Mohon tunggu...
Kognisi.id
Kognisi.id Mohon Tunggu... Administrasi - Learning Platform by Growth Center part of Kompas Gramedia

Providing a convenient, insightful, and collaborative learning experience

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

82% Orang Alami Imposter Syndrome: Kenali Ciri dan Cara Mengatasinya!

29 September 2023   12:21 Diperbarui: 1 Desember 2023   22:54 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Najwa Khabiza Egaikmal - Content Writer Intern Growth Center

"Aku pun tidak tahu, sepertinya aku berhasil lolos karena beruntung saja"

Apakah kamu pernah meragukan pencapaianmu dengan kalimat serupa? Jika iya, kamu berada di artikel yang tepat. Kalimat di atas menggambarkan sebuah sindrom penipu yang meragukan kemampuan diri bernama Imposter Syndrome. 

Emma Watson, aktris yang memenangkan sejumlah penghargaan seperti Best Performance in a Movie di MTV Movie Awards, Best Performance by a Female di National Movie Awards, British Artist of The Year 2014 dari Britannia Awards, dan sejumlah penghargaan lainnya juga mengalami fenomena psikologis yang disebut Imposter Syndrome. 

"Sepertinya semakin baik saya melakukannya, semakin besar perasaan tidak mampu saya. Karena saya hanya berpikir, 'Setiap saat, seseorang akan mengetahui bahwa saya adalah seorang penipu dan saya tidak pantas mendapatkan apapun'" kata Emma dalam interview dengan Rookie Magazine.

Perasaan semacam ini sekilas terlihat biasa dialami. Riset menunjukkan terdapat 82% orang mengalami Imposter Syndrome yang dirangkum dari berbagai macam penelitian dengan alat ukur berbeda. Ini menunjukkan bahwa melihat diri "tidak sehebat itu" adalah perasaan yang sangat familiar. Nyatanya, perasaan ini bisa berdampak buruk bagi diri kita karena berdampak pada kepercayaan diri.

Baca juga: Hidup Berkesadaran di Tengah Dunia yang Sibuk

Apakah kamu mengalami Imposter Syndrome?

Imposter Syndrome adalah perasaan ragu terhadap diri sendiri tentang intelektual, skill, atau prestasi. Seorang expert bernama Dr. Valerie Young menjelaskan bahwa syndrome ini justru dialami oleh orang-orang yang high achiever, kompeten, dan memiliki kesuksesan.

Imposter Syndrome akan membuat kamu melihat diri sebagai seorang penipu karena merasa pencapaian dan penghargaan yang kamu miliki terlalu mewah untuk orang sepertimu. 

Dalam kehidupan nyata, teman-teman, pasangan, atau orang tua menganggap dirimu sebagai orang yang hebat dan berprestasi. Namun, karena kamu merasa tidak sama hebatnya maka kamu merasa "menipu" dan "takut mengecewakan"

Padahal, pencapaian adalah hasil kerja yang sesungguhnya. Karena itulah orang yang mengalami syndrome ini cenderung sulit menerima pujian.

Sebaliknya, ketika mereka gagal mencapai suatu goals atau membuat kesalahan pada tugas penting yang diberikan, Imposter Syndrome akan menginternalisasi kesalahan tersebut dan percaya bahwa tidak ada yang bisa diubah, mereka memang tidak berbakat, atau bodoh. 

Mereka cenderung tidak toleran terhadap kesalahan kecil yang mereka perbuat dan berpikir bahwa "Jika memang kompeten seperti apa yang orang lain katakan, seharusnya saya tidak melakukan kesalahan itu" Padahal, human error dan kegagalan adalah hal yang wajar. Satu kesalahan dan kegagalan tidak menggambarkan keseluruhan diri kita.

Dr. Valerie Young meneliti 'perasaan menipu' yang dirasakan oleh para high achiever dan berhasil mengkategorikan Imposter Syndrome menjadi lebih spesifik ke dalam 5 tipe kompetensi yang dimiliki oleh pengidap Imposter Syndrome. 

Apa dampak Imposter Syndrome?

Sebenarnya, alasan mengapa pengidap Imposter Syndrome adalah orang yang justru berkompeten adalah karena mereka berada di lingkungan kompetitif. Otak manusia terus memastikan bahwa mereka melakukan semua hal yang cukup dan diperlukan sehingga terus menerus merasa ragu. 

Tetapi, jika pencapaian didorong dari keraguan yang tertanam dalam diri, hal ini akan berdampak negatif pada kesehatan mental. Seorang ahli saraf bernama Tara Swart menyatakan bahwa rasa takut akan "ketahuan" pada pengidap Imposter Syndrome menimbulkan kecemasan karena kadar hormon stress menjadi tinggi. 

Saat seseorang merasa tidak layak karena melihat lebih banyak orang lain yang lebih hebat, perasaan itu berkorelasi dengan serotonin dan dopamin yang semakin rendah. Serotonin akan berpengaruh terhadap suasana hati sedangkan dopamin mempengaruhi kepercayaan diri dan motivasi. Itulah mengapa imposter syndrome selalu melakukan kritik keras pada dirinya.

Cara mengatasi Imposter Syndrome

Rayakanlah kemenangan kecilmu

Saat orang lain memberikan ucapan selamat, jangan menyangkal dan resapi afirmasi positif yang diberikan orang lain. Berhenti mempercayai hal negatif tentang diri untuk menyangkal kemampuanmu. Rayakan kemenangan-kemenanganmu meskipun hanya kemenangan yang kecil.

Kamu dapat meluangkan waktu untuk mengingat upaya yang sudah kamu lakukan untuk mencapainya. Merayakan kemenangan juga dilakukan dengan melihat kesalahan sebagai proses. Dengan begitu, kamu lebih menginternalisasi keberhasilanmu daripada kesalahanmu.

Pupuk validasi internal diri

Untuk menjadi orang yang layak dan diapresiasi, kamu tidak perlu selalu melihat apakah ada orang yang lebih baik. Latihlah dirimu untuk tidak melihat orang lain sebagai kompetisi dan mulai pupuk validasi internal diri. Mengerjakan beban kerja lebih banyak hanya untuk lari dari insecurity akan berpengaruh pada kesehatan fisik dan mentalmu. Ketika kamu percaya bahwa kualitas diri tidak ditentukan dari faktor eksternal, kamu akan fokus pada bahkan pencapaian terkecilmu.

Lifelong learning

Mulailah melihat diri sebagai seorang pembelajar seumur hidup. Mencapai hal-hal besar memerlukan pembelajaran dan pengembangan keterampilan bahkan untuk orang yang paling percaya diri sekalipun. 

Daripada menyalahkan diri sendiri ketika kamu tidak menjalani hal dengan tidak sempurna, ada baiknya mengenali kesalahan dan meningkatkan kemampuanmu seiring berjalannya waktu.

Misalnya, akan sangat baik jika kamu berfokus pada mengasah keterampilan presentasi daripada mengatakan "Aku nggak berbakat bicara di depan banyak orang." hanya karena kamu pernah tidak sempurna melakukannya. 

Imposter Syndrome adalah tantangan psikologis yang sering dialami oleh individu yang sebenarnya sangat kompeten. Dengan dampak negatifnya pada kesehatan mental dan kepercayaan diri, mengenali dan mengatasi Imposter Syndrome adalah langkah penting dalam pengembangan pribadi. 

Melalui perayaan kemenangan kecil, pupuk validasi internal, dan pendekatan pembelajaran seumur hidup, kita dapat melepaskan diri dari perasaan penipu yang meragukan diri sendiri.

Ingatlah bahwa pencapaianmu adalah hasil dari kerja keras dan dedikasi, bukan kebetulan atau keberuntungan semata. Dengan mengatasi Imposter Syndrome, kita dapat membangun kepercayaan diri yang lebih kuat dan meraih potensi penuh kita tanpa rasa takut akan "ketahuan" sebagai penipu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun