus sebelumnya, maka kekuatan konteks ini adalah tempat berlangsung penyebaran virus tersebut. 

Ambil Peran dalam Tipping Point

Uniknya, dalam konsep  ini ada peran orang-orang tertentu yang berkontribusi dalam mendatangkan tipping point. Dengan mengoptimalkan peran dari ketiga jenis orang ini, maka sebuah ide dapat lebih cepat menyebar menjadi tren. 

Siapa saja orang-orang tersebut?

  1. Connector: peran ini adalah gambaran bagi orang-orang yang mahir dalam bergaul atau memiliki jejaring sosial yang luas.

  2. Mavens: jika diibaratkan, peran ini seperti seorang ekspertis. Yaitu orang yang mahir dalam suatu bidang tertentu dan gemar untuk membagikan pengetahuannya. 

  3. Salespeople: sesuai dengan namanya, peran ini memiliki keahlian dalam mengajak atau persuasi, serta mahir dalam menyebarkan ide, pesan, atau gagasan secara efektif. 

Kesamaan dari ketiga peran tersebut adalah komunikasi sosial atau penyampaian pesan walau dengan cara yang berbeda. Cara pesan dikomunikasikan tentu juga hal penting dalam menciptakan perubahan dan tren. Bagaimana pesan tersebut dapat sesuai dengan kebutuhan, preferensi, dan memiliki nilai yang konkret.

Cara-cara yang tepat seperti berulang sehingga menghasilkan kelekatan dan menghadirkan daya tarik emosional dapat digunakan untuk melahirkan momentum yang tepat sesuai dengan konteksnya.

Konsep tipping point ini pertama kali dikemukakan oleh Malcolm Gladwell dalam bukunya berjudul, "The Tipping Point". Kamu dapat membaca buku tersebut jika ingin memahami tipping point lebih dalam. Atau untuk kamu yang ingin berkembang dan menghadapi perubahan, bisa menonton salah satu dalam kognisi.id yaitu Growth Mindset: Modal Awal Menghadapi Perubahan. Jadi, ayo ciptakan tipping  point untuk menghasilkan tren yang membawa kesuksesan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun