Mohon tunggu...
Areef El Bimai
Areef El Bimai Mohon Tunggu... -

Hapuskan segala bayangan yang merusak, sadarilah bahwa kekuatan ada pada Yang Maha Kuasa, dan obatilah dirimu karena obat yang paling Mujarab adalah ada pada titik keyakinan anda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dana Mbojo/Kota Bima Sampah untuk Indonesia dan Dunia

7 Februari 2014   05:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:05 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berawal dari sebuah rindu dan kesadaran akan tanah kelahiran, sejenak terlihat Kota Bima setelah ditinggal dua tahun semakin nampak  keeksotisannya. Jika akan memasuki kawasan kota tepatnya jalan Ama Hami akan terlihat dan terpampang besar gapura besar bertuliskan “Maja Labo Dahu Aka Rasa Dou ” (Malu dan Takutlah di Kampung Orang). Tulisan itu adalah salah satu filsafat dou rasa mbojo (orang Bima) yang di pegang teguh masyarakat mbojo.

Sejenak diri mengajak berbicara hati, “Apakah benar saya orang Bima?”. Jangan sampai hanya tahu nama kotanya saja, tapi belum mengetahui sejarah tanah kelahirannya atau Mengaku orang Bima tapi Bimanya sudah hilang. Maka timbulah rasa untuk mencari semangat yang tercecer dari sejarah yang terlupakan, mengapung kepermukaan benak untuk lebih banyak menggali. Berbahagialah mereka yang paham akan sejarah tanah kelahirannya.

Kelangkaan sumber sejarah serta terbatasnya oknum sebagai narasumber merupakan penyebab utama dari kekurangan data sejarah. Apabila keadaan tersebut dibiarkan, bukan mustahil pada suatu saat akan sirna sumber sejarah ini bersama pemiliknya. Sementara beberapa naskah tertulis yang masih tersisa berangsur-angsur lapuk dimakan hari. Dan yang patut direnungkan bahwa saatnya kelak akan terputus hubungan sejarah generasi masa lalu dengan generasi masa kini karena tidak ada yang menjembatani. Bukankah dengan Ilmu sejarah ibaratnya pengelihatan tiga dimensi yakni dalam penyelidikan masa silam itu kita tidak bias melepaskan dari kenyataan-kenyataan masa kini serta masa kini tempat berpijak guna membuat perspektifnya masa depan.

Teringat kembali pesan Bung Karno, “JAS MERAH” (Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah), tergeraklah sanubari ingin tertumpahi jiwa dengan kearifan lokal dari sejarah Bima. Sejarah akan membuat jiwa semakin merekah, sehingga jalanpun semakin berkah.

Bangsa Indonesia dalam kontek sejarah antarbangsa dikenal sebagai bangsa bahari yang melanglang buana dari Madagaskar (Afrika) sampai ke Pas (Amerika): dari pulau Formosa/Taiwan sampai ke benua Australia hanya dengan mengunakan sampan bertangan (Bima: sampa soma). Bangsa Indonesia berbangga hati telah turut menghiasi dan mewarnai sejarah kelautan dunia. Bahkan terhadap tata kehidupan manusia, melalui perdagangan rempah-rempah. Dengan itulah, Indonesia “memberikan kebahagiaan” kepada dunia barat dan dunia timur.

Menelusuri perjalanan sejarah Modern, maka Indonesoa walaupaun baru berusia berpuluh tahun merdeka, ditengah pergaulan antarbangsa aktif berperan dalam turut menata kesejahteraan bersama dan perdamaian dunia. Bangsa dan Negara Indonesia dengan pandangan hidup berdasarkan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 yng mengantarkan pembangunan yang berhasil, tidak sedikit menyumbangkan piran dan pengalaman kepada sesama Negara berkembang dan dunia umumnya dibidang politik,social,ekonomi dan budaya bahkan dibidang pertahanan keamanan,

Barangkali dengan membaca sejarah local dalam hal ini Sejarah Bima, maka akan memperkaya perbedaharaan Sejarah Nasional. Patut diyakini bahwa banyak kejadian-kejadian sejarah yang terlupakan dan mengendap di ‘Dana Mbojo/kota Bima’. Kejadian yang mengendap itu terkadang erat kaitannya dengan sejarah nasional.

Bila Sejarah Nasional mencatat bahwa pahlawan nasional Sultan Hasanuddin dari Gowa, Admiral Cornelis Speelman dari VOC dalam kaitannya dengan Perjanjian Bungaya (1670), maka seyogyanya nama Sultan Abdul Kahir Sirajuddin dari Bima disebut-sebut. Bukankah Sultan Abdul Kahir ipar Sultan Hasanuddin, menjadi salah seorang panglima perang Gowa yang melawan Kompeni dalam Perang Sumba Opu, Perang Bone, Perang Buton. Ia satu-satunya Sultan yang menolak menanda tangani serta Perjanjian Bungaya tahun 1667.

Demikian pula tentang Perang Trunojoyo di mana Sultan Nuruddin Abu Bakar Ali Syah yang bahu membahu dengan Trunojoyo bersama Karaeng Galesung melawan Jendral Cooper mempertahankan benteng Kapar di dekat Porong Jawa Timur berminggu lamanya. Tiada banyak orang tahu dan khususnya masyarakat Bima bahwa dalam diri pahlawan nasional Pangeran Diponegoro mengalir darah Bima.

Letak geografis Bima yang terjepit antara Hindu yang datang dari barat dan arus Nasrani yang datang dari arah timur menjadikan bertambah kokohnya karang suar Syi’ar Islam dikawasan selatan. Diawali dengan berjual beli tembakau dengan dua kalimat syahadat, Bima melejit menjadi salah satu dari tiga sentra geneologi cendekiawan dan kyai-kyai terkenal di pulau Jawa dan Indonesia.

Kenyataan itu tidak bias dipisahkan dengan nama seorang tokoh intelektual Islam Syekh Abdul Ghani Al Bimawi yang tersohor di tanah Mekah. Syekh Abdul Ghani satu-satunya yang berani mengikuti sayembara maut yang digelar Masjidil Haram Mekah selama tiga hari. Dengan rahmat Allah ia memenangkan sayembara tersebut. Sejarah perlu mengungkapkannya bahwasanya beliau Al-Bimawi (Syeikh Abdul Ghani) yang merupakan Guru Besar  Haramain merupakan salah satu Imam besar di Tanah Makkah Al-Mukarrammah dan diantara murid dan ulama yang beliau luluskan adalah :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun