Saat terjadi Gempa di Maluku Kamis (26/9/19) lalu, kebetulan saya sedang bertugas di Ambon. Saya bersama 5 teman dari Yayasan Cahaya Guru menjadi fasilitator kegiatan FGD dan Lokakarya bersama guru dan pemangku kepentingan pendidikan di Ambon.
Saya sama sekali tidak ada firasat akan terjadi gempa 6.8 SR dan 5.6 SR. Pagi itu adalah momen paling berpengaruh dalam hidup saya.Â
Pukul 09.30 saya sudah bersiap di ruangan meeting lantai dua Hotel The City Ambon. Saya memutar beberapa lagu daerah sambil menunggu peserta yang registrasi. Saya mengambil secangkir kopi dan kembali ke meja fasilitator sambil melihat jam di komputer.
Beberapa detik saya duduk di kursi tiba-tiba kursi saya terguncang hebat. Badan saya sempat terangkat beruntung tidak sampai terguling. Seketika saya langsung pegangan meja, mencoba untuk stabil.Â
"Gempa, gempa..." saya mendengar salah satu peserta berteriak.
Para peserta panik, berhamburan ke luar ruangan menuju tangga darurat. Melihat orang-orang berhamburan, saya panik. Saya segera berdiri dan mencari tempat perlindungan.
5 langkah dari kursi saya duduk, terdengar suara tembok retak dan plafon berjatuhan. Jantung saya berdegup kencang sekali. Saya ayunkan kaki sekuat tenaga untuk keluar ruangan dan menuju tangga darurat. Saya melihat puluhan orang turun tangga dengan cepat. Goncangan gempa makin menjadi. Beberapa orang berteriak.Â
Saya mencoba tenang, berjalan cepat dan mengendalikan pernafasan. Saya khawatir jika saya pingsan. Dalam kondisi seperti ini, rasanya tidak mungkin untuk tenang. Tapi paling tidak saya harus bernafas dengan teratur.
Untuk bisa turun tangga dengan cepat, namun tidak saling dorong. Akhirnya, kami semua keluar gedung dengan selamat. Kami kemudian berlanjut mencari tempat di perbukitan sampai suasana kembali normal.Â
Berikut ini 5 pelajaran berharga dari gempa Maluku yang saya dapatkan:Â