Kebijakan perpajakan selalu menjadi topik yang menarik perhatian, khususnya bagi para pelaku usaha, eksportir, dan praktisi pajak. Dalam rangka memberikan pemahaman lebih dalam mengenai aturan terbaru, Tax Center Universitas Airlangga dengan MUC Consulting Surabaya sukses menggelar Webinar Tax Edu Series episode ke-18 dengan tema "Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam pada Instrumen Moneter dan/atau Instrumen Keuangan Tertentu di Indonesia."
Surabaya, 16 November 2024 –Acara yang diadakan secara daring ini menghadirkan Nur Hidayanti Ilmi, konsultan pajak berpengalaman, sebagai pembicara utama. Yanti, sapaan akrabnya, membahas secara komprehensif latar belakang, isi, hingga dampak yang diharapkan dari penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Mengenal PP 22/2024
PP 22/2024 mulai berlaku pada 20 Mei 2024, berisi tujuh pasal yang mengatur pengelolaan Pajak Penghasilan (PPh) dari devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA). Aturan ini dirancang untuk:
1. Mengoptimalkan Devisa Hasil Ekspor: Pemerintah mendorong eksportir untuk menempatkan DHE SDA mereka ke sistem keuangan Indonesia melalui rekening khusus.
2. Mendukung Stabilitas Moneter Nasional: Ketersediaan valuta asing dalam negeri menjadi faktor penting untuk menjaga stabilitas ekonomi.
3. Menyelaraskan Kebijakan Sebelumnya: PP ini melengkapi aturan yang tertuang dalam PP 36/2023 mengenai devisa hasil ekspor SDA.
Tarif Pajak Final berdasarkan Jangka Waktu Penempatan:
- Valuta Asing:
- > 6 bulan: 0%
- 3-6 bulan: 7,5%
- 1-3 bulan: 10%
- Rupiah:
- ≥ 6 bulan: 0%
- 3-6 bulan: 2,5%
- 1-3 bulan: 5%
Nur Hidayanti menjelaskan bahwa kebijakan ini memberikan insentif kepada eksportir untuk menempatkan dana mereka di instrumen moneter atau keuangan dalam negeri, seperti deposito, term deposit di Bank Indonesia, atau surat sanggup yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Dampak dan Sanksi bagi Pelanggaran
Dalam webinar ini, Yanti juga menyoroti sanksi administratif yang dikenakan bagi eksportir yang tidak mematuhi aturan ini. Misalnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat menangguhkan layanan ekspor. Selain itu, pelanggaran terhadap kewajiban pengelolaan escrow account juga akan diawasi ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Langkah Strategis untuk Stabilitas Ekonomi
Yanti menekankan bahwa aturan ini tidak hanya menjadi instrumen untuk mengamankan devisa negara, tetapi juga memberikan peluang bagi eksportir untuk mengelola dana mereka secara efisien. “Dengan tarif PPh final yang kompetitif dan fleksibilitas dalam pemilihan instrumen keuangan, kebijakan ini dapat meningkatkan kepercayaan eksportir terhadap sistem keuangan Indonesia,” jelasnya.
Respons Positif dari Peserta
Webinar ini dihadiri ratusan peserta dari berbagai sektor, seperti pelaku usaha ekspor, profesional pajak, hingga akademisi. Mereka mengapresiasi MUC Consulting atas upaya menyelenggarakan diskusi yang relevan dan edukatif. Beberapa peserta bahkan menyampaikan keinginan untuk menghadiri seri webinar berikutnya. "Informasi yang diberikan sangat aplikatif. Sebagai eksportir, kami kini lebih memahami manfaat dan konsekuensi dari kebijakan ini," ujar salah satu peserta.
Mengapa Penting Memahami PP 22/2024?
Pemahaman yang baik tentang PP 22/2024 sangat penting, terutama untuk memastikan kepatuhan perpajakan sekaligus mengoptimalkan potensi penghasilan perusahaan. Webinar ini menjadi langkah nyata untuk menjembatani kebutuhan informasi antara pemerintah, praktisi pajak, dan pelaku usaha.
Bagi Anda yang tertarik untuk mendapatkan informasi lebih lanjut atau membutuhkan pendampingan terkait kebijakan ini, tim MUC Consulting Surabaya dapat dihubungi melalui email [sby@mucglobal.com](mailto:sby@mucglobal.com) atau situs web resmi mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H