Mohon tunggu...
Kognisi.id
Kognisi.id Mohon Tunggu... Administrasi - Learning Platform by Growth Center part of Kompas Gramedia

Providing a convenient, insightful, and collaborative learning experience

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Storytelling di Tangan Para Perempuan Hebat

11 Januari 2024   08:48 Diperbarui: 11 Januari 2024   09:39 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: kognisi.id

"The single thing all women need in the world is inspiration, and inspiration comes from storytelling." Zainab Salbi

Storytelling bukan cuma hiburan; ini seperti keajaiban yang bisa mengubah dunia. Di tengah gemerlap kehidupan, bercerita bukan sekadar cara menyampaikan, tapi sebagai semacam kekuatan misterius yang mengubah segalanya.

Di era ini, perempuan menjadikan storytelling sebagai alat untuk menggambarkan pengalaman dan menghidupkan visi mereka: membuka jalan menuju kesetaraan, dan merayakan keberagaman. Sebagai contoh nyata, Malala Yousafzai dan Sheryl Sandberg membuktikan bahwa storytelling bukan hanya sekadar mengisahkan, tetapi merupakan kekuatan yang mampu membentuk perspektif dunia. Dari kata-kata mereka tak hanya lahir cerita, melainkan gerakan yang mampu menginspirasi perubahan sosial mendalam.

Mari kita ungkap keajaiban storytelling, di mana kekuatan kata-kata dapat memecah batasan, meruntuhkan stereotip, dan mengilhami perubahan mendalam. Mulailah dengan mendalami peran storytelling dalam memimpin, mengubah perspektif, dan menciptakan dunia yang lebih baik. Selamat datang dalam dunia cerita hidup, tempat setiap kata memiliki kekuatan untuk mengubah takdir!

Baca Juga: Belajar dari Zahid Ibrahim: Kapan Harus Berhenti dan Bertahan?

Malala Yousafzai: Suara Pemberani dari Swat Valley

Malala Yousafzai lahir pada tahun 1997 di Mingora, Pakistan. Dalam lingkungan yang dipenuhi konflik dan ancaman kelompok militan, Malala tumbuh dengan dorongan besar untuk mendapatkan pendidikan. Ayahnya, Ziauddin Yousafzai, seorang aktivis pendidikan, menjadi pilar inspirasinya. Kehidupannya terjalin erat dengan misi melawan ketidaksetaraan pendidikan.

"One child, one teacher, one book, one pen can change the world."   --- Malala Yousafzai

Pada usia 11 tahun, Malala mengejutkan dunia dengan menulis blog anonim untuk BBC Urdu, mengekspos kisah hidupnya di bawah rezim Taliban. Identitasnya terkuak, namun Malala tidak gentar. Pada tahun 2012, menjadi korban penembakan Taliban tidak mampu memadamkan semangatnya. Sebaliknya, peristiwa tragis itu memicu keberanian baru.

"I speak not for myself but for those without a voice... those who have fought for their rights. Their right to live in peace. Their right to be treated with dignity. Their right to equality of opportunity. Their right to be educated."  --- Malala Yousafzai

Cerita hidup Malala, yang tertuang dalam bukunya "I Am Malala". Buku ini bukan hanya catatan pribadi melainkan seruan global untuk hak pendidikan perempuan. Ceritanya membawa pendengar dan pembaca melewati lorong-lorong gelap, menggambarkan perjuangan setiap perempuan yang berjuang untuk mendapatkan tempat di dunia pendidikan.

Sheryl Sandberg: Pengubah Paradigma Bisnis Wanita

Sheryl Sandberg, kelahiran 1969 di Washington, D.C., mengejar karir gemilang di dunia bisnis. Setelah meraih gelar ekonomi dari Harvard University, ia membawa semangat dan bakatnya ke Google pada tahun 2001, menjadi satu-satunya perempuan di tim manajemen. Namun, tantangan sesungguhnya muncul ketika ia pindah ke Facebook sebagai Chief Operating Officer pada 2008.

"We hold ourselves back in ways both big and small, by lacking self-confidence, by not raising our hands, and by pulling back when we should be leaning in."  --- Sheryl Sandberg

Buku Sheryl yang terkenal, Lean In, memotret perjuangannya dalam dunia bisnis yang dominasinya adalah pria. Lebih dari sekadar manifesto, bukunya menjadi panggilan kepada perempuan untuk berani masuk dan ambil peran aktif dalam karir mereka. Pengalaman pribadinya, terutama kehilangan suaminya pada tahun 2015, memperlihatkan sisi rawan dan manusiawi yang jarang terlihat di koridor-koridor kekuasaan.

"Leadership is not bullying and aggression. Leadership is the expectation that you can use your voice for good. That you can make the world a better place."  --- Sheryl Sandberg

Cerita hidup Sheryl menjadi simbol ketangguhan dan kemampuan untuk memimpin dengan empati. Pada intinya, ia menjadi sosok yang memecahkan stereotip tentang kepemimpinan perempuan, merancang kembali naratif tentang apa yang bisa dicapai perempuan di dunia bisnis.

Baca Juga: Leadership Tips: Pentingnya Apresiasi dan Pujian untuk Dorong Perubahan

Peran Storytelling dalam Perjuangan Mereka

Peran storytelling dalam perjuangan Malala Yousafzai dan Sheryl Sandberg melebihi batasan penyampaian pengalaman pribadi. Cerita bukan sekedar alat, tetapi fondasi utama yang mereka gunakan untuk menggugah empati, meruntuhkan stereotip, dan memberdayakan perempuan di seluruh dunia. Di dalam setiap kata-kata yang mereka pilih, tersembunyi kekuatan untuk mengubah tidak hanya pandangan, tetapi juga realitas sosial.

"When the whole world is silent, even one voice becomes powerful." Malala Yousafzai,

Dari kemampuan storytelling, Malala Yousafzai menjadi pembentuk narasi perubahan yang menggetarkan dunia. Kisah hidupnya, dari penulis blog anonim hingga penulis buku I Am Malala, tidak hanya menghidupkan kembali pengalaman pribadinya yang berani, tetapi juga menjadi dasar bagi gerakan global hak pendidikan perempuan. Melalui tulisannya, Malala membuka jendela ke realitas hidup di bawah rezim Taliban, membangkitkan semangat perlawanan, dan mengubah pandangan tentang hak pendidikan perempuan dari isu lokal menjadi gerakan global.

Cerita Malala bukan hanya tentang mengungkap ketidaksetaraan, tetapi juga ajakan global untuk perubahan. Dari blog hingga bukunya, ia menggunakan storytelling sebagai alat untuk memberdayakan individu dan membangun gerakan advokasi hak pendidikan setara. Dalam setiap kata, ia menunjukkan bahwa storytelling bukan hanya medium untuk menceritakan pengalaman, melainkan kekuatan untuk membentuk kesadaran global dan menginspirasi tindakan konkret.

Dengan seni bercerita yang menggerakkan hati, Malala Yousafzai tidak hanya menjadi lambang perubahan, tetapi juga pemimpin gerakan hak pendidikan perempuan yang meluas hingga tingkat global. Kisah hidupnya membuka jalan bagi perubahan sosial, membuktikan bahwa storytelling dapat menjadi kekuatan nyata dalam mengarahkan kita menuju keadilan dan kesetaraan.

"In the future, there will be no female leaders. There will just be leaders."  --- Sheryl Sandberg

Melalui Lean In, Sheryl Sandberg membawa kita ke dalam perjalanan pribadinya di dunia bisnis yang kerap dingin dan tidak bersahabat bagi perempuan. Ceritanya tidak hanya mencerminkan pengalaman pribadinya, tetapi juga menantang norma dan stereotip yang melekat pada perempuan di dunia profesional. Dengan kekuatan storytelling, Sheryl menghadirkan nuansa pribadi dibalik citra bisnis yang sering dianggap dingin dan kurang empati.

Lean In bukan hanya cermin kisah hidup Sheryl, melainkan suara bagi perempuan yang mungkin mengalami perjuangan serupa. Melalui momen-momen kritis dan keputusan sulit dalam karirnya, Sheryl membuka jalan untuk memahami tantangan struktural dan budaya yang dihadapi perempuan di dunia kerja. Dengan kata-kata tajam dan penuh empati, ia merangkul keberagaman dan menggunakan storytelling sebagai alat untuk meruntuhkan batasan yang sering menghalangi kemajuan perempuan.

Akhir cerita,

Menyaksikan cerita kedua perempuan hebat ini, kita menyaksikan bagaimana storytelling menjadi panggilan untuk perubahan. Dari panggung dunia hingga ke arena bisnis, storytelling tidak hanya menjadi alat untuk menyampaikan pengalaman pribadi, tetapi juga menjadi kekuatan revolusioner. Malala dan Sheryl mengajak kita memahami peran storytelling dalam memimpin, meruntuhkan stereotip, dan menciptakan dunia yang lebih adil, mereka merintis jalan untuk generasi mendatang. Storytelling bukan hanya tentang kata-kata; ini adalah kunci untuk memahami, menghargai, dan memperjuangkan hak setiap individu. Mari kita terus menggali kekuatan cerita, karena setiap cerita memiliki potensi untuk membangun jembatan empati, mengilhami perubahan, dan merajut kisah-kisah baru yang membawa harapan bagi masa depan.

Dalam perjalanan mengeksplorasi kekuatan storytelling, pelajaran mendalam tentang seni bercerita sesuai kaidah jurnalistik menjadi sebuah keharusan. Bergabunglah dalam kelas penuh inspirasi di Kognisi.id bersama Wisnu Nugroho. Dalam kelas ini, kita akan diajak merajut cerita dengan kecerdasan, memahami nuansa jurnalistik yang mendalam, dan membentuk pesan yang dapat meresap dalam benak audiens. Nikmati diskon eksklusif 15% di MyValue saat mendaftar, dan temukan bagaimana storytelling bukan hanya seni, tetapi juga kekuatan untuk menciptakan naratif yang memukau dan berdampak. Jadilah bagian dari perjalanan menuju keterampilan storytelling yang luar biasa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun