Nganjuk memang terkenal sebagai salah satu penghasil bawang merah terbesar di Indonesia. Namun, ironisnya, banyak pemuda di Nganjuk yang enggan terjun ke sektor pertanian, termasuk bertani bawang merah. Hal ini menjadi fenomena yang kompleks dengan berbagai faktor yang saling terkait, dan membutuhkan solusi yang komprehensif.
Faktor-Faktor yang Mendorong Keengganan Pemuda:
Stigma Negatif dan Gengsi Rendah Bertani :
Masih dianggap sebagai pekerjaan kasar, kotor, dan identik dengan kemiskinan. Stigma negatif ini telah mengakar lama di masyarakat Nganjuk dan diteruskan dari generasi ke generasi. Hal ini membuat pemuda memandang sektor pertanian sebagai profesi yang rendah gengsi dan tidak sebanding dengan usaha di sektor lain.
Ketidakpastian dan Ketidakstabilan Pendapatan:Â
Fluktuasi harga bawang merah di pasaran, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti musim, permintaan pasar, dan kebijakan pemerintah, menyebabkan ketidakpastian dan ketidakstabilan pendapatan bagi petani. Hal ini membuat pemuda ragu untuk memilih sektor pertanian sebagai profesi utama mereka.
Kurangnya Dukungan dan Motivasi:
 Dukungan dari keluarga dan komunitas sangat penting bagi pemuda yang ingin memulai usaha tani. Namun, banyak orang tua di Nganjuk yang lebih memilih anaknya untuk bekerja di sektor lain yang dianggap lebih menjanjikan, seperti menjadi pegawai negeri sipil atau bekerja di pabrik. Kurangnya dukungan dan motivasi dari orang tua dan komunitas dapat memicu keraguan dan keengganan pemuda untuk terjun ke dunia pertanian.
Minimnya Akses Modal dan Teknologi:
Akses modal yang terbatas merupakan hambatan besar bagi pemuda yang ingin memulai usaha tani bawang merah. Biaya pembelian lahan, peralatan pertanian, dan pupuk seringkali di luar jangkauan mereka. Selain itu, minimnya adopsi teknologi modern dalam sektor pertanian bawang merah di Nganjuk menyebabkan rendahnya efisiensi dan produktivitas, sehingga berakibat pada rendahnya keuntungan dan daya tarik bagi pemuda
Kurangnya Pelatihan dan Pendidikan: Kurangnya pelatihan dan pendidikan tentang teknik pertanian modern, manajemen bisnis, dan akses pasar bagi pemuda di Nganjuk membuat mereka kurang siap untuk terjun ke sektor pertanian. Hal ini dapat meningkatkan risiko kegagalan usaha dan memperkuat keraguan mereka.