Mohon tunggu...
Kognisi.id
Kognisi.id Mohon Tunggu... Administrasi - Learning Platform by Growth Center part of Kompas Gramedia

Providing a convenient, insightful, and collaborative learning experience

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Red Flag dan Strategi Menghadapi Lingkungan Kerja Toxic

18 Oktober 2023   17:16 Diperbarui: 18 Oktober 2023   17:18 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Freepik

Di sisi lain, tempat kerja toxic mungkin kurang transparan dan tidak berkolaborasi. Seringkali keputusan diambil secara sepihak oleh atasan tanpa masukan atau konsultasi dari pihak lain. Hal ini jelas dapat menimbulkan rasa ketidakseimbangan kekuasaan dan melemahkan otonomi dan kreativitas karyawan. 

Selain itu, hubungan karyawan sangat penting untuk membina lingkungan kerja yang sehat. Tidak hanya atasan, rekan kerja seringkali menjadi alasan lingkungan kerja menjadi tidak sehat. Rekan kerja toxic dapat berkontribusi terhadap suasana kerja yang negatif dan menyulitkan orang lain untuk melakukan pekerjaannya secara efektif. Biasanya, rekan kerja toxic cenderung egois, manipulatif, tidak menghormati sesama rekan kerja, tidak menaati peraturan perusahaan, dan masih banyak lagi. Mereka sering sekali menjatuhkan orang lain demi kepentingan pribadinya. 

Peran dan tugas yang tidak jelas 

Memastikan bahwa peran jelas dan dikomunikasikan secara efektif sangat penting untuk membangun lingkungan kerja yang positif. Ketika seorang karyawan menyadari peran dan tanggung jawabnya, mereka tidak hanya mengetahui apa saja yang diperlukan dalam pekerjaannya, namun juga apa yang diharapkan dari mereka. Mereka juga bisa mendapatkan tolak ukur keberhasilan atau kegagalan dalam tugas mereka. 

Sayangnya, tidak semua perusahaan memberikan penjelasan mengenai peran dan tugas setiap karyawan dengan baik. Kebiasan ini seringkali disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk memanfaatkan karyawan mereka. Hal ini biasanya disebabkan oleh manajemen yang buruk sehingga pemberian tugas pada karyawan menjadi kurang tepat. Seringkali kita mendengar mengenai double role, dimana seseorang dipaksa untuk mengerjakan banyak peran di satu perusahaan. Mereka biasanya dipaksa untuk mengerjakan sesuatu yang diluar peran dan tugasnya. 

Lingkungan toxic mungkin tidak memiliki peran yang jelas atau gagal mengkomunikasikannya secara efektif, sehingga menyebabkan kebingungan di antara karyawan. Karyawan kemudian akan kesulitan memahami jalur karir mereka dan bagaimana berkontribusi terhadap kesuksesan perusahaan. 

Tidak ada ruang untuk bertumbuh 

Lingkungan kerja yang baik sangat memberikan ruang bertumbuh yang cukup untuk karyawan mereka. Artinya, perusahaan percaya bahwa pengembangan karyawan diperlukan untuk memotivasi, mempengaruhi produktivitas, dan meningkatkan loyalitas dan engagement. Growth Center selalu menekankan pentingnya memfasilitasi ruang tumbuh bagi karyawan. Proses perkembangan karyawan akan sangat berpengaruh terhadap masa depan perusahaan. Dalam lingkungan kerja yang sehat pasti akan selalu ada feedback dan juga kegiatan untuk mengembangkan kemampuan karyawan mereka. 

Sebaliknya, lingkungan kerja toxic akan membatasi karyawan mereka terhadap suatu metode ataupun ketentuan. Keputusan merupakan hal yang absolut sehingga hampir tidak ada ruang untuk bereksperimen. Selain itu, perusahan toxic tidak memberikan kesempatan pelatihan, pengembangan, bahkan bisa saja promosi. Senioritas akan selalu saja ditekankan, sehingga tidak ada jalur pasti untuk menuju kemajuan. 

Strategi menghadapi lingkungan kerja toxic

Ketika sedang terjebak dalam lingkungan kerja yang tidak sehat, kita dapat melakukan beberapa langkah ini:

Langkah pertama, fokus terhadap apa yang bisa dikerjakan

Saat bekerja di lingkungan yang toxic, penting untuk mengingatkan diri sendiri mengenai hal-hal yang dapat diubah dan hal-hal yang tidak dapat diubah. Mungkin saja ada beberapa hal dalam perusahaan yang sudah sistemik dan tidak dapat diubah. Namun, penting juga untuk fokus terhadap apa yang bisa kita lakukan, seperti menetapkan batasan profesional, tidak bekerja di luar jam yang sudah ditentukan, atau bahkan menjauh sejenak dari rekan yang memiliki konflik dengan kita. 

Langkah kedua, berbicara baik-baik dengan rekan kerja

Jika masalahnya ada pada rekan kerja kita, cobalah untuk membicarakannya. Bersikaplah tegas dan melihat perspektif yang berbeda. Pada dasarnya, konflik bukanlah hal yang negatif. Reaksi kita terhadap konflik itulah yang menyebabkan masalah. Kita dapat bersama-sama 'mendinginkan kepala' dan berdiskusi untuk menemukan solusi. 

Langkah ketiga, berbicara dengan mereka yang memiliki kewenangan

Seringkali, jalan terbaik untuk menyelesaikan konflik di tempat kerja adalah berbicara dengan pihak yang netral. Jika tidak ada departemen Human Resources atau SDM, kita dapat menyampaikan keresahan kepada atasan atau supervisor yang berwenang. 

Langkah terakhir, resign atau keluar dari tempat kerja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun