Mohon tunggu...
Kobayasi Hira
Kobayasi Hira Mohon Tunggu... -

Kuli tinta, relawan kebenaran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ridwan Mukti harusnya Mencontoh Alex Noerdin

22 November 2012   04:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:52 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca berita yang berjudul Komisi IV DPRD Sumsel telah menghapuskan anggaran pembuatan terminal Bandara Silampari, Kabupaten Musi Rawas (Mura) yang mencapai 15 Miliar hingga 20 Miliar dari APBD Sumsel 2013. Membuat miris semua pihak, apalagi berita ini terbit di sejumlah Koran lokal di Palembang dua hari lalu. Ironisnya tidak ada usulan dari pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mura untuk meminta anggaran tersebut ke Provinsi Sumsel, lucunya lagi anggota DPRD Sumsel yang berasal dari daerah pemilihan Mura yang duduk di Komisi IV tersebut terkesan diam , datang duduk dan tidak memperjuangkan anggaran terminal Bandara Silampari tersebut. Memang wajar dan masuk akal pernyataan Ketua Komisi IV DPRD Sumsel, Edward Jaya SH mengatakan kalau penghapusan tersebut dilakukan lantaran dari pihak Mura tidak mengusulkan kepada pihaknya untuk penganggaran pembangunan terminal Bandara Silampari tersebut di hapus. Kenyataan dilapangan menurut hasil investigasi, riset dan pendalaman  akademik bahwa pelaksanaan otonomi banyak menyisakan masalah. Masalah - masalah itu datang dan berada di hampir semua layar pemerintahan, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masalah bidang perundangan itu sendiri. Selanjutnya dalam beberapa tahun pelaksanaan di Indonesia implementasinya  menunjukkan gejala yang tak diinginkan .Selain itu ada data menarik bahwa selama beberapa tahun pelaksanaan Otonomi daerah terjadi gejala: -Otonomi dibarengi indikasi korupsi di daerah - Otonomi dibarengi keruwetan administrasi - Di tahun tahun awal diikuti menurunnya kualitas pelayanan - Pertengkaran Pusat – daerah, - Pertengkaran daerah dengan daerah, - Pertengkaran masyarakat dengan pejabat Hal tersebut dialami juga kabupaten Mura yang mengalami keruwetan administrasi sehingga pembangunan Bandara Silampari tidak pernah selesai hingga kini. Harusnya Bupati Mura, Ridwan Mukti memiliki inisiatip dengan mengambil alih pembangunan Bandara Silampari yang manfaatnya kembali ke Mura dan kabupaten sekitarnya dengan membiayai  sendiri finishing Bandara Silampari terutama untuk pembangunan Terminal Bandara Silampari. Kabupaten dan kota terutama Kabupaten Mura harusnya tahu esensi otonomi daerah artinya mengelola dan mengurus diri sendiri, makna itu harus di maknai panjang bahwa kabupaten kota jangan ketergantungan dengan pusat atau provinsi, okelah ada dana milik kabupaten kota di pusat atau di provinsi memang harus diperjuangkan di daerah tersebut. Namun untuk urusan finishing Bandara Silampari, harusnya Bupati Mura kreatif menyelesaikan sendiri finishing Bandara Silampari tersebut, apalagi APBD Mura yang besar belum lagi dana bagi hasil pusat dan kekayaan alam dan tambang yang di miliki Mura, kok enggak mampu sih? Kalau Bupati Mura , berani tentu akan di catat dalam sejarah Sumsel bupati yang mengambil alih finishing Bandara Silampari dan tentu akan mengangkat namanya apalagi sang Bupati Mura kini mencalonkan diri sebagai calon Gubernur Sumsel. Bupati Mura sudah sepantasnya mencontoh Gubernur Sumsel H Alex Noerdin yang dulu menjabat Bupati Musi Banyuasin (Muba) dimana waktu jalan negara di Kecamatan Sungai Lilin tak kunjung di aspal, rusak parah dan harusnya diperbaiki pemerintah, Alex Noerdin sendiri dengan dana yang ada langsung mengaspal jalan tersebut. Selain itu kala H Alex Noerdin di awal-awal menjabat Gubernur Sumsel , Alex  Noerdin tahu jika dengan dana dibawah 2 trilyun APBD Sumsel saat itu adalah tidak mungkin bagi siapapun untuk menggratiskan pendidikan dan kesehatan di Muba. Artinya dana tersebut tidak cukup untuk memberikan fasilitas gratis bagi seluruh warga sumsel. Namun, Alex sudah mempunyai konsep-konsep tahapan yang harus dilakukan dengan cepat agar janji gratis benar-benar terwujud. Alex tidak akan serta merta memberi fasilitas gratis kepada rakyat. Yang ia lakukan adalah meningkatkan angka anggaran APBD Sumsel menjadi berlipat ganda secara fantastis. Karena anggaran adalah kunci pertama. Oleh karena itu pada tahun pertama Alex menjabat Gubernur, janji gratis belum akan terlaksana karena anggaran yang berjalan adalah hasil kerja gubernur sebelumnya, bukan hasil usaha keras Alex. Di tahun pertama Alex akan disibukan dengan kegiatan loby untuk memperbesar anggaran APBD dari dana pusat. Selain itu Alex juga akan melakukan evaluasi total terhadap kebocoran-kebocoran dana PAD agar masuk secara utuh kedalam APBD. Misalnya saja dana perangsang yang biasa diterima oleh kepala Dispenda dan sederet pejabat akan dipangkas habis sehingga dana PAD akan utuh masuk APBD. Alex juga akan mengevaluasi kembali besarnya dana bagi hasil Migas yang diterima Sumsel yang dianggap tidak sebanding dengan besarnya dana yang ditarik ke pusat dari Sumsel Dengan usaha-usaha tersebut, serta kemampuan Alex dalam melakukan negosiasi, maka pada tahun kedua, yang merupakan tahun pertama APBD murni hasil kinerja Alex, nilai APBD Sumsel diyakini akan berjumlah tiga lipat lebih dari tahun sebelumnya. Inilah kehebatan H Alex Noerdin yang harus di tiru dan di contoh, Ridwan Mukti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun