Mohon tunggu...
Kurnia Ridhowati
Kurnia Ridhowati Mohon Tunggu... -

Saya hanya pekerja biasa,sy org yg lebih menghargai usaha ketimbang hasil

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kami yang Terpinggirkan

10 Januari 2010   08:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:32 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi saya kaget. Itu nyata, seorang yang berpendidikan tinggi, mempunyai kedudukan tinggi ternyata mempunyai pandangan yang sangat picik. Sempat saya berpikir inikah wajah mereka-mereka yang berkedudukan tinggi di negeri ini, yang berpendidikan tinggi di negeri ini, kemana wawasan dan hati nurani mereka. Mengapa mereka masih saja picik. Saya memang tidak bisa menggeneralisir semua orang yang mempunyai kedudukan di negeri ini picik, tapi mungkin hanya sebagian saja dari mereka. Siapa yang tahu...?.

Kalau ditelaah memang ada benarnya ungkapan atasan saya tadi. Memang kalau bisa didata berapa persen perusahaan yang telah mempekerjakan orang yang berkebutuhan khusus di Indonesia. pastilah tidak sampai sepuluh persen dari seluruh perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Sangat disayangkan padahal belum tentu mereka tidak mempunyai kemampuan sebagaimana sebagian dari "orang-orang normal" lainnya berpikir tentang mereka. Setahu saya, mohon maaf kalau ungkapan saya ini salah, sebagian besar dari mereka yang mempunyai kemampuan lebih, dihargai oleh negara lain.

Dalam hal aksesibilitas di Indonesia pun bagi penyandang cacata sangatlah kurang. Masih banyak gedung-gedung perkantoran dan fasilitas-fasilitas umum yang belum memberikan kemudahan bagi mereka. Saya sendiri di kantor yang sebelumnya untuk masuk ke dalam gedung pun saya beserta kursi roda harus diangkat oleh tiga orang penjaga keamanan, karena pintu masuk gedung yang bertingkat-tingkat. Padahal setahu saya di negara-negara maju, apabila pengelola gedung tidak memberikan aksesibiltas atau kemudahan bagi penyandang cacat mereka dapat dikenai sanksi.

Untuk Indonesia sendiri telah mempunyai undang-undang bagi penyandang cacat, yaitu Undang-undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Didalamnya terdapat perlindungan dan hak bagi penyandang cacat, diantaranya dalam hal aksesibilitas dan pekerjaan. Adapula tentang quota yang harus dipenuhi perusahaan untuk mempekerjakan penyandang cacat. Namun sebagaimana pada umumnya peraturan hanyalah sebatas peraturan, undang-undang hanyalah sebatas undang-undang. Bagaikan hiasan di atas kertas tanpa makna. Terlihat indah tanpa ada penerapan dan sanksi yang jelas bagi pelanggarnya.

Beberapa waktu yang lalu seorang teman berkebangsaan Swiss datang mengunjungi saya. Dia sempat melontarkan sebuah pertanyaan terhadap saya. "Apakah kamu enjoy hidup di sini?." "Ya saya enjoy". Saya menjawab dengan mantap. Di negeri ini saya lahir, di negeri ini saya dibesarkan, di negeri ini saya belajar tentang hidup, di negeri ini tempat tinggal dari seluruh keluarga saya. Apalagi...? Tidak ada alasan untuk saya meninggalkan semua ini.

Memang dalam hal pendidikan dan pekerjaan, orang-orang dari negara asing yang lebih menghargai saya, daripada orang-orang dari bangsa saya sendiri. Kalau ditanya apakah saya bangga?. Tentulah saya bangga, tapi kalau ditanya apakah saya puas, saya akan menjawabnya dengan tidak. Saya akan lebih puas kalau saya diterima dan dihargai oleh orang-orang dari bangsa saya sendiri. Seperti seorang anak kecil tatkala dia mendapati nilai rapornya bagus, maka dia akan merasa bahagia jika mendapat pelukan dari kedua orangtuanya, dia akan merasa nyaman dalam dekapan kedua orangtuanya daripada dalam dekapan orangtua sahabatnya.

Saya masih tetap ingin tinggal di sini. Di Indonesia. Sakit..?, bukankah sudah biasa saya merasakannya, sedikit hantaman hanya saya anggap sebagai latihan-latihan kecil untuk menjadi kuat. Kecewa...?, sudah biasa pula saya mendapatinya, kekecewaan adalah hal biasa dalam perjalanan hidup manusia. Sedih..?, ah itu akan hilang dengan sendirinya seiring berjalannya waktu. Putus asa..?, hanya kadang-kadang mampir dan akan hilang secepat angin berhembus.

Apalagi..?, masih adakah alasan bagi saya untuk meninggalkan negeri ini. satu pelajaran berharga yang dapat saya petik dengan tinggal di Indonesia adalah saya menjadi orang yang lebih kuat, menjadi orang yang lebih sabar, menjadi orang yang lebih tabah dan mungkin juga saya menjadi orang yang lebih ulet dalam berusaha. Mungkin kalau saya tinggal di negara lain dengan segala kemudahan yang saya dapat, kemungkinan besar saya tidak dapat menjadi orang yang demikian. Enjoy saja, nikmati semua yang ada, meskipun itu sakit yang tiada terperi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun