Riset terbaru yang dilakukan forbes menyatakan bahwa lingkungan kerja toxic menjadi faktor utama orang-orang mengundurkan diri dari pekerjaan mereka.Â
Data ini didapatkan dari analisis terhadap penelusuran kata kunci di Google, yang mana beberapa kata kunci mengalami peningkatan yang signifikan sejak tahun 2022. 'Lingkungan kerja toxic' meningkat hingga 700%, 'Pelanggaran HIPAA di tempat kerja' meningkat 350%, serta penelusuran mengenai 'tempat kerja teratas' meningkat hingga 500%. Â
Artinya, lingkungan kerja toxic bukanlah suatu topik yang asing lagi. Kita dapat dengan mudah menemukan cerita orang-orang yang sudah tidak tahan dengan lingkungan kerja mereka yang tidak sehat.
Apakah kita sering merasa tidak nyaman dengan pekerjaan kita sekarang? Seringkali mengesampingkan ketidaknyamanan tersebut dan berfikir, 'ah, mungkin saja sedang dalam masa penyesuaian'. Seiring berjalannya waktu semakin terasa bahwa lingkungan dan juga rekan kerja kita sama sekali tidak mendukung perkembangan kita. Hal itu mungkin saja penanda kalau kita sedang ada dalam lingkungan kerja toxic. Yang perlu dicatat, lingkungan kerja yang toxic akan mempengaruhi produktivitas dan menghambat perkembangan karir kita kedepan.Â
Oleh karena itu kita perlu menyadari tanda-tanda dan juga strategi menghadapi lingkungan kerja yang toxic. Jadi, bagaimana cara mengetahui apakah lingkungan kerja kita toxic? Lalu, apakah ada cara untuk menghadapi dinamika kerja yang toxic?Â
BACA JUGA: Mempromosikan Lingkungan Kerja yang Kreatif
Mengenali red flag di lingkungan kerja toxic
Perlu ditekankan bahwa lingkungan kerja toxic tidak akan pernah mengantarkan kita kepada work life balance atau keseimbangan yang diperlukan oleh karyawan. Oleh karena itu, kita perlu dengan cepat menyadari beberapa tanda lingkungan kerja yang tidak sehat. Berikut merupakan beberapa ciri-ciri lingkungan kerja toxic:Â
Perusahaan tidak memiliki visi dan misi yang jelasÂ
Visi dan misi merupakan elemen esensial dari berdirinya suatu perusahaan. Ketika masa orientasi, kita akan dikenalkan oleh visi dan misi perusahaan sebagai pembuka. Selanjutnya, setiap karyawan pasti akan terus mendapatkan update mengenai tujuan dan nilai perusahaan secara berkala.Â
Sayangnya, masih ada beberapa perusahaan yang tidak pernah menjelaskan secara detail mengenai visi dan misi mereka. Hal ini seringkali menyebabkan ketidakseimbangan, dimana prioritas utama adalah kepuasan pelanggan bukan kesejahteraan karyawan. Orang-orang yang bekerja dibawah ketidakjelasan tujuan ini akan terus diombang-ambingkan oleh budaya dan suasana kerja yang negatif.Â
Hubungan tidak baik dengan atasan dan sesama rekan kerjaÂ
Lingkungan kerja mendukung keputusan dibuat secara kolaboratif, dengan masukan dari semua pihak terkait. Rasa hormat di tempat kerja menumbuhkan rasa kerja tim dan dukungan, serta memastikan bahwa semua perspektif dipertimbangkan.