Mohon tunggu...
Kwee Minglie
Kwee Minglie Mohon Tunggu... lainnya -

Motto : Hiduplah bermanfaaat bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Korupsi Terjadi Karena Dana Parpol Tidak Cukup?

3 April 2016   09:19 Diperbarui: 3 April 2016   09:30 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia sudah berusia 70 tahun, namun korupsi sangat menonjol sejak Order Baru hingga saat ini, bahkan di era Sby slogan " Korupsi Tidak " menjadi motto kerja kabinetnya. terbukti korupsi lebih merajarela, walaupun KPK sudah bekerja keras menangkap para koruptor, namun tidak menyurutkan hati koruptor bahkan lebih membabi buta mencuri uang rakyat.

Oknum Parlemen dan pemerintah seolah-olah menyesal karena adanya lembaga KPK, sehingga dipikirkan untuk mengurangi kekuasaan KPK dalam memberantas korupsi.    penyesalan ini nampak dengan niat untuk mengubah UU KPK, mengurangi wewenangnya supaya koruptor bisa lebih leluasa menjalani perannya.  Salah satu yang bisa terbaca dengan lahirnya KPK, parpol kekurangan dana operational, karena tidak ada dana siluman yang biasaya bisa dibuat untuk bancakan. selain itu untuk memperkaya diri dan kelompok peluangnya menjadi lebih sempit.

Pada era Jokowi - Ahok jadi jadi Gubernur DKI jantung ibu kota, menyusul Jokowi jadi RI-1 dan Ahok jadi DKI-1, maka peta politik di Indonesia berubah, karena keduanya menjalankan politik jujur, bersih dan tegas berdiri diatas konstitusi tanpa pandang bulu, maka terbukti korupsi tidak memperoleh ruang gerak seperti masa lalu. ini awal timbulnya gejolak dimana parpol merasa manfaatnya berkurang, maka tekanan kepada keduanya meningkat dari waktu kewaktu.

Di era Jokowi, koruptor kakap banyak yang tertangkap namun sebaliknya lembaga penegak hukum yang diandalkan rakyat juga memperoleh tekanan yang luar baisa dari oknum parpol yang memiliki jabatan, selalu mengkritisi dan mencari kelemahan keduanya. upaya jika mungkin dijatuhkan secepatnya.   selain upaya memperlemah ruang kerja KPK supaya tidak lagi semudah itu menangkap oknum pejabat yang korupsi. 

Niat buruk oknum pejabat, memperoleh tekanan dari masyarakat, khususnya fenomena ini bisa terbaca di DKI. masyarakat sudah sadar akan kebobrokan oknum pejabat. sehingga kepercayaan pada parpol merosot tajam, terlebih saat Ahok mengumumkan ikut jalur idependen dalam pilkada mendatang. 

Berita terakhir yang cukup panas adalah tertangkapnya M. Sanusi dari Gerinda, membuat ruang caci maki masyarakat melalui media pada parpol meningkat. kepercayaan pada parpol lebih hancur.  Anehnya ada pernyataan dari Fadli Zon dan parpol lainnya mengatakan bahwa penyebab korupsi karena parpol kekurangan dana. benarkah dan bisakah itu diterima ? 

Saat Indoensia merdeka, bangsa ini didirikan oleh tokoh -tokoh pejuang yang tidak mengenal istilah uang, hanya satu tujuan yaitu Indonesia merdeka, kemudian menanamkan Pancassila, Bhineka Tunggal Ika dan UUD 45 sebagai dasar membangun negara. Sejarah ini terlupakan oleh tokoh-tokoh parpol masa kini. motto tanpa uang akan terjadi korupsi sungguhlah pemutarbalikan fakta. apalagi menanam konsep serupa sangatlah berbahaya.

Bangsa kita kehilangan pengorbanan seprti tokoh-tokoh pahlawan bangsa, karena uang adalah segala-galanya, dengan uang ia bisa berbuat apa saja, dari memperkaya diri dan memperalat rakyat untuk kepentingna pribadi dan kelompok. untuk mengembalikan moal dan keuntungan, akan ditempuh dengan jalan tersingkat, tercepat kembali modal yaitu korupsi anggaran dan kkn.

Kekurangan dana pada parpol bukan alasan tepat, berapapun dikucurkan pada parpol tidak akan memperbaiki nasib bangsa, karena mental bangsa sudah dirusak oleh cara berikir demikian. uang mendahului pengorbanan. yakinlah uang penyebab ketamakan, ketamakan tidak kenal membagi dan balas budi. yang dikenal hanya satu membeli harus kembali modal dan keuntungan. cara apapun aan ditempuh untuk meraihnya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun