Mohon tunggu...
klanting jingkrak
klanting jingkrak Mohon Tunggu... -

terkadang manusia terjebak dalm pertanyaan kenapa namun melupakan apa untuk merubah keadaan....

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hujan ( part 1 )

4 Januari 2011   16:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:57 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan kembali mengguyur di antara sela-sela kesepian yang menggunung di hati ara. Ia perhatikan hujan yang jatuh dari sudut jendela kamarnya. Tetes demi tetes jatuh dan saling bertabuh membuat sebuah irama sepi.

Irama sepi yang semakin lama semakin mendalam di hatinya. Riuh kilatan petir yang sedari tadi bersautan bagaikan sebuah tanda akan rindu yang mengakar. Baru beberapa jam yang lalu aska beranjak pergi meninggalkannya untuk kembali pulang.

Ara merasa waktu berjalan semakin melambat.  Harum bulir air yang berjatuhan membuatnya tak sedikitpun menginginkan untuk beranjak. Ia pandangi langit yang sedari tadi muram dan menangis seperti hatinya.

“ jika engkau tahu, disini aku hanya bisa tenggelam bersama kekosongan yang tak menepi. Bayangmu masih tertinggal dalam setiap sudut rumah yang diam ini. Belumlah cukup engkau tahu bagaimana rasa ku yang dalam padamu mesi aku tak suka untuk mengucap dalam verbal. “, ucap ara lirih di sela rinai.

Dari luar kamar terdengar suara yang memanggil ara. Suara itu semakin lama semakin mengencang. Pintu kamar di ketuk, namun tak ada jua jawaban dari sang penghuni kamar. “ ara, kamu sedang apa?”, ucap suara di luar kamar.

Ara masih tetap tak beranjak dari sepi yang menyelimutinya. Ia mainkan jari-jarinya melukis nama aska pada jendela kamar yang berembun. Matanya meneropong jauh melewati batas jendela.

Ia sandarkan wajahnya pada jendela kamar. Ia perhatikan isi luar jendela yang begitu riang bersentuhan air hujan. Ia merasa hidupnya kembali tak lagi ceria semenjak aska pergi.

Suara di luar kamar semakin mengencang. Ketuk demi ketukkan pintu semakin di percepat. Ara tersadar dan berlari menuju pintu kamar. Membukanya lalu tersenyum . ia rasakan sebuah senyum yang di paksakan tidaklah menyenangkan hati.

Ia menatap mamahnya. Mereka berdua saling menatap. Kejadian ini berlangsung beberapa detik. “ ada apa mah?”, ungkapnya. Ara yang masih mencoba mengembalikan hatinya untuk tidak terlalu terlarut, membuatnya agak sedikit kikuk.

“ kamu makan dulu sayang, sejak aska pergi kamu belum juga makan”, tandas wanita paruh baya itu.

“ ia mamah, nanti ara akan makan”, ucapnya agak sedikit kesal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun