Mohon tunggu...
Kwee Minglie
Kwee Minglie Mohon Tunggu... lainnya -

Motto : Hiduplah bermanfaaat bagi orang banyak

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Buntut Tragedi QZ8501, Menhub Over Acting ?

4 Januari 2015   18:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:50 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buntut Tragedi QZ8501, Menhub Over Acting ?

JAKARTA, KOMPAS.com-- Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Jumat (2/1/2015), marah pada Direktur AirAsia begitu mendengar Direktur AirAsia mengatakanbriefingpilot sebelum penerbangan adalah cara tradisional alias kuno. (Baca:Menteri Jonan Marahi Direktur AirAsia).

Persoalan ini dipicu oleh temuan bahwa AirAsia tidak mengambil cetakan peta cuaca yang disediakan BMKG sebelum penerbangan QZ8501 yang kemudian hilang pada Minggu (28/12/2014). (Baca:Ternyata, AirAsia Tak Ambil Data Cuaca Sebelum Pesawat QZ8501 "Take Off"

Membac berita diatas, seolah-olah benar dan pantas jika Menhub Jonan marah kepada direktur Air Asia. Awalnya penulispun setuju karena ada kecerobohan yang dianggap fatal. Sebagai orang awam yang tidak mengetahui permasalahan penerbangan, apalagi yang menyangkut peraturan penerbangan yang harus ditaati seorang pilot dan maskapai penerbangan dibawahnya.  Tentu merasa teguran dan kemarahan itu wajar.  Namun setelah kemarahan itu ada tanggapan yang berseberangan dengan Menhub. Seperti tulisan dibawah ini yang sama-sama dimuat oleh Kompas.

Berita soal kemarahan Jonan gara-gara briefing terkait data perkiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika itu ternyata mengusik pilot dari maskapai lain. Lewatsurat terbuka, sang pilot bernama Fadjar Nugroho, mengulik aturan soal perkiraan cuaca dari BMKG tersebut berikut praktik dan penjelasannya.

Dulu, kata Fadjar, memang para pilot dan maskapai mengambil cetakan atau salinan laporan cuaca itu dari BMKG. Namun, tegas Fadjar, BMKG sekarang telah menyediakan versi online dari laporan cuaca itu dalam website yang beralamat dihttp://aviation.bmkg.go.id/web/metar_speci.php.

"Pak Menteri, jangan damprat kami karena mendapatkan informasi cuaca dari internet karena informasi cuaca tersebut juga dari BMKG," lanjut Fadjar. Dia berharap Jonan mengunjungi maskapai penerbangan--tak hanya AirAsia--tanpa harus menunggu ada kecelakaan.

Setelah membaca surat Fadjar Nugroho ini, penulis kembali berpikir sesungguhnya siapa yang salah dalam hal ini ? pertanyaannya adalah apakah  Menhub selaku pejabat baru yang dilantik  belum banyak mengetahui aturan maupun adanya  perkembangan teknologi dengan jasa internet untuk mengambil data dari BMKG dan    tidak perlu selalu mengambil data kertas dari BMKG yang sudah dianggap cara kerja kuno oleh direktur Air Asia.  Atau dengan tragedi kecelakaan Air Asia ini untuk mencari pencitraan dan mencari salah untuk melampiaskan kemarahan yang menunjukan pencitraan  seorang Menhub baru. kemudian bersambung sampai pencabutan ijin penerbangan Air Asia jurusan Surabaya – Singapore pp karena melanggar persetujuan jumlah terbangnya. Kesalahan benar telah dilakukan karena kebetulan yang dilanggar oleh QZ8501 adalah pada hari Minggu yang tidak tercantum dalam ijin.  Namun apakah semata-mata itu kesalahan Air Asia ? bukankah pengawas dilapangan tidak tahu jika Air Asia melanggar terbang hari Minggu ? sulit dipercaya jika bawahan Menhub itu tidak tahu ada pelanggaran. Kenapa itu tidak diberi sangsi ?

Saya lebih percaya apa yag dikatakan oleh Fadjar sebagai orang berpengalaman dan bukan dari maskapai Air Asia. Boleh marah, tetapi harus pada tempatnya.

Bagi seorang pemimpin, seyoganya harus memiliki otak dingin, tidak memutuskan sesuatu dengan gegabah dan mengikuti emosi. Sungguh disayangkan jika seorang menteri di kabinet kerja Jokowi melakukan tugas dengan pencitraan, gaya over acting. Apa sesungguhnya yang harus dicari ? Kejadian QZ8501 sudah terjadi, semua orang ikut sedih. Namun bukan terbenam dalam kesedihan terus menerus ataupun mencari kesempatan dalam kesempitan orang yang sedang mengalami kepedihan. Jauh lebih baik Menhub mengevaluasi seluruh kinerja aparat, tingkatkan penegakan aturan penerbangan yang lebih baik dan tegas tidak bermain dengan nyawa masyarakat yang menggunakan jasa penerbangan. Sehingga tidak lagi terjadi hal-hal yang dikemukakan oleh Menhub diatas dengan over acting yang sesungguhnya kurang mendidik.

Kepedihan sudah terjadi, itu bukan kemauan manusia, melainkan sudah menjadi wewenang dari kekuatan supra natural. Namun janganlah menambah beban kepada penumpang yang sudah berpesan tiket Air Asia jauh jauh hari dalam perencanaan perjalanan Surabaya – Singapore dan sebaliknya. Termasuk memberi beban kepada maskapai penerbangan itu sendiri harus mengahadapi berbagai claim dari pemakai jasa. Kenapa hanya Surabaya – Singapore pp yang dijadikan sasaran hukuman pencabutan ijin ?  bukankah Air Asia menerbangi dimana-mana wilayah Indonesia dan luar negeri ? Aneh bukan ? dasar apa yang menjadi pemikirannya.

Ini bukan lagi zaman pencitraan, melainkan kerja keras yang harus bisa menghasilkan buah terbaik disegala bidang kepemerintahan Jokowi – JK. Semoga tanggapan ini akan menjadi perhatian pemerintah dalam pembenahan kinerja dan revolusi mental pejabat yang sesungguhnya pemerintah dalam hal ini Menhub ikut handil dalam keselamatan penerbangan,  bukan semata-mata hanya kepada maskapai maupun pilotnya saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun